Semua Bab Mutiara Untuk Abang: Bab 11 - Bab 20
68 Bab
Bab 11 Ruang Piket
Pagi merayap menyambangi kamar Mutiara. Udara dingin menyergap menusuk tulang-tulangnya yang kemudian terasa kaku. Semalaman ia tertidur di lantai. Dinginnya lantai membuat tulangnya terasa ngilu sebab hanya terhalang baju panjang yang ia kenakan lengkap dengan hijabnya. Suara kokok ayam terdengar di telinganya. Darimana pula datangnya ayam itu? Padahal rumah Motaz itu berada di perumahan yang mustahil orang memelihara ayam. Mutiara memaksa tubuhnya bangun dengan sisa-sisa tenaganya. Ya.. sisa-sisa. Meski telah tertidur semalaman ia merasa tenaganya bahkan tidak pulih sepeserpun. Padahal pagi ini adalah jadwal prakteknya. Dan ada beberapa janji kontrol pasien yang mengharuskannya datang lebih pagi. "Badanku..." Rintih Mutiara. Memaksa diri menuju kamar mandi dan bersih-bersih seadanya. Mutiara segera berganti pakaian. Matanya berkelana mencari dimana pakaiannya. Lemari di kamar itu kosong. Ia merasa tak pernah mengosongkan lemarinya. Lantas menoleh pada seonggok koper yang tergel
Baca selengkapnya
Bab 12 Rindu dan Gamang
Bunyi derit pintu yang dibuka kemudian berdebam membuat Mutiara terperanjat bangun. Keadaan ruangan yang gelap gulita membuat Andi ikut terkejut karena gerakan menyentak Mutiara. "Aahhhhg.." Teriak keduanya. "Dokter Mutiara? Dokter masih di sini?" Tanya Andi setelah menyalakan lampu. "Maaf, Andi.. Jam berapa sekarang?" Mutiara meraba-raba mencari ponselnya. "Jam 8 malam, Dok." Jawab Andi singkat. Mutiara tersentak bangun dan merapikan hijabnya."Astaga.. aku tidur lama sekali. Kamu baru selesai shift?" "Aku bahkan menggantikan tugas Faiz si tukang bolos itu. Maaf, Dok, boleh gantian? Aku capek banget.." Keluh Andi. Wajahnya memang sangat pucat dan kantung matanya menghitam. Alasan para perawat dan dokter residen maupun yang dibawah Mutiara sangat santai pada Mutiara sebab Mutiara-lah yang meminta demikian. Ia tak terlalu senang jika terlalu formal dan terkesan memiliki jarak padahal mereka rekan kerja. Di departemen itu, meski posisinya lebih tinggi tetapi semuanya adalah reka
Baca selengkapnya
Bab 13 Lupakan Masa Lalu
Motaz memperlambat gerakannya tanpa sadar. Mematut diri di cermin berlama-lama di sana. Menyimpulkan dasi yang senada dengan warna jasnya. Kali itu ia mengenakan jas berwarna cokelat tua. Kakinya melangkah sedikit canggung keluar dari kamarnya. Melirik tangga yang nampak sepi. Memangnya sejak kapan tangga itu mampu mengeluarkan suara-suara sendiri dan ramai? Motaz meletakkan clutch-nya di atas meja makan, kemudian menyiapkan sarapan. Hanya dua helai roti dimasukkan dalam toaster, 30 detik kemudian toaster berdenting lalu rotinya menyembul keluar. Motaz meletakkan masing-masing di piring kecil. Satu untuknya dan satu lagi untuk Mutiara. Lantas menuangkan susu hangat ke dalam gelas. Satu gelas lagi juga untuk Mutiara. Sejujurnya, ia sempat berhenti sejenak termenung dengan apa yang ia lakukan. Kenapa dia menyiapkan sarapan untuk Mutiara? Lalu otaknya berputar cepat mencari alasan, dia harus menjaga Mutiara 'kan? Dia hanya melakukan kebaikan dari seorang manusia ke manusia lain. Ti
Baca selengkapnya
Bab 14 Hari yang Melelahkan
Beberapa jam yang lalu. Pukul 3 dini hari, rasanya mata itu baru saja terpejam saat dering ponsel menyentak memaksa Mutiara bangun. Suara Angga yang melengking langsung menyambut gendang telinganya ketika telepon itu telah tersambung. "Dok.. Pasien Nyonya Rahma terjatuh dari brankar, pendaharan di bekas operasinya kemarin. Cepat kemari, Dok." "Hubungi dokter anestesi dan siapkan ruang operasi. Aku sampai di rumah sakit lima belas... Enggak, sepuluh menit lagi." Pasien Mutiara yang di operasinya dua minggu yang lalu karena pendarahan otak akibat kecelakaan ala itu mengalami pendarahan otak kembali setelah terjatuh dari ranjangnya, bekas operasi yang belum sembuh sempurna itu robek dan terbuka lagi. Mutiara harus bergegas saat itu juga, memakai baju yang paling cepat dan hijab instan, tak lupa menyambar ponsel, kunci mobil dan tasnya. Jam 3 lebih sedikit itu deru mobilnya meninggalkan rumah Motaz. Terbiasa dengan ritme kehidupan tanpa siapapun membuat Mutiara lupa bahwa ia telah
Baca selengkapnya
Bab 15 Skorsing
Mutiara harus kembali memasuki ruang operasi untuk ketiga kalinya. Siapa yang sangka dia akan melakukan tiga kali operasi dalam kurun kurang dari 12 jam? Ia bahkan belum sempat menelan sebutir nasi pun, belum ada jenis makanan apapun yang masuk ke dalam perutnya. Hanya seteguk air ketika ia bersiap untuk operasi kedua tadi. Hanya jeda setengah jam. Jangan tanyakan bagaimana lehernya sekarang. Mutiara sudah terbiasa dengan operasi dengan durasi lama. Durasi terlamanya ketika melakukan satu kali operasi adalah 12 jam. Saat itu ia menangani operasi pengangkatan tumor yang berada di sekitaran pangkal tulang belakang dan otak. Operasi yang sangat berisiko dan panjang. Tetapi rasanya tidak selelah sekarang. Tiga jenis operasi yang berbeda, pembedahan yang berbeda meski kalau diakumulasi durasi akan sama, tetapi energi yang ia keluarkan berbeda. Ditambah ia belum makan apapun sejak pukul 3 dini hari tadi. Operasi yang ketiga itu masih dalam kategori operasi ringan. Pasien beruntung kare
Baca selengkapnya
Bab 16 Pingsan atau Tidur?
"Nicho..""Ara.. Ikutlah denganku.""Kamu terlihat bahagia, apa kamu bahagia udah ninggalin aku? Aku kangen kamu...""Ikut aku, Ra.""Kemana? Ini dimana? Nicho..."Tangan Nicho berusaha menggaet tangan Mutiara, tetapi jarak yang cukup jauh itu membuat tangannya hanya mengambang hampa di udara."Ara, aku mencintaimu. Ikutlah aku..""Tapi.. Aku nggak bisa ninggalin pasienku. Aku baru selesai operasi, Nich. Aku harus menanggung hukuman karena kelalaianku. Aku ingin istirahat tapi aku nggak bisa ikut kamu.. Nicho.. Aku kangen..""Aku kangen, Nich.." Gumam Mutiara parau. Air matanya meleleh melewati hidung dan berpadu dengan air mata lainnya di sudut kanan.Mutiara membuka matanya.Sudah berapa lama Mutiara tertidur?Ia terbangun karena perutnya yang semakin terasa melilit. Sudah berapa lama ia tak makan?Tangan Mutiara terulur lemah menarik ponsel di dalam tas nya. Menekan tombol power berkali-kali tetapi tetap tak menyala.Baterainya kehabisan daya. Memasukkan kembali ponsel itu ke dalam
Baca selengkapnya
Bab 17 Si Anak Manja
Seminggu skrosing ternyata sama sekali tak berat bagi Mutiara. Selain bisa beristirahat selama empat hari dengan tidur tanpa sadar itu, tiga hari yang tersisa itu digunakan Mutiara seperti hari-hari biasanya. Belajar. Meki tidak sadar, tidur selama empat hari itu membantu tubuh Mutiara pulih lebih cepat. Tubuhnya ringan tidak seperti beberapa minggu ke belakang. Meski begitu, hatinya belum benar-benar pulih dari kenangan seorang Nicho. Suara yang memanggilnya terus terngiang dan membayang. Sesekali Mutiara mendesah berat ketika suara itu terasa mengganggu. Ya. Suara itu sekarang terasa menganggu bahkan. Mengganggu kerinduannya yang seharusnya sudah terpendam kini muncul ke permukaan lagi. Rindu pada panggilan Nicho yang khas itu. Suaranya, cara memanggilnya, tatapan matanya. Semuanya terasa istimewa dulu.Juga Mutiara mengalihkannya dengan membuka kembali jurnal jurnal kedokteran bedah saraf dan menonton video-video operasi pembedahan.Walau terdengar agak lancang tetapi Mutiara te
Baca selengkapnya
Bab 18 Perseteruan
Tiga hari kemarin Motaz benar-benar tak berani mengganggu Mutiara meski rasa khawatirnya membumbung tinggi menyelimuti. Rasa khawatir itu kemudian ia lampiaskan dengan secara rutin mengunjungi departemen bedah saraf dimana Mutiara bekerja. Hanya lewat. Tetapi walau hanya lewat, ternyata hal itu cukup mengusik penduduk departemen itu. Seperti yang disampaikan Lisa terakhir kali. Wajah datar tanpa senyum itu masalahnya. Kalau saja Motaz murah senyum pasti tak akan jadi masalah. Tapi entah sejak kapan terakhir kali Motaz terlihat tersenyum, semuanya dibuat tak nyaman karenanya. Mutiara sakit terakhir kali ia ke sana dan pertama kali mengetahui rumah Mutiara. Wajahnya pucat dan Mutiara tertidur selama empat hari. Seraut kekhawatiran yang tumbuh itu sudah mampu mengganggu pikirannya. Bagaimana keadaannya? Bagaimana kalau terjadi sesuatu? Apa dia sudah sembuh? Apa yang dilakukan Mutiara selama skorsingnya? Apa yang dilakukan Mutiara? Kenapa pula Motaz ingin tahu? Motaz mungkin hanya
Baca selengkapnya
Bab 19 Antara Pintar dan Bertanggung Jawab
"Muti hentikan!!" Seru Motaz. Berderap melangkah lebar-lebar lalu menarik mundur Mutiara yang kini terbenong dalam cengkeramannya. Mutiara tergamam, suara ini pernah didengarnya. Suara ini sungguh tak asing di telinganya. Suara ini... panggilan ini.. Rasa sakit dan damai yang terasa dalam waktu yang bersamaan tiba-tiba menelusup membangkitkan memori yang terkubur dalam otak Mutiara. Memori pahit yang mendalam yang ingin benar-benar dilupakan. Hanya karena suara itu... Mutiara mematung, tetapi ia masih sadar hanya untuk melepas tangan Motaz yang mencengkeram lengannya. Menjauh beberapa langkah dan menghujamkan tatapan pada mata abu-abu terang itu. Saat sadar sepenuhnya, Mutiara mengerling pada Motaz, melirik tajam pada Mia, lantas meraup setumpuk map berisi rekam medis pasien-pasiennya lantas berlalu dari kerumunan itu menuju bangsal pasien. 'Muti...' Suara itu masih terngiang-ngiang di kepala Mutiara. Padahal semua rekan-rekannya memanggilnya begitu. Tetapi terasa berbeda saat
Baca selengkapnya
Bab 20 Pecahan Kaca
Dentang piring yang beradu dengan sendok menjadi latar suara yang mendominasi di kantin siang itu. Juga paduan suara dari beberapa meja membicarakan cerita masing-masing. Hampir seluruh kantin itu penuh.Semua terlihat seru dengan ceritanya sendiri-sendiri. Begitu juga di meja Dea dan Mutiara.Dua orang yang menghadapi piring yang kini separuhnya telah kosong itu masih asyik bercerita. Sesekali wajah Dea cemberut berganti kesal, lalu terlihat mengomel. Berbeda dengan Mutiara yang sepertinya khusyuk mendengarkan sambil mengunyah makanannya.Makanan yang keseluruhannya disiram sambal itu terlihat begitu menggoda lidah. Entah bagaimana kondisi perutnya nanti, apa sama menggodanya atau malah menunggu lilitan siksa sambal."Bagaimana kabar keponakanku yang ngegemesin itu?" Tanya Mutiara setelah menyelesaikan makan siangnya."Ngegemesin dari mana. Pusing aku di rumah, Mut.. Dia mirip siapa, dah. Banyak kali pertanyaannya." Keluh Dea.Usia putri Dea menginjak lima tahun. Masih dalam kategori
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status