บททั้งหมดของ Terjerat Kontrak dengan Pria yang Kutolak: บทที่ 41 - บทที่ 50
61
41. Undangan Pergi
Sore ini Sahrul sangat senang karena dijemput menantunya untuk menjenguk anaknya. Sudah lama Sahrul tidak datang ke rumah sakit karena dirinya disuruh banyak istirahat oleh Revan. Kini Sahrul membawa banyak mainan untuk anaknya. “Kaivan beneran sudah sembuh kan?” tanya Sahrul saat berjalan di lorong rumah sakit. “Sudah, Yah. Recovery berjalan baik, dia mau makan makanan yang bergizi,” jawab Revan. Sesampainya di depan ruang rawat Kaivan, Sahrul berhenti sejenak, pria itu mendengar ocehan anaknya yang ingin sekolah dan dibalas oleh Dara. “Ayo masuk, Yah!” pinta Revan membuka pintunya. Sahrul segera masuk dan melihat sang anak yang badannya lebih berisi dari sebelumnya yang kurus kering. “Ayah!” teriak Kaivan yang sangat memekakkan telinga. “Ayah … ayah … ayah … aku kangen Ayah!” teriak Kaivan lagi yang ingin melompat turun, tetapi ditahan oleh Dara karena ada selang infus di punggung tangan sang adik. “Kaivan, ini Ayah bawain kamu banyak mainan,” ujar Sahrul memberikan paper bag
Read More
42. Nonton Berdua
Malam ini Revan mengajak istrinya jalan-jalan. Sudah hampir satu bulan dia menikah dengan Dara, tetapi baru kali ini mereka jalan-jalan santai. Layaknya orang yang baru pacaran, tangan keduanya saling bertautan. Mereka jalan menuju air mancur yang penuh dengan lampion kecil membuat pemandangan malam sangat indah. “Kenapa aku baru tau ada tempat yang bagus kayak gini?” tanya Dara pada dirinya sendiri. “Kamu suka tempatnya?” tanya Revan yang diangguki oleh Dara. “Kalau kamu suka, aku akan membeli semua tempat di sini. Jadi kamu bisa datang kapan saja dan tidak ada yang mengganggu,” kata Revan. Dara mencubit perut Revan membuat pria itu mengaduh kesakitan. “Aduh, kenapa sih cubit-cubit? Kamu mau menggodaku ya?” tanya Revan menaik-turunkan alisnya. “Enak saja. Kamu jangan seenaknya mau membeli semua tempat di sini. Tempat ini milik umum,” jelas Dara. “Tapi dengan uangku aku bisa membelinya,” jawab Revan. Dara memelototkan matanya, bukannya membuat Revan takut, pelototan Dara membua
Read More
43. Keributan
Lampu bioskop yang tadinya padam kini menyala lagi saat film sudah selesai diputar. Dara menghapus air matanya yang keluar karena terlalu banyak tertawa. Sedangkan Revan yang merasa terganggu dengan cahaya lampu pun segera membuka matanya. Pria itu kaget melihat mata Dara yang sembab. “Dara, kenapa kamu menangis?” tanya Revan menangkup wajah Dara. “Apa ada yang menyakitimu?” tanya Revan lagi. Pria itu tidak sadar diri kalau selama ini dia lah yang menyakiti Dara. “Aku menangis bukan karena sedih, tapi karena filmnya lucu. Kamu sih melewatkan film yang bagus. Sudah kesini tapi malah tidur,” kata Dara. “Aku hanya suka film misteri dan film di situs xxxx,” jawab Revan. “Kelihatan sih dari tampangnya,” ejek Dara. “Memangnya kenapa tampangku?” tanya Revan. “Tampang-tampang cabul,” jawab Dara seraya tertawa. Revan mencubit hidung sang istri dengan kencang membuat Dara menepuk-nepuk tangan suaminya. “Kita harus cepat kembali!” ajak Dara segera berdiri dan memunguti bungkus popcorn jug
Read More
44. Berbincang Dengan Mertua
Revan tengah merenung di kamarnya karena memikirkan akan pergi apa tidak. Dia sudah mengatakan pada direktur rumah sakit kalau tidak minat dengan beasiswa itu, tetapi direktur bilang banyak pasien yang membutuhkannya. Namun, Revan enggan meninggalkan sang istri dan adiknya. Dengan Dara dia merasakan kehangatan keluarga, Revan tidak mau pergi begitu saja. Di kamar mandi dapur, Dara muntah-muntah karena perutnya bagai diaduk-aduk. Perempuan itu memegang perutnya yang terasa sakit dan kram. Sudah dua hari Dara muntah-muntah, tetapi perempuan itu tidak mau memberitahu suaminya. Keturunan Dara mempunyai penyakit kanker, terbesit di pikiran Dara kalau dia juga mengalami hal yang sama. Saat mengusap rambutnya, Dara menahan air matanya yang mendesak turun. Di telapak tangan Dara penuh dengan rambut rontok. Isakan kecil lolos dari bibir Dara, pun dengan air mata yang sejak tadi dia tahan akhirnya keluar juga. Dara merasa nasib hidupnya tidak pernah baik. Dia berjuang mengobati Ayah dan adikn
Read More
45. Tidak Akan Menghalangi
Dara memilih pergi karena tidak mau menanggapi ibu mertuanya lagi, sedangkan Sahrul masih berada di sana karena tidak enak harus pergi juga. “Maafkan anak saya yang pergi begitu saja,” ucap Sahrul. “Ah tidak apa-apa,” jawab Selin. Selin menatap Sahrul dengan lekat, “Pak, sebagai orang tua pasti Bapak berharap yang terbaik untuk Dara. Begitu juga aku, aku ini ibuya Revan, dari Revan kecil aku mengasuh Revan sepenuh hati, menyiapkan masa depannya agar lebih baik. Tapi dia malah menikah dengan perempuan yang tidak aku sukai,” ujar Selin tidak ada malu-malunya sama sekali. “Apa yang salah dengan Dara? Apa karena dia miskin lalu Anda tidak menyukainya?” tanya Sahrul. “Aku ini sedikit malu kalau Dara yang menjadi menantu, Pak. Sampai saat ini aku masih berharap Revan dan Dara berpisah. Revan punya banyak impian, tetapi karena Dara, Revan harus mengubur impiannya. Uang yang Revan cari hanya digunakan untuk pengobatan Kaivan yang tidak murah. Seharusnya tanggung jawab Kaivan itu tanggung
Read More
46. Pisah
“Dokter, bagaimana keadaan Ayahku?” tanya Dara pada Arhan yang tengah memeriksa Ayahnya. Dara tidak tau Dokter mana pun kecuali Dokter Arhan, pun dengan dokter itu yang menangani Ayahnya saat di rumah sakit. “Sebelumnya Bapak makan apa?” tanya Arhan. “Ayah makan apa?” tanya Dara lagi pada Ayahnya. Sahrul tampak menimang-nimang sebelum menjawab. “Saat saya menyetujui keluar dari rumah sakit, keadaan Bapak sudah membaik. Sel kanker juga sudah diangkat, tidak mungkin kambuh dalam secepat ini. Jadi, muntah dan pusing yang dialami mungkin karena efek makanan,” jelas Arhan. “Minum kopi,” jawab Sahrul. “Ayah minum kopi yang diberikan Selin?” tanya Dara setengah berteriak. Sahrul menjawab anaknya dengan anggukan kepala. “Sudah aku bilang sejak awal untuk tidak meminum apa-apa darinya, kenapa Ayah masih saja minum?” tanya Dara yang kini marah. “Dara, tenang dulu. Lebih baik diadakan cek lab untuk melihat masalahnya,” ujar Arhan melerai. “Untuk cek saya butuh urine dan diambil darahnya,
Read More
47. Memilih Pergi
“Apa yang sudah ibu lakukan pada mertuaku?” tanya Revan mendesis saat keadaan sudah kondusif. Saat ini Digo dan Selin tengah duduk di sofa, sedangkan Revan dan Risya berdiri. “Bisa tidak kalau ibu tidak usah ikut campur dengan urusanku dan urusan Dara? Bisa-bisanya ibu tega mencelakai Ayah Dara,” tambah Revan. “Memangnya kenapa kalau ibu tega? Ibu melakukan ini juga gara-gara kamu,” seloroh Selin yang balik menyalahkan anaknya. “Ibu yang mengurus kamu sejak kecil dan yang menyekolahkan kamu, tapi saat besar kamu tidak mau diatur dan memilih perempuan lain daripada ibumu sendiri. Lihat ini! Perempuan yang kamu pilih membuat pipi ibu sakit. Dia perempuan yang tidak berpendidikan, tidak diajari sopan santun—” “Diam!” bentak Digo membuat Selin menghentikan ucapannya.“Kamu sudah membuat celaka orang dan sekarang kamu tidak mau disalahkan. Sebenarnya wanita apa yang aku nikahi?” tanya Digo menatap tajam istrinya. “Dengan seenaknya kamu membuat rumah tangga anakmu renggang. Sekarang te
Read More
48. Masih Peduli
“Sekarang kalau kamu ingin mencelakai adikmu sendiri, silahkan bawa adikmu pergi dari sini! Aku tidak peduli lagi dengan urusanmu dan urusan adikmu!” sentak Revan saat Dara terus diam. “Aku akan kembalikan uang—” “Aku tidak butuh kamu mengembalikan uang yang sudah kuberikan. Aku sedekahkan ke kamu yang membutuhkan,” sela Revan dengan cepat. Setelahnya Revan segera pergi meninggalkan Dara dengan perasaan yang sangat kesal, sepanjang koridor rumah sakit pria itu menghapus air matanya. Dara mengusap puncak kepala adiknya yang tengah tertidur, perempuan itu sebenarnya tidak tega membawa adiknya keluar dari rumah sakit, tetapi Dara pun sangat takut kalau adiknya bertahan di sini. “Permisi, Bu Dara,” sapa Alvian yang kembali masuk. “Iya, Dokter,” jawab Dara. “Bu Dara mengajukan rawat jalan untuk Kaivan, pihak rumah sakit menyetujui tetapi dengan syarat ada Dokter yang menangani setiap hari. Saya ditugaskan untuk menjadi Dokter Kaivan,” ucap Dara. “Bagaimana dengan pembayarannya, Dok?
Read More
49. Bau Cinta
Devano menjadi pembicaraan publik karena dasi yang dia kenakan sangat lucu membuat karyawannya terheran-heran. Bahkan gambar-gambar Devano yang memakai dasi juga tersebar luas di grup kantor. Satu minggu sudah Devano memakai dasi itu membuat orang juga bertanya-tanya darimana asal dasi itu. “Pak Devano, tidak niat ganti dasi?” tanya Gelya pada Bosnya. “Tidak,” jawab Devano seraya menyusuri koridor kantor. Jam masih menunjukkan pukul sebelas siang, tetapi Devano sudah ngebet pengen pulang. “Pak, dasi itu sudah Anda pakai tujuh hari. Kalau tidak ganti-ganti, orang akan mengatakan kalau Pak Devano tidak punya dasi lain. Citra Bapak akan hancur di hadapan klien dan rekan-rekan lainnya,” jelas Gelya. Pasalnya Devano orang dengan tingkat narsis yang paling akut, tetapi malah tidak ganti dasi. “Baunya juga gak enak kalau terus dipakai,” cicit Gelya pelan. Devano mencium dasi itu sejenak, “Masih wangi kok,” jawab Devano. Ya jelas wangi karena bau yang Devano cium adalah bau cinta.“Pak—”
Read More
50. Sudah Tidak Peduli
Sudah satu minggu sejak kepergian Dara ke rumah kontrak, sejak saat itu juga Revan merasa tidak semangat menjalani hidupnya. Revan sudah terbiasa ada Dara di sisinya, tetapi Dara malah meninggalkannya. Pun dengan Revan yang kembali gampang marah. Karyawannya di perusahaan tambang lah yang sering menjadi sasaran pelampiasan Revan. Sungguh Revan sangat merindukan istrinya, tetapi dia takut kalau kedatangannya membuat Dara marah. Pun dengan Revan yang ingin tau sampai kapan Dara akan bertahan tanpa dirinya. “Dokter, ini rekam medis pasien ranjang nol sembilan,” ucap Alvian menghampiri Revan yang tengah menatap komputer untuk melihat jaringan tumor pada pasien. “Hem,” terimakasih,” jawab Revan. “Dokter, istri Anda baik-baik saja. Saya sudah memberikan uang pada ibu kontrakan untuk membelikan buah dan makanan enak untuk Dara,” ucap Alvian lagi. “Pastikan Dara tidak tau kalau itu dariku!” tita Revan yang diangguki oleh Revan. Alvian menatap Revan dengan seksama, Alvian tidak tau maksud
Read More
ก่อนหน้า
1234567
DMCA.com Protection Status