All Chapters of LELAKI YANG KUPANGGIL BAPAK: Chapter 11 - Chapter 20
33 Chapters
Bab 11
[Selamat pagi, Vio. Ada rencana apa hari minggu ini?] Sebuah chat dari Dokter Darel menghentikan sarapanku.[Pengen jenguk Ibuk, tapi kalau hari Minggu nggak ada jam Besuk. Jadi mau belajar saja, besok ujian hari pertama.] jawabku.[Anak pinter harus rajin belajar, ya. Oya, kamu punya hutang nilai yang bagus. Harus dibayar lunas, ya.] Dokter Darel mengingatkan.[Siap, Dok. Meski nggak pernah rangking satu, saya akan berusaha mendapatkan nilai yang bagus.][Ada kabar untuk kamu dan Dika.][Apa, Dok?][Besok bapak kamu sudah boleh pulang. Apapun yang terjadi, kamu harus tetap belajar, ya.][Dok ....][Iya, kenapa, Vi?][Memang pulangnya nggak bisa ditunda sampai aku selesai ujian, ya?][Nggak bisa. Dokter yang menangani Pak Beni bukan aku. Aku tidak bisa melakukannya untukmu. Apa yang kamu khawatirkan? Kamu takut apa?][Nggak ada, Dok. Cuma ....][Cuma apa? Kalau kamu merasa terganggu dengan kehadiran bapakmu, kamu bisa tinggal bersamaku.][Enggak, kok. Cuma malas berisik saja. Pengen f
Read more
Bab 12
”Assalamualaikum,” ucapku pelan. Tidak ada yang menjawab. Dua orang dewasa itu menatapku dari ujung kaki sampai ujung kepala.Aku melangkah masuk. Tanpa melihat mereka aku berjalan ke arah kamar. Namun, belum sampai di kamar Mita menghadangku.”Duduk!” perintahnya. Aku menatap matanya.”Kamu tidak ada hak memerintahku,” ketusku.”Vio!” bentak Bapak. ”Mita istriku, berarti dia ibumu juga. Turuti perintahnya. Duduk!” Bapak melotot ke arahku. Ia membuang rokok, lalu memukul meja.”Ibuku ya cuma ibu, bukan dia,” ujarku sambil mengalihkan tubuh wanita itu dari hadapanku.”Sudah berani kurang ajar kamu, ya? Duduk kataku!” Bapak kembali menggebrak meja. Beruntung mejanya terbuat dari kayu. Andai dari kaca, pasti sudah hancur berkeping-keping.Aku tidak mau Bapak benar-benar mengamuk. Aku duduk berseberangan dengan Bapak. Mita duduk di sebelah Bapak, ia menekuk wajah. Seperti ada kemarahan yang ingin ia lepaskan kepadaku.”Apa kamu tidak merasa bersalah? Kamu tidak ingin minta maaf ke Bapakmu
Read more
Bab 13
Aku masuk ke kamar, mendengar sumpah serapah Bapak untuk Dika entah kenapa aku menangis. Sesak rasanya. Aku tidak menduga Dika akan benar-benar pergi meninggalkan rumah ini. Namun, ke mana Dika pergi? Ia hanya punya uang lima puluh ribu yang kemarin kuberi. Ponselnya telah dirampas Om Hengki untuk biaya berobat Bapak, bagaimana cara menghubunginya? Aku bahkan tidak tahu siapa teman dekat Dika selama ini.Entah kenapa tiba-tiba yang terlintas dalam pikiranku adalah Dokter Darel. Barangkali, ia bisa membantuku mencari Dika.[Dok ....]Setelah sepuluh menit, centang dua tetap belum berubah warna. Apakah Dokter Darel sibuk? Aku menghapus pesan itu. Mungkin aku harus berusaha mencari Dika sendiri. Beberapa hari ini aku sudah terlalu merepotkannya. Padahal sebagai seorag Dokter, tentu saja ia mempunyai jam yang sangat sibuk.”Viooo!” Bapak berteriak memanggilku, padahal tanpa berteriak pun aku akan mendengar, karena rumah ini yang tidak seberapa besar.”Iya.” Aku masih berdiri di depan kama
Read more
Bab 14
“Sudah sampai. Kerjakan ujian dengan baik, ya!“ ucap Dokter Darel memecah keheningan. “Dok, kenapa Dokter diam setelah tahu nama lengkapku dan Dika?“ tanyaku sebelum keluar dari mobil. “Kalau kamu anak yang pintar, kamu pasti bisa menebak apa yang sedang aku pikirkan. Sudah sana, fokus dengan ujianmu dulu! Nanti selesai ujian kita bahas soal ini.“Aku hanya menggaruk kepala. Aku masih tidak mengerti apa yang sebenarnya tengah terjadi. Entahlah! Dokter Darel memang senang membuat teka-teki. Aku hanya ingin ujian hari ini segera berakhir dan bertemu dengan Dika.Enam jam berlalu, ujian sekolah hari ini cukup membuatku memeras otak. Tentu saja karena aku tidak bisa belajar sedikit pun. Beruntung, aku masih tetap bisa mengerjakannya. Aku menghubungi nomor Dika. Dua kali tidak dijawab. Namun, yang ketiga kalinya aku bisa mendengar suara Dika dari seberang. “Halo.““Dik, ini aku. Aku pengen ketemu. Kamu bisa jemput ke sekolahku? Atau aku naik angkot ke sekolahmu?““Kamu tunggu saja di h
Read more
Bab 15
Bab 15Setengah jam berlalu. Dokter Darel benar-benar datang. Ia membawa makan siang, makanan ringan dan beberapa botol soft drink merk terkenal. ”Makasih untuk ponselnya, Dok. Ini pasti mahal,” ucap Dika begitu Dokter Darel datang. ”Pakai saja. Yang penting bisa untuk berkomunikasi dengan Vio. Kamu tinggal di sini, Dik?” tanya Dokter Darel. ”Sementara, iya, Dok. Ini kosan temen, saya cuma numpang. Nantilah sampai selesai ujian baru saya cari tempat kos sendiri.””Mau kubantu untuk mencari?” Dokter Darel kembali menawarkan bantuan. ”Nggak usah, Dok. Anak laki-laki harus mandiri. Lagian kosan ini kosong. Temanku berangkat dari jam 6 pagi pulangnya kadang sampai larut malam.””Baiklah kalau begitu. Kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungi aku.””Katanya, Dokter mau menunjukkan sesuatu?” aku mengingatkan tujuan Dokter Darel kemari. ”Kalau aku mengajak kalian menemui seseorang, apa kalian mau?” tanya Dokter Darel. Ia menatap kami bergantian.”Siapa, Dok?” tanyaku penasaran. ”Ayo kita ke
Read more
Bab 16
Dokter Darel mengajak kami duduk di taman belakang, sembari menunggu Kesya yang sedang asik bermain ayunan. Dokter Darel mulai menceritakan kehidupan masa lalunya. Ketika ia sekolah, sampai ia bisa menjadi seorang dokter. “Istri Dokter ke mana?“ pertanyaan yang sama. Karena aku sangat penasaran dengan Mama Kesya. “Sebenarnya aku belum punya istri, tepatnya aku belum menikah.““Loh, kata Dokter ...?““Benar, Mamanya Kesya adalah orang Spanyol. Tapi dia bukan istriku. Melainkan mantan istri Kak Mahes. Dan dia pergi, satu minggu setelah melahirkan Kesya.“Lagi, aku dibuat terkejut olah pengakuan Dokter Darel. Jadi, bukan Dokter Darel Papanya Kesya, tetapi Om Mahesa. “Ibuk dulu sering ke sini, Om?“ tanyaku lagi. “Iya, sering. Bahkan Ibu kalian sangat dekat dengan almarhumah Mama. Mungkin karena Mama tidak memiliki anak perempuan, dan kebetulan Ibu kalian bisa membuat Mamaku jatuh hati. Bukan hanya Kak Mahesa. Namun, semua penghuni rumah sudah dibuat jatuh hati oleh Mbak Ningsih. Terma
Read more
Bab 17
“Dok ....?““Aku akan menemanimu masuk.““Nggak usah, Dok. Nanti Bapak bisa memukul Dokter.“Dokter Darel tidak menghiraukanku. Ia membuka pintu mobil, aku pun ikut membuka pintu. Dokter Darel meyakinkan bahwa ia tidak akan pergi sebelum aku masuk. Aku berjalan lebih dulu. Dokter Darel di belakangku. Mita yang baru saja muncul di depan pintu, langsung memasang muka garang sambil berkacak pinggang. “Dari mana kamu, hah? Bukankah harusnya pulang awal karena sedang ujian? Tapi kenapa sampai jam segini? Siapa laki-laki ini?“ Mita memberondongku dengan banyak pertanyaan. Belum sempat aku menjawab, Dokter Darel sudah lebih dulu maju. Dokter Darel mengulurkan tangannya. “Maaf, Bu. Vio pulang terlambat karena tadi saya minta tolong untuk menemani menengok seorang teman yang sedang sakit. Perkenalkan, saya Arka. Saya temannya Viola.“ Mita menerima uluran tangan Dokter Darel. Ia mengamati Dokter Darel dari kaki sampai ujung kepala. Tak lama ia teriak memanggil Bapak. “Maaasss, lihat, nih!
Read more
Bab 18
Bab 18Seperti hari-hari biasanya, aku bangun sebelum subuh dan menyelesaikan pekerjaan rumah. Hari itu pun Mita bangun pagi. Aku melihatnya keluar dari kamar mandi sambil bernyanyi. Perutnya makin membuncit, tetapi tingkahnya justru makin menyebalkan. “Hey anak kecil? Semalam lihat apa? Kenapa dipanggil-panggil Bapak nggak keluar?“Ingin rasanya membungkam mulut nenek sihir itu. Bagaimana ia bertanya tentang hal memalukan itu. Meski mereka sudah sah menjadi suami istri, tetapi harusnya mereka tahu tempat. Apalagi ada aku yang sudah mendapatkan edukasi tentang seks di sekolah. Dan sebentar lagi aku lulus sekolah. Aku bukan anak kecil lagi. Aku tak menjawab apa pun. Mita masih berdiri di sana mengawasiku. Aku menaruh sendok secara kasar sehingga menimbukan suara yang sedikit gaduh. “Kenapa? Marah? Nggak bisa naruh dengan bener? Atau memang sengaja mancing emosi? Mentang-mentang punya pacar kaya terus mau sok-sok gitu, hah?“Aku mengambil pisau kecil. Aku berjalan ke arah Mita. “Kam
Read more
Bab 19
Bab 19Ujian selesai. Dua hari kulewati tanpa kabar dari Dokter Darel. Sejak kejadian tempo hari, Dokter Darel seperti memberi jarak. Ia tidak menghubungiku sama sekali. “Vi, buatkan Bapak kopi! Kopi buatan Mita terlalu manis. Ke mana lagi tuh orang? Habis bikin kopi langsung kabur.“ Bapak beranjak ke teras sambil membawa ponsel. Aku segera ke dapur, membuat kopi kesukaan Bapak. Dua sendok kecil kopi hitam ditambah satu sendok gula untuk satu cangkir. Aku membawanya ke teras. Bapak tampak sedang asik memainkan ponsel sambil tertawa sendiri. “Tunggu, Vi! Duduk dulu sebentar,“ ucap Bapak saat aku beranjak meninggalkannya. Tak ingin ribut, aku duduk di kursi berseberangan dengan Bapak. “Si Arka, kenapa nggak ke sini lagi?“ tanya Bapak. “Dia kan Dokter, Pak. Pasti sibuklah.““Kamu pacaran sama dia?““Enggak,“ jawabku singkat. “Nggak mungkin. Mana ada lelaki yang mau ngasih uang secara cuma-cuma kalau nggak pacaran,“ sangkal Bapak. “Aku dan Dokter Darel, maksudku Dokter Arka memang
Read more
Bab 20
“Maaf, Bu. Kalau boleh tahu berapa jumlah uang yang hilang?“ tanya Dokter Darel sopan. “Ini bukan masalah jumlah uangnya, tapi masalah kejujuran! Siapa yang mengajarimu jadi pencuri? Ibumu, hah?““Jaga mulutmu! Sudah kuperingatkan, Kamu boleh menghinaku, tapi jangan bawa-bawa Ibuk! Aku tidak mencuri, dan Ibuk tidak pernah mengajariku hal-hal buruk.““Mana ada maling ngaku!“ seru Mita. “Maaf, Bu. Berapa uangnya? Biar saya yang ganti,“ sela Dokter Darel. “Jangan, Dok! Kalau Dokter mengganti, itu sama saja Dokter menuduh saya yang mencuri uang itu. Jangankan mencuri, masuk kamarnya saja saya nggak pernah.““Bukan begitu, Vi. Aku hanya nggak mau ribut-ribut. Malu didengar tetangga.“ Dokter Darel masih berusaha menghentikan adu mulut antara aku dan Mita. “Kalau begitu, mana uangnya! Aku perlu belanja kebutuhan bayi. Bapakmu mana pernah mikir soal kebutuhan bayi.“ Mita mendekati Dokter Darel yang sedang mengeluarkan dompet dari saku celana. “Jangan, Dok! Bukan Dokter yang harus ngasih
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status