All Chapters of CINTA TERLARANG TUAN MAJIKAN: Chapter 41 - Chapter 50
76 Chapters
Bab 41
Tanpa perlu melihat Dinda tahu orang yang sedang memeluknya. Hidungnya mengenali aroma maskulin Bima yang tetap sama sejak dulu. Tangan Bima mengelus kepala Dinda dan turun hingga ke punggungnya.Dinda berusaha melepaskan diri dari pelukan Bima, mendorong dada pria itu sekuta tenaga dengan kedua tangannya. Tapi Bima tetap bergeming, terlalu kuat dan Dinda jelas bukan tandingannya.“Lepas,” bisik Dinda.“Nggak kulepas sebelum kamu berhenti nangis.”“Aku nggak nangis.”“Jangan bohong, Din.”Mereka beruntung hujan turun cukup lebat hingga tidak ada orang-orang yang berlalu lalang di sana. Halte pun kosong. Tidak ada yang memedulikan keduanya di tengah hujan seperti itu.“Mulai sekarang kamu jangan buka portal berita atau sosial media,” kata Bima.Dinda mendongak, tatapan basahnya bertemu dengan manik mata Bima. “Videonya udah nyebar?”Dengan berat Bima mengangguk mengiyakan.Kali ini, wajahnya akan terlihat dengan jelas internet. Mungkin mereka juga akan tahu namanya. Mereka akan tahu s
Read more
Bab 42
Mata Dinda terbuka lebar. Sejak semalam dia hanya berganti-ganti posisi di tempat tidur Bima tanpa benar-benar tertidur. Kepalanya mulai sakit dan lehernya terasa kaku. Percakapan dengan Bima semalam sungguh mengganggunya.Setelah untuk pertama kalinya menyatakan perasaannya pada Dinda, Bima meminta gadis itu untuk memikirkan kembali hubungan mereka. Tak punya jawaban lain, Dinda pun hanya mengangguk dan berjanji akan memikirkannya. Tapi dia tidak bilang pastinya berapa lama dia akan mempertimbangkan hubungan mereka.Dinda melihat jam di nakas, masih pukul lima pagi. Matahari belum sepenuhnya terbit dan masih cukup gelap. Tetapi Dinda tidak lagi bisa memejamkan matanya. Tempat tidur itu tidak asing. Dinda masih mengingat aroma tubuh Bima yang menempel di sana. Menenangkannya. Tapi itu dulu, saat Bima tidur bersamanya. Semalam pria itu memaksa Dinda untuk tidur di kamarnya sementara dia tidur di sofa. Setelah berdebat beberapa saat akhirnya Dinda setuju, dengan ancaman kalau dia terus
Read more
Bab 43
Dinda akhirnya punya keberanian untuk menyalakan ponselnya. Begitu banyak notifikasi yang masuk. Dia hanya melihat beberapa yang berkaitan dengan pekerjaan. Media sosialnya mendadak populer. Jumlah pengikutnya meningkat drastis meskipun dia hanya pernah mengunggah sebuah foto dirinya dan beberapa foto masakannya saja. Sebagian pesan masuk di media sosialnya berisi kata-kata makian dan hujatan karena telah merebut Bima dari Chelsea. Sebagian lain bahkan ada yang memintanya untuk bunuh diri agar tidak ada lagi wanita yang menjadi korban karena pasangannya direbut Dinda.Tetapi Dinda sudah membuat keputusan pagi tadi dan tidak akan mundur semudah itu.Setelah membaca beberapa, Dinda tidak lagi meneruskan membuka sisanya. Dia lalu memutuskan untuk menghapus akun media sosialnya, menyisakan aplikasi untuk bertukar pesan saja.Tidak banyak yang ia lakukan sepanjang hari. Dinda memutuskan untuk membaca buku di ruang kerja Bima karena tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. Sebenarnya ia ingin k
Read more
Bab 44
Bima adalah yang pertama dalam banyak hal dalam hidup Dinda. Tetapi hanya dengan satu tindakan kecil, Kartika mampu menyaingi Bima dalam kategori yang pertama. Wanita itu membuat Dinda merasakan ditampar untuk yang pertama kalinya. Tangan Dinda naik memegangi bekas tamparan Kartika di pipi kirinya. Air matanya menggenang.“Mama!” Bima menyusul masuk dan berdiri sebagai perisai di antara Kartika dan Dinda. Dia menoleh kepada Dinda di belakangnya, “Kamu nggak apa-apa?”Dinda hanya mengangguk, tetapi Kartika tertawa mencela.“Jadi kalian tinggal bersama sekarang? Memalukan,” suara Kartika dingin dan tajam. Dia hanya membuat dugaan liar kalau Dinda ada di sana, mencari di setiap ruangan sambil berharap gadis itu tidak akan ia temukan. Tetapi Kartika mendapat kejutan luar biasa saat melihat gadis itu di ruang kerja putranya, dengan memakai baju dan celana milik Bima.“Dinda cuma tidur di sini satu malam, Ma. Dan kalau Mama penasaran, aku tidur di sofa,” balas Bima dengan rahang terkatup.“
Read more
Bab 45
Tarik napas.Satu.Dua.Tiga.Hembuskan.Dinda merapalkan mantranya dalam hati sambil menunggu pintu lift terbuka. Tinggal beberapa lantai dan ia akan sampai di ruang kerjanya. Setelah Bima mengatakan ia tidak akan lagi berkantor di sana jantung Dinda berdetak dua kali lebih cepat. Rasa takutnya mendadak membesar berkali lipat.Untung saja hanya ada beberapa orang yang bersamanya di lift itu. Meskipun begitu, Dinda bisa merasakan tatapan dan bisikan sembunyi-sembunyi yang ditujukan padanya.Ting.Dalam hati Dinda bersyukur karena pintu lift terbuka. Dia segera keluar dan berjalan menuju ruangannya. Beberapa orang yang berpapasan dengannya menatapnya seperti yang terjadi di dalam lift. Tapi ini belum seberapa, pikir Dinda. Dia akan berada berjam-jam di dalam ruangan bersama dengan orang yang akan menggunjingkannya. Kalau dia tidak bisa bertahan karena tatapan seperti itu, dia tidak mungkin bisa melewati hari ini.Benar saja.Kedatangannya di ruangan membuat pandangan semua orang tertuj
Read more
Bab 46
Reva segera mematikan televisi saat melihat raut wajah Dinda. Dia mendekati gadis itu dengan hati-hati. “Din, lo nggak apa-apa?”“Kalo gue resign aja menurut lo gimana, Rev?” ucap Dinda hampa.“Kalo lo beneran resign, mereka akan semakin yakin kalo lo yang salah.”“Tapi kalo gue nggak resign, gue bakal jadi bulan-bulanan mereka terus.”“Kenapa lo nggak ikut bikin konferensi pers aja, Din? Biar lo bisa jelasin ke orang-orang,” Reva memberikan saran meskipun agak ragu.Dinda menggeleng. “Ini bukan cuma masalah gue, Rev. Ada keluarga besar Mas Bima juga. Gue nggak bisa asal ngomong di depan media. Bisa dirujak gue sama Bu Tika kalo sampai salah ngomong,” memikirkannya saja membuat Dinda ngeri.“Ya berarti lo harus tahan sama omongan orang-orang. Lama-lama juga mereka cape sendiri.”Mungkin memang tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengatasi omongan orang. Dinda sudah tidak lagi membuka media sosial sehingga ia tidak perlu menanggapi apa yang orang katakan tentangnya di sana. Dia hanya
Read more
Bab 47
Beberapa tangan dengan memegang ponsel naik, mulai merekam. Diam-diam Dinda mengutuk penemuan canggih itu. Apapun yang akan terjadi di ruangan itu, bisa dipastikan semua orang di gedung itu sudah melihatnya di jam makan siang.“Maaf, Pak. Apa benar Pak Bima dan Chelsea putus karena Dinda?”Dinda menutup wajahnya dengan kedua tangan, tidak sanggup melihat konferensi pers tidak resmi itu. Jantungnya berdebar kencang menanti jawaban Bima.“Tidak benar.”Tangan Dinda turun dari wajahnya, memastikan kalau Bima benar-benar mengatakannya.Devi belum menyerah. “Tapi foto-foto yang beredar menampilkan Pak Bima dan Dinda bersama. Dan Chelsea bilang Pak Bima lebih memilih Dinda.”Bima menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dia merasa konyol menjelaskan hubungan pribadinya kepada para pegawainya. Tapi dia tetap melakukannya. Untuk Dinda.“Hubungan saya dan Dinda sudah dimulai sejak lama, jauh sebelum saya bertemu dengan Chelsea lewat perjodohan. Dan kalaupun saya tidak mengenal Dinda, pertun
Read more
Bab 48
Bima mengangkat kedua alisnya saat Dinda menolak untuk diantar pulang. Mereka baru menyelesaikan pekerjaan di ruangan Bima saat hari menjelang malam. Hanya tinggal beberapa orang yang sedang lembur termasuk mereka.“Kenapa?”“Ada janji sama orang,” jawab Dinda.“Siapa? Temen kantor? Reva?”Dinda menggigit bibir bawahnya. Ragu. “Bukan.”Pria itu hanya terus menatap Dinda tajam menanti jawabannya.Setelah memikirkan lagi, Kartika tidak mengatakan harus merahasiakannya dari Bima. Jadi mungkin tidak apa-apa kalau dia mengatakan yang sebenarnya. “Bu Tika minta ketemu. Katanya ada yang mau dibicarakan.”Wajah Bima menjadi tegang. “Soal apa?”Dinda mengangkat bahu. “Nggak tahu. Bu Tika nggak bilang apa-apa tentang itu.”“Kamu nggak perlu datang kalau memang nggak mau,” kata Bima sungguh-sungguh.“Tapi aku udah bilang kalau aku setuju untuk datang.”“Kamu yakin? Mau aku temani?”Dinda menggeleng pelan. “Nggak perlu, Mas. Bu Tika ngajak ketemunya di rumah, kok. Jadi aku rasa nggak akan ada apa
Read more
Bab 49
Aldi mendorong tubuhnya dari mobil dan menghampiri Dinda. “Butuh tumpangan?”Dinda menggigit bibirnya menimbang-nimbang. Dia tidak tahu keberadaan Bima saat ini. Kalau pria itu sudah pulang ke apartemennya maka akan sangat merepotkan jika harus kembali untuk menjemputnya. Naik taksi online pun harus menunggu ponselnya terisi daya. Sedangkan taksi konvensional tidak melewati kawasan mewah itu, sehingga Dinda harus keluar dari lingkungan perumahan untuk mendapatkannya. Tetapi Dinda merasa tidak enak jika harus diantar pulang oleh Aldi.“Emm, gimana, ya,” Dinda memindahkan berat tubuhnya ke satu kaki.“Bareng saya aja, Din,” kata Aldi. Dia bisa membaca keraguan di wajah Dinda. “Tadi kebetulan waktu saya mau pulang, saya lihat kamu dan Bu Tika di halaman belakang. Saya masih merasa nggak enak karena terakhir kali kita ketemu saya malah tiba-tiba pergi. Biar saya antar kamu pulang sebagai permintaan maaf.”Kedua alis Dinda terangkat, lalu dia tertawa kecil. “Nggak perlu minta maaf, Di. Kam
Read more
Bab 50
Dinda tahu Aldi telah mengatakan sesuatu yang sangat sensitif bagi Bima. Pria itu maju dan mencengkeram kerah baju Aldi. Dinda buru-buru menahan kedua tangan Bima, tetapi cengkeraman pria itu sama sekali tidak terpengaruh.“Berani-beraninya lo bilang gitu!” desis Bima marah.“Memang begitu, kan, kenyataannya?” balas Aldi santai. Tidak ada rasa takut meskipun Bima mencengkeramnya. “Atau mau saya perjelas?”“Diam dan pergi dari sini!”Mata Aldi menyala melihat amarah Bima naik. “Apa Anda tahu seperti apa keadaan Dinda dulu? Bagaimana jika saya tidak bertemu dengannya siang itu? Bagaimana jika dia pingsan saat sendirian? Apa dia bisa berdiri di antara kita lagi seperti sekarang?”Bima menggertakkan giginya. Meski ia marah pada dirinya sendiri, menjadikan Aldi sebagai kambing hitam lebih masuk akal baginya. Aldi tidak punya hak untuk menyalahkannya. Dia bukan siapa-siapa. Hanya orang yang kebetulan menolong Dinda. Jika bukan dia yang menolong Dinda, orang lain yang akan melakukannya.“Dan
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status