Semua Bab Satu Malam Bersama Pengawal Tampan: Bab 51 - Bab 60
89 Bab
Bab 49 - Negosiasi dengan Hendra Dharmawan
DIPTA“Ayahmu Jeremy Rustam? Sungguh?” tanya Hendra tak percaya setelah menyelesaikan pesanannya sparkling water tiba diantarkan oleh waitress The Cafe di Hotel Mulia siang ini. Dipta menganggukkan kepalanya singkat tatkala mendengar pertanyaan yang sama kembali diulang oleh Hendra Dharmawan di hadapannya saat ini. Hendra tertawa lepas mendengar pengakuan Dipta. “Saya nggak menyangka, anak buah yang biasa ngawal saya ternyata anaknya Jeremy Rustam. Seharusnya saya langsung ngeh waktu melihat cv dan nama belakangmu.” Hendra Dharmawan kembali mengangguk-anggukkan kepalanya puas. “Kenapa baru bicara sekarang, huh? Kamu pikir dengan memberikan nama papamu maka saya akan terbuka dan setuju dengan rencana pernikahan gila kalian, begitu?” Jelas sekali nada angkuh yang dilontarkan oleh papanya Ela. Dipta tetap tenang dalam mengutarakan tujuannya, dan tidak terprovokasi oleh seragan yang dilancarkan pria di hadapannya. “Saya akan datang bersama orang tua saya untuk melamar Elaina secepat
Baca selengkapnya
Bab 50 - Mode Preman
Dua puluh tahun yang lalu, ketika Dipta menjejakkan kaki pertama kali di gedung perkantoran ini–suasananya tak seperti sekarang. Gedung perkantoran ini dahulu dimiliki oleh salah satu taipan ibukota dan papanya membeli satu unit gedung kantor yang luasnya paling kecil. Itu adalah suatu peningkatan setelah sebelumnya kantor ormas mereka berada di rumah, kemudian berpindah ke ruko, lalu berlanjut melebarkan sayap dengan membuat korporasi yang menggerakkan bisnis tambang dan sawit yang tersebar di pulau Kalimantan dan Sumatera. Kini gedung ini sudah berganti wajah. Rustam Group saat ini memiliki seluruh gedung dan menghancurkan gedung lama untuk diganti menjadi gedung lima puluh lima lantai yang modern dan premium dengan tingkat okupansi hampir mencapai 90%. Dipta menukar ktp-nya dengan id card gedung, dan ketika dia mengatakan kalau dia ingin berkunjung ke lantai lima puluh, seketika resepsionis gedung menghubungi seseorang lewat panggilan telepon dan meminta Dipta untuk menunggu s
Baca selengkapnya
Bab 51 - Hakim Rustam
Dipta tidak ingat secara pasti kapan terakhir kali dia melihat sosok kakaknya–Hakim Adrian Rustam. Mungkin ketika Dipta pertama kali bekerja sebagai pengawal di umur dua puluh tiga tahun. Ketika dia mengawal seorang putra politisi ke sebuah kelab malam yang merupakan salah satu kekuasaan ormas papanya. Pertama kali mereka bertemu saat itu, tak ada tukar sapa apalagi tukar senyum dan menanyakan keadaan masing-masing. Baik dirinya maupun Hakim berlagak seperti tak mengenal satu sama lain. Semua berlalu begitu saja seakan tak ada darah seorang Jeremy Rustam yang mengalir dalam tubuh mereka berdua. “Duduk,” perintah Bang Hakim sambil menunjuk satu kursi yang terletak di seberang posisi duduknya. “Apa kabar, Bang?” tanya Dipta basa-basi. Tentu saja pertanyaan ini hanyalah retorika. Dia tak terlalu peduli dengan keadaan Bang Hakim sekarang. “Still arrogant as usual, huh?” tambalnya sambil tersenyum mengejek. “Dan lo masih saja bodoh seperti biasa, Dipta.” Bang Hakim membalas ejekannya
Baca selengkapnya
Bab 52 - Negosiasi di bawah Tekanan
“What do you want?” balas papanya dengan cepat. “Pastikan aku menikah dengan Elaina tanpa diganggu oleh Hendra Dharmawan.” Dipta menyebutkan permintaannya. Dia sudah siap mendengar klausul yang ayahnya ajukan untuk membalas permintaan Dipta yang cukup besar. “Bayarannya akan mahal, Dipta.” Jeremy Rustam membalasnya dengan datar tanpa perasaan. Sisi pebisnisnya muncul ke permukaan. “Katakan apa harga yang harus kubayar untuk ini,” balas Dipta dengan tenang. Dari sudut matanya, Dipta melihat jika Bang Hakim begitu menikmati drama yang bergulir di depannya. Lihat, betapa senangnya pria itu ketika mendapati Dipta akan merendah di hadapannya dan papanya. “Jiwamu dan tubuhmu. Saya mau kamu menuruti apa keinginanku dari sekarang.” Wah, ini sih namanya perampokan, penjarahan! Bukan, ini seperti ritual penyerahan jiwa kepada setan! Mana bisa dia menyerahkan semuanya secara sukarela kepada Jeremy Rustam! “Saya akan meminta maaf kepada Mama Seira,” Dipta menanggapi permintaan gil
Baca selengkapnya
Bab 53 - Tenang Sebelum Badai
ELATerkadang Ela berpikir, satu atau dua hari kebahagiaan yang dia rasakan di masa seperti ini akankah berubah menjadi suatu petaka di hari berikutnya? Tak ayal dia seperti merasa gelisah jika harinya dipenuhi tawa karena di detik berikutnya dia mengingat bagaimana nasibnya dengan Dipta di tengah kepelikan hidup mereka menghadapi keluarga masing-masing. Ela dengan papa dan kakaknya yang membuatnya mengurut dada. Lalu ditambah dengan Dipta dan hubungan dengan keluarganya yang begitu rumit dan kompleks. Dua hari yang lalu setelah makan siang bersama Rengganis dan dia diperkenalkan dengan adik iparnya yang bernama Ambar, Ela merasa hidupnya sedikit kembali seperti rutinitas normalnya. Brunch sambil berbincang dengan teman perempuan yang mengerti dirinya, lalu sorenya dia berkeliling Galeria Fine Art dipandu oleh Rengganis dan menikmati indahnya lukisan serta karya seni lainnya yang dipamerkan pada bulan ini. Lalu malamnya dia dijemput oleh Dipta dan mereka makan malam bersama di Seri
Baca selengkapnya
Bab 54 - Pengakuan Sepihak
“Janji, ya! Aku nggak mau dengar lagi permintaan maafmu untuk hal-hal yang bukan menjadi salahmu. Your apology must be sincere. Meaning… you cannot utter those words every time just to appease your counterpart.” Ela mendapatkan sentilan yang cukup tegas dari Dipta. Ini memang bukan pembicaraan mereka yang pertama. Tapi kali ini, Ela merasakan betapa seriusnya permintaan Dipta tentang kebiasaannya yang terlalu mudah mengumbar kata maaf. Kini dia hanya bisa menganggukkan kepalanya. Mengikuti keinginan pria yang kelak menjadi imamnya, pemimpinnya nanti. “Oke,” bisik Ela parau. Rasa haru kembali memenuhi ruang hatinya. “Kalau gitu, kasih tahu aku apa yang bisa kubantu, Mas. Aku terkadang ngerasa useless kalau sejauh ini hanya kamu yang pontang-panting mencari cara meluluhkan hati papa, bahkan sampai-sampai melibatkan kembali keluargamu.” Dipta melunak mendengar permintaan Ela yang terdengar begitu tulus. Dia bangkit dari kursi rotan dan mengajak Ela ikut berdiri. Tak dinyana, Dip
Baca selengkapnya
Bab 55 - Bayangan Masa Depan
Dipta meraup wajah Ela dengan gemas. “Sayang, aku nggak bilang kalau kamu gila! Nggak ada yang berpikiran seperti itu. Tapi… kita baru saja mengalami keadaan yang cukup mengguncang batin. Terutama kamu, Ela!” pungkas Dipta dengan cepat. Lelaki yang akan menjadi calon suaminya ini dengan sigap memberikan pengertian yang menenangkan hatinya. Ela merasakan ketulusan di sana, sehingga otaknya yang seperti mendengar sirine tanda peringatan berangsur kembali tenang. “Perubahaan yang begitu drastis dan signifikan pasti membuat hati dan pikiranmu jadi bingung. A little help from a professional to navigate and redirect your life is not that bad,” ujar Dipta menambahkan. Tatapan Dipta lekat menangkap manik matanya, seakan tak ingin lepas sebelum Ela mengkonfirmasi ucapan Dipta barusan. “Biar nanti aku pikirkan lagi. Tapi aku sedikit tersinggung waktu kamu menyuruhku pergi ke psikolog. As if there’s something wrong with me!” tukas Ela, menanggapi penjelasan Dipta yang jika dipikir-pikir mem
Baca selengkapnya
Bab 56 - The Sweetest Man
“Yang itu, kamu nggak usah pusing, that’s on me. Mungkin lebih baik kamu cek dulu konsep apa yang kamu inginkan, vendor yang kira-kira bisa masuk dengan timeline, baru nanti kita cek budgetnya bersama.” Dipta kembali menenangkan Ela. Ela tak ingin menyinggung masalah keuangan Dipta, namun pekerjaan Dipta Ela asumsikan tak dapat menghasilkan uang sebanyak itu dalam sepanjang karirnya. Ela tak enak hati menepis ucapan Dipta, namun di satu sisi rasanya Ela harus bersikap realistis dan mulai membicarakan masalah keuangan dengan Dipta secara gamblang. “Tapi Mas, aku juga mau membantu, dan kurasa aku masih bisa, kok, berkontribusi.” “Iya sayang–aku tahu, tapi kali ini biar Masmu ini yang bertanggung jawab ya, jika memang apa yang kamu inginkan ternyata nggak masuk dalam budgetku, baru kita bicarakan lagi.” Dipta tetap bersikeras. “Tapi–” Ela mencoba mencari celah agar Dipta bisa menerimanya, tapi pria itu begitu tegak lurus dalam pendiriannya. “Lebih baik uangmu disimpan, who knows
Baca selengkapnya
Bab 57 - Sit Down, be Humble
DIPTA “Saya rasa lima persen adalah angka yang sudah sangat masuk akal, Bang Jeremy,” ujar Hendra Dharmawan sesaat setelah pria itu menyesap teh poci signature dari restoran The Ambience yang terletak di Senopati. Dipta mengeratkan rahangnya mendengar permintaan tak tahu malu Hendra Dharmawan. “Itu permintaan yang terlalu besar, Hendra.” Papanya membalas permintaan politisi itu sambil tertawa dingin. Dipta duduk di sisi kiri papanya, dan abangnya berada di sisi kanannya. Bang Hakim diam sambil menarik cerutunya dengan santai. Senyum abangnya naik sebelah setengah mengejek melihat tingkah laku pria paruh baya yang akan menjadi calon ayah mertua Dipta. Bang Hakim melirik singk
Baca selengkapnya
Bab 58 - Sayap yang Patah
“Saya merasa direndahkan di sini! Bang Jeremy, hati-hati berurusan dengan saya! Saya ini mantan anggota dewan!” Dengan jumawa Hendra Dharmawan menepis gertakan yang dilancarkan papa dan Bang Hakim. Kali ini Dipta tak kuasa menahan cengiran sinis yang sempat tercetak di bibirnya sebelum dia menarik kembali senyumnya dan memasang raut wajah datar. “Om, jangan mempermalukan diri sendiri seperti ini.” Bang Hakim hanya menimpali ujaran dramatis Hendra Dharmawan dengan tawa mengejek dan ucapan penuh sindiran. Melihat para pria dari keluarga Rustam secara terang-terangan tak menggubris permintaan tak masuk akalnya tentang permintaan saham, akhirnya Hendra Dharmawan mencari cara untuk mencairkan suasana dan menetralkan tensi yang semakin meningkat. “Oke… oke… kita bicara lagi dari awal–” sambung Hendra yang langsung ditepis oleh papa. “Tidak ada lima persen saham untukmu, Hendra.” Jeremy Rustam mengatakannya dengan tegas tanpa perasaan. Tatapannya terus mengarah kepada Hendra hingg
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status