Revan Arjuna, pria berusia dua puluh sembilan tahun yang sukses menjadi Dokter Spesialis Kanker. Pria itu menyukai Dara, teman adiknya, tetapi sayangnya gadis itu sulit didekati. Hingga suatu ketika Dara menawarkan diri menjadi wanita sewaan Revan. Tentu saja Revan tidak menolak. Hubungan mereka dimulai dari percintaan panas satu malam yang membuat Revan membenci Dara. Bagi Revan, Dara adalah perempuan murahan yang rela ditiduri demi sejumlah uang. Revan menampar pipi Dara, "Nikmatilah percintaan panas kita!" desis Revan membuat Dara semakin menangis.
View More“Ini bayaranmu!" desis seorang pria tampan melemparkan uang ratusan ribu berlembar-lembar ke wajah seorang perempuan yang tengah berlutut di depannya.
Dara terus menangis sesenggukan, benar-benar Dara merasa harga dirinya hancur karena rela memberikan sesuatu berharga demi uang. Dara Kirana, seorang perempuan cantik nan manis dengan rambut panjang serta gigi gingsulnya. Sejak dulu Dara mempunyai prinsip untuk bekerja keras yang penting halal, tetapi malam ini semua berubah saat dia rela memberikan mahkota berharganya pada Revan.
Selama ini Dara berusaha mendapatkan banyak uang dengan susah payah agar hidupnya terjamin. Mulai menjadi tukang bersih-bersih di rumah orang tua Revan, sampai dia bekerja di bar. Akan tetapi saat usianya memasuki dua puluh tiga tahun, kehidupan Dara semakin runyam hingga tiba di malam ini dia pasrah menjadi pelacur satu malam.
"Apa yang harus kamu katakan padaku?" tanya Revan mencengkram dagu Dara dengan kasar sampai membuat Dara meringis kesakitan.
“Te— terimakasih,” ujar Dara. Revan melepaskan cengkraman dagunya kasar, sedangkan Dara segera memunguti uang yang diberikan oleh Revan.
“Cepat pergi dari sini!” titah Revan kembali mengambil uang yang lain dan melemparnya tepat ke kepala Dara yang membungkuk memakai baju. Air mata Dara semakin deras, bahkan anjing saja lebih berharga dari Dara saat ini.
“Semoga kita gak bertemu lagi,” ucap Dara.
“Aku juga tidak sudi bertemu apalagi memasukimu lagi. Bagiku hanya cukup sekali bersama setiap wanita, tidak ada dua kali karena tidak menarik sama sekali,” jawab Revan.
Dara memunguti lagi uang yang berserakan dan bergegas pergi dari kamar mewah itu. Perempuan itu menangis di setiap langkahnya. Dara dan Revan sudah kenal lama, saat itu Dara sering ke rumah orang tua Revan karena dia berteman dengan Risya, adik Revan, hingga keluarga mereka menawarkan pekerjaan untuk Dara sebagai tukang bersih-bersih.
Awalnya semua baik-baik saja, tetapi makin lama Revan gencar mendekati Dara hingga membuat Dara risih. Pun dengan Revan yang makin lama makin kurangajar hingga pertemuan mereka tidak pernah memberikan kesan baik.
Di dalam kamar hotel Revan menatap darah yang berceceran di sprei. Setelahnya Revan menarik spreinya dengan kencang dan melemparkan asal.
Revan Arjuna, pria berusia dua puluh sembilan tahun yang merupakan Dokter spesialis kanker yang memiliki perawakan tinggi tegap dengan kulit yang lumayan putih. Pria itu sudah lama mendambakan Dara untuk berada di bawah kungkungannya, tetapi Dara sangat susah didekati. Namun saat Dara sudah tunduk di bawahnya, perasaan Revan malah campur aduk tidak karuan.
Revan tidak tau harus senang apa marah, dia senang karena mendapatkan Dara sebagai wanita yang tidak berdaya di bawahnya, tetapi juga marah karena dengan murahnya Dara mau dengannya hanya karena uang.
Dara keluar dari hotel mewah itu dan berjalan tergesa-gesa menuju tempatnya bekerja. Selain menjadi tukang bersih-bersih di rumah orang tua Revan dan Risya, Dara bekerja di bar sebagai pelayan, meski dalam pekerjaannya tidak mudah, tetapi asal uangnya banyak Dara akan melakukannya.
Sama halnya Risya, Dara juga lulus kuliah dengan gelar sarjana ekonomi, tetapi nasibnya tidak sebagus Risya yang bisa bekerja di perusahaan Ayahnya. Sedangkan Dara? Lebih dari dua puluh lamaran pekerjaan, satu pun tidak membuahkan hasil. Dara terus terjebak dalam lingkaran penuh maksiat.
Sesampainya di tempat kerja, Dara segera mengantarkan minuman untuk para pelanggan di kelas vip. Paras Dara yang cantik membuat banyak mata menyukainya, jadilah Dara berada di kelas atas untuk memanjakan para pria hidung belang berduit.
“Silahkan dinikmati, Tuan,” ucap Dara meletakkan dua minuman di meja dua orang pria.
“Berapa?” tanya pria itu kepada Dara.
“Ayolah, dia tidak mau menjual tubuhnya. Aku sudah memintanya berkali-kali,” sahut salah satu pria asing itu.
Dara menegakkan tubuhnya dan bersiap pergi, tetapi matanya terpaku kepada pria yang baru saja datang seraya menampilkan seringaiannya.
“Siapa bilang dia tidak mau menjual tubuhnya?” tanya Revan seraya menaikkan sebelah alisnya.
“Aku baru saja merasakannya,” tambah Revan segera duduk di samping dua temannya.
“Waah, benarkah? Bagaimana rasanya?” tanya teman Revan seolah hal itu bukanlah pembicaraan yang tabu.
Dara mengepalkan tangannya saat dia lagi dan lagi dilecehkan oleh pria-pria kaya itu.
“Aku punya rekamannya bagaimana dia mendesah di bawahku,” ucap Revan membuat Dara membulatkan matanya.
“Jangan sembarangan!” bentak Dara segera mendekati Revan. Sedangkan Revan hanya tertawa kecil.
“Aku akan menyebarkan ke publik, pasti sangat menyenangkan ketika tubuhmu dinikmati banyak orang,” ucap Revan menatap Dara dari atas sampai bawah dengan pandangan mesumnya, bahkan pria itu juga menjilat bibirnya dengan sensual seolah dia akan melahap Dara hidup-hidup.
“Kamu pria kejam yang pernah aku temui!” sentak Dara sambil menunjuk Revan. Dengan sigap Revan menarik tangan Dara dan mengarahkan ke tubuh bawahnya.
“Tolong!” teriak Dara memanggil rekan-rekannya agar dia selamat dari manusia jahanam bernama Revan, tetapi tidak peduli bagaimana dia berteriak, satu pun temannya tidak ada yang menolongnya.
“Nikmat sekali, Dara,” ucap Revan seraya mendesah pelan.
Tadi Revan juga mengatakan tidak ingin bertemu Dara, tetapi nyatanya Revan tetap menyusul perempuan itu di tempatnya bekerja. Lagi dan lagi Dara merasa hina diperlakukan seperti ini oleh Revan.
“Lepaskan aku!” pinta Dara.
“Memohonlah dulu padaku!” pinta Revan. “Memohon seperti anjing kecil,” tambah Revan.
Dara bersimpuh di lantai seraya tangannya masih dipegang oleh Revan. “Tu– Tuan, lepaskan aku!” pinta Revan.
Revan tertawa terbahak-bahak melihat Dara, setelahnya pria itu melepaskan tangan Dara. “Inilah akibatnya kamu menolakku, Dara. Kemarin-kemarin kamu sok jual mahal, ternyata kamu semurah ini,” bisik Revan menendang tubuh Dara hingga Dara terjengkang. Tanpa memperdulikan sakitnya, perempuan itu bergegas pergi menjauhi Revan.
****
Keesokan harinya merupakan hari pertama Revan dipindah tugaskan ke rumah sakit yang lebih besar di kotanya. Pria itu keliling kamar bersama beberapa perawat dan Dokter magang.
Revan memasuki satu kamar yang diisi beberapa pasien kanker, baru juga masuk kamar, pria itu sudah disambut dengan anak kecil yang tengah kejang-kejang dengan hidung yang ada selang oksigen. Dokter jaga segera memberikan penanganan khusus untuk bocah itu.
“Dokter, anak ini kenapa?” tanya Revan segera mendekat.
“Anak ini menderita leukimia stadium tiga, kami sedang menunggu pihak keluarga membayar kemoterapi untuk melanjutkan prosedurnya,” jelas Dokter Arhan yang juga menangani kanker.
“Kenapa harus menunggu pembayaran kalau keadaan pasien sudah seperti ini? Saya yang akan menanggung biayanya,” ujar Revan dengan tegas segera mengangkat anak itu untuk dibawa ke ruang kemoterapi.
Revan berlari keluar kamar dengan tergesa-gesa, saat melewati ruang administrasi, pria itu melihat Dara di sana. Kebetulan Dara menatap ke arah Revan, mata perempuan itu membulat saat melihat adiknya dalam gendongan Revan.
“Mau kau bawa kemana adikku?” tanya Dara menjerit karena takut adiknya diapa-apain oleh Revan.
Revan tidak menanggapi dan membawa adik Dara ke ruang kemoterapi, pun dengan Arhan yang mengejar Revan.
“Dokter Arhan, saya sudah membayar biaya kemoterapi dan rawat inap. Jangan usir adik saya!” teriak Dara yang kini mengejar dua Dokter itu.
Hari ini Dara kesal setengah mati karena suaminya tidak bilang-bilang saat menjemput adiknya, sedangkan dia sudah jalan kaki ke sekolah capek-capek. Sampai pukul dua belas siang, Revan tidak membawa adiknya pulang membuat Dara bingung mau ngapain. Kalau ada Kaivan, Dara bisa bermain dengan adiknya. Dara berusaha menghubungi Revan, tetapi nomor pria itu tetap tidak aktif. Hingga mata Dara memicing saat mengingat ucapan adiknya kalau Revan pernah ditatap oleh Putri tanpa berkedip. Dara mondar-mandir di ruang tamu rumahnya, sesekali perempuan itu melihat hp yang dia genggam. Hingga suara mobil masuk ke halaman rumahnya terdengar. Buru-buru Dara berdiri di depan pintu yang masih tertutup rapat. Suara langkah kaki dan celotehan terdengar, hingga pintu terbuka menampilkan wajah Revan yang kini menatapnya. “Kakak, aku tadi ikut Kak Revan ke rumah sakit. Di sana susternya cantik-cantik. Kenapa pas aku sakit dulu susternya bukan suster itu?” tanya Kaivan. “Masih kecil sudah genit, sana ga
“Aku tidak mau melihatmu lagi. Pergi dari sini!” titah Revan mendesis. “Revan, kedatangan ibu ke sini membawakan buah untuk istri kamu. Ini ibu beli banyak, ada makanan juga untuk Kai,” jawab Selin. “Istriku tidak butuh! Lagipula tidak ada yang menjamin apa buah dan makanan itu bebas dari racun. Aku bisa menjamin kehidupan istri dan adikku sendiri!” desis Revan. Sebenarnya Revan tidak tega mengatakan demikian, tetapi kekecewaan Revan pada ibunya sudah di ujung tanduk. Karena ibunya, hubungannya dan Dara sempat renggang. Revan tidak mau mengambil resiko lagi. “Revan, ibu mengaku salah yang kemarin. Tapi kali ini ibu memang membelikan buah dan makanan untuk kalian tanpa ada niat apapun. Ibu—” “Pergi dari sini!” bentak Revan membuat Selin kaget. Tidak hanya perempuan itu, tetapi juga Kaivan yang kini sangat takut. Dara yang mendengar keributan pun segera keluar, “Revan, kenapa kamu teriak-teriak?” tanya Dara. Dara melihat Selin yang di tangannya memegang kantong plastik dan bebera
Revan merasa kehidupannya yang sekarang sangat menyenangkan. Dimana ada istri di sisinya, ada juga adik iparnya yang menyebalkan. Saat ini Revan tengah sibuk membuatkan susu ibu hamil untuk istrinya, sedangkan istrinya sibuk dengan pakaian baru Kaivan. Hari ini pertama kali Kaivan masuk sekolah, bocah itu sangat antusias karena ini yang dia inginkan“Sudah siap pakaiannya, kamu ganteng banget pakai seragam ini,” puji Dara pada adiknya. “Dara, susunya sudah siap. Diminum gih!” pinta Revan pada istrinya. “Iya, sebentar,” jawab Dara. “Kakak, ini tuh dasinya gak gini. Ini masih miring,” rengek Kaivan karena dasi yang dipakaikan kakaknya miring. Dengan sigap Dara membenarkan dasi adiknya. Revan yang melihat itu segera melepas kancing kemejanya dan mengacak sedikit kerahnya. “Sayang, bajuku berantakan,” rengek Revan bagai anak kecil. Dara menatap ke kerah baju Revan. “Tadi aku lihat sudah rapi, kenapa sekarang kayak gitu?” tanya Dara pada suaminya. “Entahlah,” jawab Revan. Dara meng
“Kaivan, makan yang banyak biar cepet gede!” pinta Devano berusaha menyuapi Kaivan, tetapi Kaivan tetap lari-larian. Malam ini Devano dan Risya mengajak Kaivan ke time zone, Devano ingin Risya melihatnya sebagai pria yang sayang anak-anak agar Risya cepat mengatakan kalau mau menikah dengannya. Namun, Kaivan sangat sulit diajak kerja sama, bocah itu terus lari-larian saking senangnya. Kaivan tidak pernah diajak ke sini oleh kakaknya. “Kaivan, cepet makan!” titah Devano mendekati Kaivan lagi. “Om, tadi Kak Revan kasih aku uang, aku mau main game lempar bola itu,” ujar Kaivan mengeluarkan uang dari sakunya. Devano mengembalikan uang itu lagi ke saku Kaivan. “Om punya banyak uang, jadi Om saja yang bayar. Yang penting kamu makan!” desis Devano terus berusaha menyuapi Kaivan. Risya tertawa geli karena Kaivan tidak mau disuapi, “Makannya jadi orang yang lemah lembut biar anak-anak menyukai. Anak-anak itu jujur, kalau dia tidak mau disuapi tandanya kamu bukan orang yang baik,” oceh Ris
Saat ini Dara tengah menundukkan kepalanya di ruang tamu rumahnya dan Revan, perempuan itu tidak berani menatap suaminya yang kini berdiri di depannya. Melalui ekor matanya Dara melihat sang suami tengah mondar-mandir seraya bersedekap dada. Saat Dara akan melihat lebih jelas, buru-buru Dara menunduk lagi. “Sudah puas kaburnya?” tanya Revan menatap istrinya. “Hem,” jawab Dara. “Sekarang kenapa menemuiku? Apa sudah bosan kabur terus atau sudah—”“Karena aku mendengarmu tengah sama wanita lain, makanya aku datang lagi,” jawab Dara yang kini berdiri dari duduknya. Perempuan yang tadinya malu menatap wajah suaminya kini menjadi berani dan mendorong tubuh Revan hingga Revan menubruk tembok belakangnya. Brak!Dara memukul tembok tepat di sebelah kepala Revan membuat pria itu kaget. “Aku hanya kabur, tidak bercerai denganmu. Saat aku mengatakan pisah, kamu juga tidak melayangkan perceraian padaku. Jadi aku dan kamu masih suami istri. Saat aku mendengarmu sama perempuan lain, jelas aku ke
Dara merasa terancam dengan keberadaan perempuan lain di hidup Revan. Revan bilang hanya menyukainya, tetapi Revan malah sama yang lainnya. Saat ini Dara pulang tanpa membawa barang apapun, juga Dara tidak memberitahu Ayahnya. Sesampainya di rumah Revan, Satpam bilang kalau Revan tidak ada di rumah, alhasil Dara tidak jadi masuk karena tidak berani. “Nyonya, kenapa tidak masuk?” tanya penjaga keamanan itu pada Dara. Sedangkan Dara hanya menggeleng pelan. “Biasanya Pak Revan kalau keluar malam, pulangnya juga larut,” ujar pak Satpam membuat Dara mengangguk. Dara bersiap pergi, tetapi kembali lagi, “Pak, kalau boleh tau dimana perginya Revan?” tanya Dara. “Biasanya kalau malam sih di bar,” jawab pria di depan Dara itu. Dara membelalakkan matanya, ternyata Revan masih sering keluar masuk bar. Perempuan itu menuju ke taksi yang menantinya. Di sisi lain Revan tengah bersama rekan-rekan bisnisnya, pria itu sudah banyak minum, tetapi tidak membuatnya mabuk, sedangkan teman-temannya sud
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments