All Chapters of Istri Gendut: Kesempatan Kedua Dengan CEO Lumpuh: Chapter 11 - Chapter 20
201 Chapters
11. Berpamitan
“Apa yang dilakukan pak Ryan pada Dokter?” tanya Adam menyadarkan pemikiran Yuna. “Ah, Ryan? Tidak ada, Pak Adam. Jangan pedulikan itu! Aku dan dia kebetulan dekat ... hanya perbincangan kecil saja, tapi tadi aku dapat pesan dari rumah sakit. Makanya aku langsung meninggalkannya,” jawab Yuna berbohong. Ya, dia tak ingin melibatkan orang lain dengan urusan pribadinya. Tadi, Yuna hanya syok dan terkejut hingga tak berani melawan. Akan tetapi, Adam tampaknya tak percaya dengan jawaban Yuna. “Dokter Yuna yakin? Sepertinya Dokter tadi ketakutan,” selidik Adam dengan tatapan tegas. “Tentu, Pak Adam. Sebenarnya tadi aku sedang buru-buru bukan ketakutan,” jawab Yuna cepat disusul senyuman ragu-ragu. Yuna kembali berbohong. Otaknya terus bekerja keras mencari jawaban yang menurutnya masuk akal. Akan tetapi, tatapan Adam masih tak percaya. “Tadi liftnya sedang penuh, jadi aku lewat tangga. Karena buru-buru aku hampir terjatuh dan pak Ryan yang menolongku, itulah sebabnya aku seperti orang
Read more
12. Tamu Tak Diundang
Yuna menghela napas panjang. Ia bisa memahami cecaran pertanyaan dari Rina karena berat melepas dirinya. Ia lantas menarik kursinya dan duduk dengan santai lalu mengukir senyuman tipis sebelum menjawab pertanyaan Rina. “Ingat nggak, tahun kedua kamu bekerja denganku ... ada bapak paruh baya yang menjual seluruh kebun gandumnya di kampung setelah mengalami kelumpuhan, lalu menjalani pengobatan di sini. Padahal uang tabungannya hasil panennya saja cukup untuk biaya pengobatan serta rawat inapnya,” tanya Yuna hati-hati. “Tentu saja aku ingat, Dok,” sahut Rina cepat tanpa berpikir lagi, bahkan perawat yang usianya lebih muda satu tahun darinya tampak bergidik. “Pak Dirman kalau nggak salah namanya, setiap aku temui selalu memanggakan hasil kebun dan seluruh hartanya ... kalau ditanya baik-baik, jawabnya ketus minta ampun. Sampe nggak ada yang tahan dengannya,” sambungnya. Yuna tersenyum tipis. “Tapi, akhirnya
Read more
13. Meminta Izin
“Ah, Yuna. Kamu sudah pulang,” sapa Dimas menyadari kehadiran keponakan tercintanya.“Perkenalkan, dia Jason,” sambung Dimas menyadari Yuna terus menatap lelaki di hadapannya tanpa berkedip. “Kamu ingat … dulu aku pernah bercerita pemuda tampan yang membantuku dan ayahmu hampir dirampok saat baru saja pulang tengah malam, setelah meninjau rumah makan baru di luar kota. Jason inilah orangnya,” jelasnya.Sayangnya bukan itu yang ingin Yuna dengar dari penjelasan pamannya. Ia menatap penuh selidik pada Jason. Lelaki yang duduk di kursi rodanya tampak santai, tanpa rasa bersalah padanya.Jason justru tersenyum ramah saat Dimas menatapnya. Bahkan kedua bola mata Yuna hampir terlepas saat melihat Jason mengangguk sopan pada pamannya. Hatinya menaruh curiga besar, hingga jantungny
Read more
14. Menahan Kepergian Yuna
“Yuna, kamu di dalam?”Ketukan pintu disusul suara panggilan, menghentikan gerakan tangan Yuna yang tengah merapikan pakaiannya. Wajahnya langsung berubah masam. Bagaimana tidak, pemilik suara itu adalah seorang perempuan, Vina—sahabat munafiknya.“Yuna, aku masuk, ya!” Suara teriakan Vina kembali terdengar.Terlambat. Wanita itu sudah mendorong pintu kamar Yuna. Tangan dokter cantik itu meremas pakaiannya yang paling atas menyalurkan rasa kesalnya.Sebenarnya percuma saja, Yuna ingat saat ini mereka masih menjadi sahabat. Vina akan memasuki kamarnya dengan bebas dan sesuka hati. Yuna hanya bisa menghela napas panjang, lalu menyembunyikan amarahnya.“Baiklah, ini terakhir kalinya kamu b
Read more
15. Dukungan Sahabat Baru
“Kamu itu apa-apaan sih, Vina?” hardik Yuna kesal.Vina hanya tersenyum sinis menyadari Yuna memasang ekspresi kesal. Gadis itu benar-benar meminta Ryan untung datang ke rumahnya. Ia sama sekali tak mengindahkan permintaan Yuna.“Biar kamu sadar, kalau aku dan Ryan itu peduli dan sayang sama kamu!” tegas Vina.Seperti biasa jika Yuna protes dengan keputusannya. Ya, seharusnya Yuna sadar, selama ini pendapatnya tak pernah dianggap oleh Ryan dan Vina. Bodohnya dulu ia selalu menurut dan menerima penjelasan dari mereka.“Munafik!” desis Yuna pelan.“Apa?!” Vina tersentak, padahal Yuna hanya berdesis pelan.Kedua bola mata Vina refleks membulat sempurna. Ia menatap intens wajah dokter cantik di hadapannya. “Kamu ngomong apa tadi?” tanyanya memastikan indera pendengarannya.“Aku bilang nyebelin!” Yuna berbohong.Bukannya dia takut, tetapi Yuna malas berdebat. Lebih baik ia menyimpan tenaganya untuk merapikan sisa pak
Read more
16. Ayo Kita Putus!
Yuna sedikit terkejut dengan keberanian Rina. Hatinya benar-benar tersentuh, seharusnya dirinya yang bertanya seperti itu pada Ryan. Mempertanyakan hak lelaki itu yang selalu mengatur hidupnya, tetapi selalu kalah dengan alasan cinta. “Aku pacarnya Yuna! Kamu siapa, hah?!” hardik Ryan seraya menunjuk wajah Rina. “Heuh, baru jadi pacar aja sok ngatur hidup Dokter Yuna,” sahut Rina, lalu menaikkan sudut atas bibirnya. Rina lantas menoleh pada dokter cantik di sebelahnya. Ia lalu mendekatkan wajahnya pada daun telinganya Yuna, lalu ditutupi bibirnya dengan tangan kanannya. “Dokter Yuna, tahan sih punya pacar posesif kaya dia?” tanya berbisik, tetapi suaranya justru terdengar lantang. Sengaja menyindir. Yuna refleks mendesis, hingga Rina memilih memajukkan bibirnya lalu&
Read more
17. Usaha Yang Bagus, Yuna!
“Apa? P—putus?” tanya Ryan sedikit gagap.Yuna mengangguk cepat. Ia juga menunjukkan wajah penuh keyakinan. Dokter cantik itu tak ingin menunggu waktu lain dan ia ingin segera bebas dari bajingan di hadapannya.“Yuna, kamu pasti salah ngomong, ‘kan?” seru Vina seraya mendekat pada dirinya.Bahkan gadis itu meraih lengannya untuk memastikan lebih jelas ekspresi Yuna. Namun dokter cantik itu langsung menangkap tangan sahabat munafiknya dan langsung menjatuhkannya, seolah jijik disentuh oleh Vina. Tak lupa, Yuna tersenyum tipis menunjukkan keyakinannya.“A
Read more
18. Ruangan Kerja Baru
Sesuai dugaan Yuna, Vina membawa Ryan ke apartemennya. Gadis itu berusaha keras menenangkan Ryan. Bahkan ia menuruti permintaan lelaki itu untuk memberikan minuman keras. Vina hanya bisa menjadi pendengar amarah Ryan seraya menemaninya minum. Jujur saja, hatinya panas, semakin lama mendengar lelaki itu menyebut nama Yuna. Hingga pada tegukan gelas wiski ketiga wajahnya sudah memerah karena pengaruh alkohol.“Kenapa kamu begitu menyukai Yuna, Ryan?” tanya Vina seraya menatap lelaki itu lamat, mempertahankan keseimbangan tubuhnya.“Dia cantik dan pintar, tetapi bodoh serta manis,” jawab Ryan diakhiri tawa kecilnya.Pertanyaan Vina seolah meredam amarahnya. Ia teringat pertemuan pertamanya pada Yuna dan bagaimana bersemangatnya saat ia tahu gadis itu kuliah di jurusan kedokteran. Pasti dia anak orang kaya, pikir Ryan.“Lalu bagaimana denganku?” tanya Vina tiba-tiba. Matanya mulai sayup, tetapi ditahannya.Ryan tersenyum menyadari gadis
Read more
19. Menyesuaikan Diri
“Dengan peralatan secanggih ini, aku bisa buka praktek di rumah,” ucap Yuna menahan senyuman girangnya.Dokter cantik itu tengah berkhayal, setelah menyelesaikan tugasnya menyembuhkan Jason dan kontrak berakhir ... ia bisa memiliki semua peralatan itu, lalu membuka praktek. Gajinya sebagai dokter spesialis rehabilitasi medik tak akan cukup untuk membeli semua perlengkapan alat-alat medis tersebut. Mungkin cukup jika Yuna mencicilnya atau menjual satu rumah makan peninggalan ayahnya.“Ah, aku bukan anak yang berambisi. Ayahku bisa menyekolahkanku menjadi dokter spesialis hanya mengandalkan usaha rumah makannya saja ... sudah luar biasa. Aku tidak mungkin menghancurkan perjuangan ayahku.” Yuna terus berdialog seorang diri, bertanya dan menjawab jawabannya sendiri.“Hm ....” Suara dehaman Jason hampir mengejutkan Yuna.Awalnya CEO itu tak ingin mengganggu keseruan Yuna. Namun, setelah kedatangan dokter cantik itu satu jam lalu dan ia sudah memperhati
Read more
20. Sambutan Pagi
“Boleh lihat dulu obat dan vitaminnya?”Selesai sarapan, pelayan lain membawakan nampan kecil berisi obat dan vitamin untuk Jason yang sudah tersaji dalam wadah kecil. Yuna langsung mengajukan diri memeriksanya. Jason memerintahkan bi Nani—pelayan tadi untuk membawakan kemasan obat dan vitaminnya.Intuisinya tiba-tiba merasakan ada yang tak baik di sana. Yuna harus memastikan dengan benar agar tak ada yang mengganjal pada hatinya. Mungkin saat mendengar kata vitamin, ia menjadi sensitif dan waspada teringat kabodohannya dulu.Ya, lebih baik Yuna membenarkan perasaan tersebut. Ia harus memastikan Jason tak mengalami hal yang sama seperti dirinya. Tertipu kemasan obat penggemuk badan yang ditukar dengan label vitamin oleh Ryan.Bukan itu saja yang membuat rasa curiga Yuna tiba-tiba muncul. Raut wajah pelayan tadi seolah menyembunyikan sesuatu dan sulit untuk dipahami. Entahlah, ekspresinya seperti mengingatkan pada wajah Nita—mantan ibu mertuanya (
Read more
PREV
123456
...
21
DMCA.com Protection Status