“Yuna, kamu di dalam?”
Ketukan pintu disusul suara panggilan, menghentikan gerakan tangan Yuna yang tengah merapikan pakaiannya. Wajahnya langsung berubah masam. Bagaimana tidak, pemilik suara itu adalah seorang perempuan, Vina—sahabat munafiknya.
“Yuna, aku masuk, ya!” Suara teriakan Vina kembali terdengar.
Terlambat. Wanita itu sudah mendorong pintu kamar Yuna. Tangan dokter cantik itu meremas pakaiannya yang paling atas menyalurkan rasa kesalnya.
Sebenarnya percuma saja, Yuna ingat saat ini mereka masih menjadi sahabat. Vina akan memasuki kamarnya dengan bebas dan sesuka hati. Yuna hanya bisa menghela napas panjang, lalu menyembunyikan amarahnya.
“Baiklah, ini terakhir kalinya kamu b
“Kamu itu apa-apaan sih, Vina?” hardik Yuna kesal.Vina hanya tersenyum sinis menyadari Yuna memasang ekspresi kesal. Gadis itu benar-benar meminta Ryan untung datang ke rumahnya. Ia sama sekali tak mengindahkan permintaan Yuna.“Biar kamu sadar, kalau aku dan Ryan itu peduli dan sayang sama kamu!” tegas Vina.Seperti biasa jika Yuna protes dengan keputusannya. Ya, seharusnya Yuna sadar, selama ini pendapatnya tak pernah dianggap oleh Ryan dan Vina. Bodohnya dulu ia selalu menurut dan menerima penjelasan dari mereka.“Munafik!” desis Yuna pelan.“Apa?!” Vina tersentak, padahal Yuna hanya berdesis pelan.Kedua bola mata Vina refleks membulat sempurna. Ia menatap intens wajah dokter cantik di hadapannya. “Kamu ngomong apa tadi?” tanyanya memastikan indera pendengarannya.“Aku bilang nyebelin!” Yuna berbohong.Bukannya dia takut, tetapi Yuna malas berdebat. Lebih baik ia menyimpan tenaganya untuk merapikan sisa pak
Yuna sedikit terkejut dengan keberanian Rina. Hatinya benar-benar tersentuh, seharusnya dirinya yang bertanya seperti itu pada Ryan. Mempertanyakan hak lelaki itu yang selalu mengatur hidupnya, tetapi selalu kalah dengan alasan cinta. “Aku pacarnya Yuna! Kamu siapa, hah?!” hardik Ryan seraya menunjuk wajah Rina. “Heuh, baru jadi pacar aja sok ngatur hidup Dokter Yuna,” sahut Rina, lalu menaikkan sudut atas bibirnya. Rina lantas menoleh pada dokter cantik di sebelahnya. Ia lalu mendekatkan wajahnya pada daun telinganya Yuna, lalu ditutupi bibirnya dengan tangan kanannya. “Dokter Yuna, tahan sih punya pacar posesif kaya dia?” tanya berbisik, tetapi suaranya justru terdengar lantang. Sengaja menyindir. Yuna refleks mendesis, hingga Rina memilih memajukkan bibirnya lalu&
“Apa? P—putus?” tanya Ryan sedikit gagap.Yuna mengangguk cepat. Ia juga menunjukkan wajah penuh keyakinan. Dokter cantik itu tak ingin menunggu waktu lain dan ia ingin segera bebas dari bajingan di hadapannya.“Yuna, kamu pasti salah ngomong, ‘kan?” seru Vina seraya mendekat pada dirinya.Bahkan gadis itu meraih lengannya untuk memastikan lebih jelas ekspresi Yuna. Namun dokter cantik itu langsung menangkap tangan sahabat munafiknya dan langsung menjatuhkannya, seolah jijik disentuh oleh Vina. Tak lupa, Yuna tersenyum tipis menunjukkan keyakinannya.“A
Sesuai dugaan Yuna, Vina membawa Ryan ke apartemennya. Gadis itu berusaha keras menenangkan Ryan. Bahkan ia menuruti permintaan lelaki itu untuk memberikan minuman keras. Vina hanya bisa menjadi pendengar amarah Ryan seraya menemaninya minum. Jujur saja, hatinya panas, semakin lama mendengar lelaki itu menyebut nama Yuna. Hingga pada tegukan gelas wiski ketiga wajahnya sudah memerah karena pengaruh alkohol.“Kenapa kamu begitu menyukai Yuna, Ryan?” tanya Vina seraya menatap lelaki itu lamat, mempertahankan keseimbangan tubuhnya.“Dia cantik dan pintar, tetapi bodoh serta manis,” jawab Ryan diakhiri tawa kecilnya.Pertanyaan Vina seolah meredam amarahnya. Ia teringat pertemuan pertamanya pada Yuna dan bagaimana bersemangatnya saat ia tahu gadis itu kuliah di jurusan kedokteran. Pasti dia anak orang kaya, pikir Ryan.“Lalu bagaimana denganku?” tanya Vina tiba-tiba. Matanya mulai sayup, tetapi ditahannya.Ryan tersenyum menyadari gadis
“Dengan peralatan secanggih ini, aku bisa buka praktek di rumah,” ucap Yuna menahan senyuman girangnya.Dokter cantik itu tengah berkhayal, setelah menyelesaikan tugasnya menyembuhkan Jason dan kontrak berakhir ... ia bisa memiliki semua peralatan itu, lalu membuka praktek. Gajinya sebagai dokter spesialis rehabilitasi medik tak akan cukup untuk membeli semua perlengkapan alat-alat medis tersebut. Mungkin cukup jika Yuna mencicilnya atau menjual satu rumah makan peninggalan ayahnya.“Ah, aku bukan anak yang berambisi. Ayahku bisa menyekolahkanku menjadi dokter spesialis hanya mengandalkan usaha rumah makannya saja ... sudah luar biasa. Aku tidak mungkin menghancurkan perjuangan ayahku.” Yuna terus berdialog seorang diri, bertanya dan menjawab jawabannya sendiri.“Hm ....” Suara dehaman Jason hampir mengejutkan Yuna.Awalnya CEO itu tak ingin mengganggu keseruan Yuna. Namun, setelah kedatangan dokter cantik itu satu jam lalu dan ia sudah memperhati
“Boleh lihat dulu obat dan vitaminnya?”Selesai sarapan, pelayan lain membawakan nampan kecil berisi obat dan vitamin untuk Jason yang sudah tersaji dalam wadah kecil. Yuna langsung mengajukan diri memeriksanya. Jason memerintahkan bi Nani—pelayan tadi untuk membawakan kemasan obat dan vitaminnya.Intuisinya tiba-tiba merasakan ada yang tak baik di sana. Yuna harus memastikan dengan benar agar tak ada yang mengganjal pada hatinya. Mungkin saat mendengar kata vitamin, ia menjadi sensitif dan waspada teringat kabodohannya dulu.Ya, lebih baik Yuna membenarkan perasaan tersebut. Ia harus memastikan Jason tak mengalami hal yang sama seperti dirinya. Tertipu kemasan obat penggemuk badan yang ditukar dengan label vitamin oleh Ryan.Bukan itu saja yang membuat rasa curiga Yuna tiba-tiba muncul. Raut wajah pelayan tadi seolah menyembunyikan sesuatu dan sulit untuk dipahami. Entahlah, ekspresinya seperti mengingatkan pada wajah Nita—mantan ibu mertuanya (
“Heuh, membantuku? Mungkin saja dia senang aku mengalami kelumpuhan atau sedih karena aku selamat dari kecelakaan maut itu,” celetuk Jason sinis.“Jason?!” pekik Brian murka. “Jaga mulutmu! Arka tidak seperti yang kamu pikirkan. Elsa dan Arka—““Apa?!” sentak Jason memotong penjelasan ayahnya.Wajah Brian kembali tersentak. Ia tampak terkejut, anak lelakinya berani meninggikan suaranya. Jason lantas menarik dasi berwarna biru tua, agar saluran pernapasannya sedikit lebih lega.“Papa sudah berkhianat pada mama dengan menikahi sekretaris sialan itu dan membawa anaknya ke rumah! Aku tidak sudi berbagi dengan anak tiri kesayangan Papa itu!” Jason berkata dengan nada penuh penekanan, menandakan amarahnya yang tak tertahan.CEO muda itu menghela napas sebentar sebelum melanjutkan ucapannya. “ABR Company Group adalah perusahaan yang dibangun oleh mamaku, jadi aku akan mempertahankannya dan tak kuijinkan anak sialan itu menyentuhnya,” pungkas Jas
Namun, saat mulut Yuna hendak bersuara Jason memindahkan diaphragm dari dadanya pada dokter di hadapannya. “Bagaimana suara detak jantungmu?”Jason menatap tepat pada kedua netra Yuna. Seketika jantung dokter cantik itu berdetak lebih kencang, bahkan suaranya lebih kencang dari Jason. Gendang telinganya hampir pecah.Yuna refleks memundurkan tubuhnya dan Jason pun melepaskan diaphragm dari tangannya. Ia tersenyum puas menyadari Yuna tampak panik, hingga melepaskan kasar earpieces stetoskopnya. Kedua pipi dokter cantik itu tiba-tiba merah merona.“Sepertinya hasil tensinya sudah keluar,” ucap Jason menyadarkan Yuna.“Ah, i—iya,” sahut dokter cantik itu salah tingkah.Dokter cantik itu benar-benar seperti orang linglung. Hampir sana ia menarik paksa manset yang melingkar di lengan Jason. Untunglah CEO tampan itu cepat menahannya. Akan tetapi, kedua netranya kembali bertemu. Detak jantung Yuna kembali berdetak cepat. Ia seolah bisa mendengar detak jantungnya tanpa bantuan stetoskop.“Te