Semua Bab CINTA TERLARANG TUAN MAJIKAN: Bab 31 - Bab 40
76 Bab
Bab 31
Dengan setengah berlari Dinda masuk ke ruang rapat. Pil tidur itu membuatnya bangun kesiangan. Timnya menjadwalkan rapat pagi itu untuk membahas kelanjutan rencana produk baru mereka. Seluruh anggota timnya sudah ada di sana saat Dinda membuka pintu. Tetapi ada wajah yang tidak ingin Dinda lihat duduk di ujung.Dia masih belum mengerti mengapa Bima memimpin rapat itu. Sebuah senyum kaku terbentuk di wajah gadis itu.“Maaf, saya terlambat,” katanya. Dia meninggalkan tempatnya di pintu dan berjalan menuju kursi paling jauh dari Bima.Ruangan itu hening. Dinda merasa ada yang salah. Dia meletakkan catatannya di meja dan menurunkan tubuhnya untuk duduk.“Apa di sini nggak ada yang bisa bikin kopi?”Bentakan Bima membuat Dinda terlonjak tepat sebelum pantatnya menyentuh kursi. Dia memandang sekelilingnya, tak mengerti apa yang sedang terjadi.“Ada yang bisa bikin kopi dengan benar?” tanya Bima lagi, dengan nada lebih rendah.Tidak ada jawaban. Mereka hanya saling berpandangan dalam diam.A
Baca selengkapnya
Bab 32
Dinda menarik lepas tangannya dari genggaman Bima begitu menyadari kedua orang tua pria itu ada di sana. Meskipun begitu, dia terlambat. Kartika sudah sempat melihat tangan Bima yang memegang miliknya.“Sedang apa kamu di sini?” Kartika menghambur masuk diikuti suaminya. Dia begitu terkejut melihat Dinda di sana, bersama dengan Bima. Setelah tidak mengetahui kabar Dinda lebih dari dua tahun, bertemu dengan gadis itu lagi di kantor anaknya adalah hal yang tak pernah terlintas di kepala Kartika.Bima berpaling menghadapi ibunya, maju selangkah dan membuat Dinda terlindung di belakangnya. “Kenapa Mama kemari tanpa pemberitahuan?” tanya Bima.“Jangan mengalihkan pembicaraan. Mama tanya sedang apa dia di sini?” Kartika menunjuk Dinda yang ada di belakang Bima.“Ma!”“Saya bekerja di sini, Bu,” jawab Dinda. Dia melangkah keluar dari persembunyiannya di balik punggung Bima. “Saya sedang melaporkan progress dari proyek peluncuran produk yang sedang kami kerjakan.”“Di jam makan siang?” sergah
Baca selengkapnya
Bab 33
“Dua tahun lalu,” Bima memulai dengan suara tegang, “kamu hamil dan keguguran. Benar?”Dinda merasa lantai tempatnya berpijak lenyap dan ia terhempas ke dalam lubang yang dalam. Kakinya tak kuat lagi menopang berat tubuhnya. Tangannya lalu bersandar pada punggung sofa agar dia tetap bisa berdiri. Terlalu banyak yang terjadi hari ini. Mimpi buruk, serangan panik, dan Bima yang mengetahui rahasianya.“Jawab, Din.”Bima menatap tajam gadis di depannya. Ia ingin berlari dan meraih Dinda yang pucat ke pelukannya. Tetapi Bima ingin tahu apa yang telah terjadi.“Din...”“Mas Bima mendengar semua itu dari siapa? Pak Iskandar?” Dinda balik bertanya dengan suara bergetar.“Iya. Dan kalau kamu berbohong, saya akan tahu.”Dinda tidak punya pilihan. Lebih baik Bima mendengar dari mulutnya sendiri daripada versi orang lain yang mungkin berbeda. “Yang Mas Bima dengar itu benar. Saya memang hamil dan akhirnya keguguran.”“Bagaimana...,” Bima tak sanggup menyelesaikan kalimatnya.“Bagaimana saya kegug
Baca selengkapnya
Bab 34
Dinda mengeluh dalam hati. Tidak mungkin baginya untuk mengabaikan Chelsea. Dia mengangkat kepalanya dan tersenyum formal pada sang bintang.“Halo, Mbak,” kata Dinda.“Saya nggak tahu kamu kerja di sini,” ucap Chelsea sambil mengernyit. Tidak ada yang mengatakan padanya kalau Dinda dan Bima berada di kantor yang sama. “Udah lama?”“Sudah dua tahun, Mbak.”Mata mereka beradu, saling menilai. Chelsea masih tampak seperti dulu. Cantik dan modis. Dinda sudah bisa menebaknya. Justru mata Chelsea yang melebar saat melihat Dinda sekarang. Gadis itu sungguh berbeda dengan yang ia temui dulu. Di depannya bukan lagi gadis malu-malu yang tidak berani menatap mata orang yang berbicara padanya. Gadis itu telah menjelma menjadi wanita muda yang cantik, percaya diri, dan berani.Chelsea menjadi tidak tenang. Ia tidak pernah tahu apa yang terjadi pada Dinda dua tahun lalu. Kartika hanya mengatakan kalau Dinda ingin berhenti bekerja pada keluarganya dan meninggalkan rumah. Tentu saja dia senang menden
Baca selengkapnya
Bab 35
Bima hampir tidak mempercayai apa yang terjadi. Tangannya mengelus kepala Dinda, merasakan surai halusnya di antara jari-jarinya. Butuh beberapa detik baginya untuk yakin kalau ia tidak sedang tidur dan bermimpi. Bima membalas ciuman Dinda dengan seluruh perasaan dan rasa frustasinya. Ada begitu banyak yang ingin ia sampaikan lewat ciuman itu. Penyesalan, permintaan maaf, perasaannya, harapannya, rasa takutnya. Bima ingin Dinda mengerti.Ciuman Dinda terasa seperti kelegaan setelah keputusasaan. Seperti oasis di padang gurun. Seperti udara bebas setelah penjara.Dinda lalu mundur perlahan. Wajahnya tampak terkejut. Ia menangkupkan tangan ke mulutnya dan menahan teriakkannya.“Maaf,” gumamnya.Bima menatap Dinda dengan bingung. Mengapa Dinda begitu terkejut padahal dia yang memulai semuanya? Akan sangat konyol jika dia menganggap mereka ada di alam mimpi.“Aku.. aku tadi mimpi...”“Kamu mimpi kita ciuman?” Bima tak tahan untuk menggoda Dinda yang terlihat begitu menggemaskan. Gadis itu
Baca selengkapnya
Bab 36
Jantung Dinda hampir melompat dari rongganya saat dia membaca artikel itu di sebuah portal berita online. Di bawah artikel itu ada beberapa fotonya bersama Bima di lobi apartemennya. Foto itu diambil dari belakang sehingga wajahnya tidak terlihat. Tetapi tangan Bima menempel di punggungnya, membuat mereka terlihat seperti pasangan. Foto terakhir adalah saat mereka berdiri menunggu di depan lift.Dinda mendorong yogurtnya. Dia kehilangan selera makan meskipun perutnya berbunyi sejak tadi. Jari-jarinya menari di layar ponselnya, menutup berita itu dan melakukan panggilan pada Bima. Untung saja pria itu menganggat di deringan pertama.‘Ada urusan terkait pekerjaan seperti apa sampai kamu telepon sepagi ini?’Dinda menelan kembali kata-katanya. Ia masih ingat wajah Bima kemarin saat dia memutuskan agar mereka tidak perlu berhubungan lagi. Bima tidak menyukai ide itu dan menentangnya. Dia bilang akan membayar kesalahannya. Dinda bilang mereka impas jika Bima menyetujui permintaannya. Merek
Baca selengkapnya
Bab 37
“Maaf, Din.”Dinda membiarkan kedua tangannya tetap berada di sisi tubuhnya dan tidak membalas pelukan Bima betapapun dia ingin melakukannya. Dia menunggu selama beberapa saat sebelum mengurai kedua tangan Bima yang memeluknya dan mundur satu langkah.“Kamu lembur?” tanya Bima. Matanya memancarkan kekecewaan karena Dinda menjauh darinya.“Enggak,” jawab Dinda.“Kenapa baru pulang? Aku nunggu kamu dari sore.”Dinda merasa dejavu. Hanya saja keadaannya berbalik. Dulu ia yang sering menunggu Bima pulang kerja hingga larut.“Aku mampir ke kafe bareng yang lain. Kenapa nggak telepon?”“Telepon kamu nggak bisa dihubungi.”“Ah, iya.” Dinda baru ingat kalau dia mematikan ponselnya agar tidak tergoda untuk melihat perkembangan hubungan Chelsea dan Bima. “Hapeku mati. Ada apa?”Bima mengangguk. “Boleh aku masuk?”Meski ragu, Dinda mengangguk mengizinkan Bima masuk bersamanya. Dia memimpin dan membiarkan Bima masuk terlebih dulu sambil berpikir mengapa pria itu menunggunya begitu lama.“Silakan
Baca selengkapnya
Bab 38
Dinda panik. Dia memeriksa pakaiannya. Masih lengkap. Tatapannya lalu beralih pada pria di sampingnya yang menutup matanya kembali. Pakaiannya juga masih lengkap, hanya dua kancing kemejanya yang paling atas terlepas.Otak Dinda sibuk mengingat apa yang terjadi hingga Bima tidur di sampingnya. Yang dia ingat semalam pria itu bilang akan tidur di sofa. Mereka tidak melakukan apa-apa lagi. Dinda masuk ke kamarnya dan tidur.“Semalam kamu mimpi buruk lagi. Sampai teriak,” kata Bima. Matanya masih tertutup, tapi sebenarnya dia sudah bangun saat alarm Dinda berbunyi. “Aku khawatir, jadi aku masuk dan bangunin kamu. Tapi kamu malah meluk aku kenceng banget.”Dinda memukul lengan Bima dan membuat pria itu terlonjak duduk.“Sakit, Din,” ucapnya sambil mengelus lengannya yang dipukul.“Jangan bohong!”“Apanya yang bohong? Kamu beneran meluk aku semalam.”Pipi Dinda merona. Mungkin dia memang melakukannya, tapi Dinda tidak terlalu ingat. Dia bahkan tidak ingat mimpi itu datang.“Aku mandi dulu.
Baca selengkapnya
Bab 39
Kartika, Chelsea, dan seorang wanita lainnya berdiri di samping meja Dinda dan Aldi.“Boleh saya duduk di sini?” tanya Kartika. “Tempat duduk lainnya agak terbuka dan kami nggak mau ada paparazzi yang ambil foto Chlesea sembarangan.”Aldi segera berdiri dan mengangguk hormat pada istri bosnya itu. “Bu Tika mau saya carikan private room?”“Nggak usah, Di. Di sini aja. Kalian nggak keberatan, kan?” Pertanyaan itu ditujukan pada Dinda, yang ikut berdiri karena alasan sopan santun.“Kami bisa pindah tempat duduk─”Kartika memotong ucapan Aldi. “Nggak perlu, Di. Kasian nanti waitress-nya bingung.”Rombongan wanita itu akhirnya duduk bergabung bersama Dinda dan Aldi. Kartika duduk di samping Aldi, bersebelahan dengan wanita lain yang datang bersama mereka. Sedangkan Chelsea duduk berhadapan dengan wanita itu, menyisakan sebuah kursi kosong di samping Dinda yang ia gunakan untuk meletakkan tas mewahnya.“Maaf, ya, jadi mengganggu kalian,” ucap wanita paruh baya yang datang bersama Kartika. “
Baca selengkapnya
Bab 40
“DASAR PELAKOR!”Dinda tidak bisa menghitung berapa banyak ponsel yang menyorot dan merekam semuanya. Mungkin dalam beberapa jam dia akan dikenal oleh banyak orang sebagai pelakor. Wajahnya akan muncul di mana-mana dan orang-orang di jalanan akan mengenalinya.Chelsea berteriak sambil menangis. Dia meneriakkan kata-kata lain tapi Dinda tidak bisa mendengarnya. Telinganya berdengung. Di depannya Chelsea masih berteriak tanpa suara sambil menunjukknya. Dinda berhitung di kepalanya. Menggumamkan mantra pernapasan yang menjadi andalannya.“Nggak tahu malu.”“Murahan.”“Pelakor.”Hanya beberapa kata yang bisa Dinda tangkap. Tapi dia bisa melihat gambaran besarnya. Orang-orang mulai berbisik-bisik membicarakannya dan memilih kubu.Pandangan Dinda mulai mengabur. Dia bisa merasakan air matanya menggenang dan bisa jatuh kapan saja.Tolong jangan sekarang, Dinda memohon pada dirinya sendiri.Apapun yang terjadi, dia tidak boleh terlihat lemah.Setelah beberapa saat akhirnya Chelsea berhenti. W
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status