All Chapters of LELAKI YANG KUPANGGIL BAPAK: Chapter 21 - Chapter 30
33 Chapters
Bab 21
“Di mana kalian ketemu Mahesa?“ Bapak mengulangi pertanyaannya. “Pak Mahesa direktur rumah sakit tempat saya bekerja, Pak,“ jawab Dokter Darel tanpa gugup. “Tapi, kenapa Vio memanggilnya, Om? Apa Vio pernah bertemu dengannya?“ Bapak menghempaskan tubuhnya di kursi seberang. Menatap kami bergantian. “Maaf, Pak. Kasus keluarga Bapak tempo hari viral. Kebetulan, Vio dan Bapak pasien di rumah sakit kami. Karena itu direktur rumah sakit ingin menemui Vio. Saya yang menemani beliau mengunjungi Vio, dan soal Vio memanggil beliau dengan sebutan Om, itu karena beliau sendiri yang minta.““Apa Mahesa menunjukkan gelagat aneh saat menemui Vio?“ tanya Bapak sembari menghisap rokoknya. “Tidak!“ jawab Dokter Darel singkat. Bapak diam beberapa saat. Sesekali melirikku seolah sedang mengamati bekas luka akibat pukulannya beberapa jam yang lalu. “Kalian pacaran?“ Pertanyaan Bapak membuat mukaku memerah. “Belum, Pak. Saya memang menyukai Vio, dan saya ingin serius dengannya. Kalau Bapak mengizin
Read more
Bab 22
“Aku boleh ikut, Dok?“ tanyaku. “Tentu. Kita jemput Kak Mahes dulu, baru ke lapas.“Kami bersiap. Meski rasa sakit masih terasa di tubuhku, tetapi aku tidak ingin melewatkan pertemuan antara Ibu dan Om Mahesa. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Siapa tahu, Om Mahesa bisa membantu Ibu. Setiba kami di rumah Dokter Darel. Om Mahesa sudah menunggu di depan rumah. Wajahnya terlihat lebih segar dari saat aku bertemu dengannya tempo hari. Beliau mengenakan sweater hitam dengan warna celana yang senada. Tampan, bahkan sangat tampan menurutku. Bisa jadi Om Mahesa juga sebaik Dokter Darel. Inikah orang yang sangat mencintai Ibu? Betapa beruntungnya Ibu jika bisa bersama dengan Om Mahesa. Om Mahesa menatapku lama, matanya berkaca. Mungkin, beliau seperti melihat Ibu ada dalam diriku. Aku memang sangat mirip dengan Ibu, hanya tinggi badan dan warna kulit saja yang berbeda. “Kak Mahes yakin hari ini mau bertemu dengan Mbak Ningsih?“ tanya Dokter Darel sebelum masuk ke dalam mobil. “I
Read more
Bab 23
Dokter Darel segera melarikan Om Mahesa ke mobil. Aku tahu, Ibu melihat kejadian ini dari kejauhan. Namun, ia tak mendekat. Barangkali benar, perasaan itu sudah selesai sejak lama. Air mata yang tadi jatuh, hanyalah air mata bahagia karena melihat orang yang pernah dicintainya. Bukan karena cinta. Dokter Darel membawa Om Mahesa ke rumah sakit. Tidak ada obat Om Mahesa di dalam mobil, karena memang Om Mahesa tidak pernah keluar rumah selama bertahun-tahun. Terlihat wajah panik dari Dokter Darel di sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Kudengar beberapa kali ia memanggil nama Om Mahes, berusaha untuk menyadarkannya. Hanya beberapa menit di UGD, Om Mahesa dipindahkan ke ruang ICU, kata Dokter Darel kondisinya memburuk. Aku dan Dokter Darel hanya diizinkan menunggu di depan ICU. Meski Dokter Darel seorang Dokter juga, tetapi bukan ia yang menangani sakitnya Om Mahesa. “Maafkan Ibu, Dok. Kondisi kesehatan Om Mahesa menurun, mungkin karena Ibuk,“ ucapku. “Ibuk nggak salah, Vi. Memang kes
Read more
Bab 24
Dokter Darel datang jam sembilan pagi. Aku sudah siap dan menunggu di teras. Wajah Dokter Darel tak lagi sembab. Ia sudah tampak seperti biasanya. Meski aku tahu, kehilangan Om Mahesa adalah pukulan berat untuknya. Namun, ia tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan. Ia seorang Dokter yang tidak bisa berlama-lama meninggalkan pasiennya hanya dengan alasan berduka. Ada banyak nyawa yang harus ia selamatkan. “Cantiknya,“ puji Dokter Darel saat melihatku memakai atasan berwarna peach dan celana soft jeans berwarna biru muda. Aku membiarkan rambutku yang sudah sebahu tergerai. Aku tersipu mendengar pujian Dokter Darel. “Sudah sarapan, Dok? Kalau belum, aku tadi bikin nasi goreng. Masih hangat, kok. Siapa tahu Dokter mau mencicip masakanku.““Boleh, kebetulan aku memang belum sarapan. Itung-itung mencicipi masakan calon istri?“ ucap Dokter Darel sambil tertawa. “Pagi-pagi sudah banyak sekali gombalannya,“ sahutku sambil mengajak Dokter Darel ke meja makan. Dokter Darel makan dengan laha
Read more
Bab 25
Sepulang dari lapas, Dokter Darel membawaku ke sebuah mall. Ia memintaku memilihkan baju untuk kesya. Kesya semakin besar, baju-baju di rumah banyak yang sudah tidak cukup. “Kalau Kesya nggak diajak, apa nggak takut salah ukuran, Dok?“ tanyaku memecah hening. “Aku sudah sangat hafal dengan tubuh Kesya. Aku merawatnya dari bayi, menjaga dan memperhatikan setiap tumbuh kembangnya sampai sekarang. Aku hanya meninggalkannya ketika aku harus bekerja di rumah sakit.““Sampai Dokter lupa untuk menikah?“ celutukku. Dokter Darel mengusap kepalaku tanpa melihatku, ia tetap fokus menyetir mobil sambil tertawa mendengar ucapanku. “Bukan lupa, tapi karena memang belum menemukan mama yang baik untuk Kesya. Memangnya, aku sudah terlihat sangat tua, ya?““Tidak, Dok! Tapi, seusia Dokter harusnya sudah punya anak. Maaf, kalau saya tidak sopan.““Kan aku sudah punya anak! Tinggal memberi adek untuk Kesya. Kamu mau, 'kan, ngasih banyak adek ke Kesya?“ “Loooh, kok, jadi saya?“Dokter Darel kembali te
Read more
Bab 26
“Iya benar, Pak. Saya adiknya Kak Mahesa,“ jawab Dokter Darel. Seketika wajah Bapak memerah, beliau mengepalkan tangan. Namun, tidak memukul Dokter Darel. “Pergi! Aku tidak mau melihat mukamu lagi!“ usir Bapak. Terlihat kemarahan yang Bapak pendam. Wajah yang sempat berbinar saat melihat kedatangan Dokter Darel tadi, kini berubah menjadi muram. “Kenapa Bapak begitu membenci Kak Mahesa, Pak? Dan apa salah saya?“ Dokter Darel mencoba mencari penjelasan.“Sudah pergi sana!“ Bapak mendorong tubuh Dokter Darel hingga keluar. Teman-teman Bapak hanya menonton pertunjukan itu tanpa ada satu pun yang berkomentar. Aku mengantar Dokter Darel hingga ke mobil. Aku juga bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Aku hanya ingat perkataan Ibu kalau Bapak tahu Dokter Darel adalah adik dari Om Mahesa, maka Bapak tidak akan setuju dengan hubunganku dan Dokter Darel. “Maafkan Bapak, Dok!“ ucapku saat Dokter Darel membuka pintu mobil. “Iya, nggakpapa. Kita tetap harus menghadapi ini. Aku akan beru
Read more
Bab 27
Pagi harinya, Dokter Darel benar-benar datang. Ia datang bersama Pak Samsul dan Bik Yem. Kesya tidak ikut karena Kesya harus sekolah. Dika datang beberapa menit setelah kedatangan Dokter Darel. Aku membangunkan Bapak yang masih tertidur di depan televisi. Melihat kedatangan mereka, Bapak terkejut. Apalagi saat melihat Dika. Bapak langsung mengepalkan tangannya. “Anak sialan! Mau apa pulang? Masih berani kamu pulang, hah?“ teriak Bapak begitu melihat Dika masuk ke rumah. “Dan kamu! Kenapa ke sini? Mau apa kalian?“ imbuh Bapak saat Dokter Darel, Pak Samsul dan Bik Yem ikut masuk ke rumah. “Begini, Pak. Maksud kedatangan kami adalah untuk melamar Neng Viola,“ ucap Pak Samsul. “Apa? Kalian gila, aku tidak akan pernah mengizinkan anakku menikah dengan adeknya Mahesa.“ Bapak menaikkan nada bicara. “Kita duduk dulu, Pak. Ada yang ingin Dokter Darel sampaikan,“ ucapku. Aku memegang tangan Bapak, lalu menuntunnya duduk. “Begini, Pak. Maksud kedatangan saya hari ini, saya ingin menikahi V
Read more
Bab 28
Dokter Darel mengecup keningku, dan itu membuatku melonjak kaget. Dokter Darel tersenyum, lalu mencubit pipiku gemas. “Ayok turun. Kesya pasti sudah menunggu kita.““Dok ....“ Aku masih ragu, dan ciuman di kening tadi masih menyisakan getar aneh di dada. Dokter Darel menangkap perasaan gugup itu. “Jangan bilang itu ciuman pertamamu, ya!“ ucap Dokter Darel sambil tertawa. Aku menepuk bahunya dengan sedikit keras. Mungkin wajahku saat ini sudah memerah, dan itu memalukan. Aku berjalan mengikuti Dokter Darel. Kesya berlari menyambut kedatangan papanya. Ia memeluk lalu mencium seluruh bagian wajah Dokter Darel, seolah-olah sudah lama sekali sudah tidak bertemu. “Papa perginya lama! Kenapa Kesya nggak diajak.“ Kesya merajuk. Usai bersorak karena rindu, kini ia mengerucutkan bibir. “Yang penting sekarang Papa sudah pulang, 'kan? Oya, Papa bawa temen buat kamu.““Kak Viola, 'kan? Tadi Kesya sudah lihat. Tuh, orangnya!“ Kesya menunjukku. “Mulai sekarang, kamu panggil Kak Vio dengan sebu
Read more
Bab 29
Bab 29Aku bangun sebelum subuh. Dokter Darel dan Kesya masih terlelap. Pelan, aku beranjak dari ranjang menuju dapur. Namun, ternyata aku kalah pagi. Bik Yem sudah lebih dulu bangun. “Mbak Vio biar saya saja. Mbak Vio siap-siap saja. Kata Mas Arka, hari ini Mbak Vio masuk sekolah, 'kan?“ ucap Bik Yem saat aku membuka kulkas dan mengambil beberapa sayuran. “Saya sudah terbiasa, Bik. Bik Yem nggak usah sungkan.““Itu kalau di rumah Mbak Vio. Kalau di sini, memasak sudah jadi pekerjaan saya,“ sahut Bik Yem. “Tapi boleh 'kan kalau saya ingin memasak untuk Dokter Darel dan Kesya.“Bik Yem diam sebentar, lalu mengangguk. “Boleh, Mbak. Asal tidak mengganggu sekolahnya Mbak Vio.““Tinggal ngambil ijazah, kok, Bik. Sudah selesai sekolahnya.“Akhirnya Bik Yem membiarkan aku memasak. Bik Yem menyelesaikan pekerjaan rumah yang lain. Beruntung dulu aku suka belajar memasak dari Ibu, jadi sekarang aku bisa memasak bermacam-macam makanan. Selesai memasak aku kembali ke kamarku, menyelesaikan s
Read more
Bab 30
“Aku sudah dijemput, duluan, ya Ka!“Aku gegas membuka pintu mobil lalu masuk dengan dada yang berdegub luar biasa. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Dokter Darel langsung melajukan mobil, bahkan kali ini lebih kencang dari biasanya. “Tadi Raka, temanku. Ada motor yang ngebut dan airnya kena mukaku.“ Aku mencoba menjelaskan meski Dokter Darel tidak menanyakan apa pun. “Romantis, ya,“ sahut Dokter Darel sambil melepas senyum. Senyum yang tidak manis seperti biasanya. “Maaf, itu benar-benar tidak sengaja.““Lain kali jangan diulangi, aku nggak suka! Dan memang tidak pantas seorang istri berduaan dengan laki-laki meskipun itu teman sekolah!“ Nada bicara Dokter Darel sedikit ketus, aku hanya mengangguk mengiyakan. Apakah Dokter Darel cemburu? Wajahnya lucu sekali. Wajah yang biasa hangat dan lembut itu, sekarang berubah menjadi muram. Hampir tiga puluh menit kita menempuh perjalanan, hingga akhirnya sampai di lapas tempat Ibu ditahan. Sudah sebulan Ibu di sini, dan minggu depan kas
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status