Semua Bab Rupanya Aku Istri Kedua: Bab 21 - Bab 30
74 Bab
Sikap Aneh Suami
“Aku akan mengurus Bang, please jangan bilang sama mama dulu. Aku menerima pernikahan ini dan aku juga yang akan menyelesaikannya.” Yudith berkata pelan pada Galuh yang berdiri di ambang pintu ruang kamar rawat Rajendra. Setelah menjalani sepuluh hari perawatan di rumah sakit, Rajendra diperbolehkan pulang. Mama dan ibu mereka begitu marah dan terus bertanya apakah pelaku sudah ditangkap atau belum. Rajendra mengatakan jika ia sudah melaporkan dan sedang di cari. Di hari kepulangan, Galuh ikut datang karena diminta mama Yudith membantu Rajendra. “Iya iya ... kamu memang sudah dewasa.” Galuh mengacak rambut Yudith di bawah tatap Rajendra yang sedari tadi memperhatikan mereka. “Kamu harus langsung bilang aku kalau kupret itu bertingkah, ok?” Galuh mengatakannya berbisik, namun Rajendra masih dapat mendengar dengan jelas. Yudith mencubit lengan sepupunya yang tertawa akan ucapannya. Mereka pulang dengan diantar
Baca selengkapnya
Tangisan Ibu Mertua
“Ibu telepon aku kenapa aku enggak ikut kamu ke rumah, kamu ke tempat ibu?” berondong Yudith saat Rajendra sampai rumah pukul tujuh malam. “Iya tadi balik dari kantor, hanya sebentar karena ibu bilang sedang pusing. Aku pikir kamu lembur lagi,” jawab Rajendra. “Ibu sakit?” Yudith menegakkan punggungnya yang sedang menikmati potongan buah di ruang TV. “Hanya pusing saja, pas aku datang sudah baik. Ini dibawakan lauk sama ibu.” Rajendra meletakan rantang susun di hadapan Yudith. “Syukurlah, kamu sudah makan di tempat ibu kan? aku sudah makan di luar.” Yudith membawa rantang lauk dari ibu mertuanya ke dapur. “Aku belum makan, biarkan saja di sana nanti aku akan makan setelah mandi.” Rajendra berlalu menuju kamarnya. Yudith menghubungi ibu Rajendra saat suami membersihkan diri, bertanya keadaannya dan mengatakan jika esok akan ke rumah. Namun ibu mertuanya justru mengatakan nanti
Baca selengkapnya
Pengakuan Dosa dan Murka Mama
“Serangan jantung, Ma.” Yudith mengatakan pada mamanya yang datang menjenguk sang besan. “Ya Tuhan .... “ Yudith dan suami membawa ibu ke rumah sakit begitu jatuh pingsan usai menganiaya anaknya sendiri. Rajendra masih terpekur di samping ranjang ibunya yang belum sadarkan diri setelah berada lima jam di ruang ICU. Selama itu juga anak dan menantunya hanya berdiam diri dengan penuh rasa penyesalan. Mama Yudith membelai punggung dan bahu Rajendra yang masih duduk terpekur di kursi memegangi telapak tangan dingin ibunya. Mereka semua diliputi kesedihan mendalam, sedangkan Rajendra selain merasa sangat sedih, ia juga sangat marah dengan Clara yang melanggar kesepakatan untuk tidak menemui ibunya sebelum masalahnya dengan Yudith selesai. “Bagaimana ini?” lirih Yudith.Rajendra menyugar rambutnya. “Aku akan memikirkan secepatnya, setelah ibu sadar ya. Aku sekarang enggak bisa berpikir.” Yudith meng
Baca selengkapnya
Ibu Rajendra Meninggal
Yudith ditarik sang mama pulang setelah mengabaikan permohonan maaf dari menantunya. Tanpa berpamitan pada besan yang selama ini amat ia hormati karena kebaikannya. Rajendra masih terpekur di lantai sepeninggal istri dan mertuanya. Ia terperanjat saat mendengar suara mesin berdering kuat, ibunya kolaps. “Kembali ke rumah hari ini juga. Mama akan temani ambil semua pakaian kamu. Bawa saja pakaian, lainnya tidak perlu,” tegas mama. “Hanya sedikit yang di rumah itu, selebihnya di apartemen abang.” Yudith menjawab dengan tangan di kemudi, mereka berada di jalan menuju rumah Yudith. Mama kaget dengan penuturan Yudith, menoleh dan kembali bertanya melalui tatap matanya. “Galuh tahu?” tanya mama. Yudith menggigit kuat bibir bawahnya, ia kelepasan bicara dan otomatis tidak mungkin berbohong. Yudith mengangguk pelan melirik sang mama yang menghela nafas panjang dengan menutup mata. Yudith hanya terdi
Baca selengkapnya
Pesan Kematian
“Mama ikut, yakin? Mama masih lemah.” Yudith bertanya cemas setelah ia memberitahukan mamanya bahwa ibu Rajendra meninggal dunia, ia akan ke pemakaman sementara mama akan dijaga Galuh. “Tidak mungkin Mama enggak ke sana, beliau besan Mama. Terlepas dari apa pun itu, Mama akan pakai kursi roda karena masih lemas. Galuh kamu cepat izinkan ke dokter,” titah mama tidak ingin dibantah. Maka di sinilah Yudith, mama dan Galuh, di pemakaman ibu Rajendra dengan mama duduk di kursi roda serta masih mengenakan infus. Rajendra masih jongkok menundukkan kepala dengan celana, lengan baju yang kotor dengan tanah usai memakamkan ibunya. Tidak ada tangisan atau air mata, Rajendra hanya menunduk diam di samping pusara ibunya. Yudith di sampingnya juga diam, setelah pembacaan doa selesai, satu persatu pengantar jenazah pulang. Menyisakan mereka berempat, dan masih tidak ada percakapan sama sekali. “Mama ... lebih baik kembali ke rumah sakit,
Baca selengkapnya
Pengadilan Agama
“Tunggu 40 hari,” jawab Yudith. Rajendra menoleh kaget mendengar jawaban Yudith setelah ia mengatakan apa pesan terakhir dari almarhum ibunya untuk Yudith dan untuk dirinya tanpa ia kurangi atau ia tambah. “Tunggu sampai 40 hari setelah almarhum ibu adakan selamatan terakhir. Aku akan penuhi permintaan ibu,” tambah Yudith. “Kenapa harus tunggu 40 hari? bukankah kamu sangat ingin dipercepat?” tanya Rajendra. “Iya, jika bisa hari ini juga akan aku lakukan hari ini. Tapi sangat tidak etis memenuhi permintaan almarhum ibu bahkan saat tanah makamnya masih basah. Kamu tidak perlu berpikir kenapa aku menunda, aku enggak menunda, tapi aku sungguh-sungguh menyayangi ibu seperti mama aku sendiri. Ibu menyayangi aku juga terlepas bagaimana rupa kamu sama aku, aku akan menjadi menantunya sampai beliau 40 hari ke depan. Dan kamu tinggal menyetujuinya saat nanti panggilan dari pengadilan agama. Aku yang mengajukan gugata
Baca selengkapnya
Dipermalukan
“Aku memaafkan kamu ... memang sedari awal aku menyetujui juga. Aku ingin tutup buku mengenai semua yang terjadi kemarin, kamu tentu tahu bukan hal mudah melupakannya. Jadi mari kita lanjutkan hidup kita masing-masing.” Yudith memandang wajah suram mantan suaminya. Rajendra mengangguk, ia tentu saja tidak dapat memberikan bantahan mengenai hal itu. Ia sudah sangat tertampar dengan kepergian ibu tercintanya yang hanya ia miliki. Penyesalannya tiada dapat diceritakan dengan perkataan apa pun jua. Yudith menolak jabat tangan Rajendra dengan memberikan anggukan kecil sebelum meninggalkan tempat bicara mereka. Yudith tidak ingin memberikan sedikit saja celah mengasihani sosok Rajendra. Ia mungkin pernah salah paham dengan perasaannya sendiri, namun kini ia menegaskan bahwa itu hanyalah perasaan semunya.** “Yudith ... bagaimana kamu membawa ini ke depan saya?” Desah kecewa terlepas dari seorang paruh baya yang duduk berhadapan de
Baca selengkapnya
Pertemuan Kembali
“Minum dulu, Dek.” Galuh memberikan botol air mineral dingin yang sudah ia buka tutupnya pada Yudith yang telentang di sofa tanpa blazer dan tanpa heels. Kedua barang tersebut yang biasanya melekat rapi pada badan Yudith, kini teronggok di lantai sembarangan. “Tarik nafas ... tarik nafas dulu yang panjang .... “ Satu kantor langsung tahu saat Yudith yang biasanya tegas berwibawa sampai mengamuk sedemikian besar. Alasannya hanya satu, saat ia tengah menginterogasi empat mata dengan Carlos, ia menerima pesan singkat dari asisten Mr Brahma yang mengatakan akan mengkaji ulang kerja sama mereka. Arti dari mengkaji ulang bagi pebisnis kelas kakap seperti Mr Brahma adalah hampir 80% Yudith yakin batal, gagal total. Dan ia sedari awal mengendus kebohongan Carlos yang menjelaskan bagaimana ia meletakan dokumen dengan map sama di mejanya. “Mr Brahma bilang akan mengkaji ulang kerja sama kita, Abang. You know i mean ar
Baca selengkapnya
Aku Tidak Berdebar-debar
“Tidak perlu saya perkenalkan lagi toh, kalian sudah saling kenal. Semoga tidak musuhan ya,” tukas Mr Brahma. Yudith mengerti pasti Mr Brahma sudah mengetahui jika ia adalah mantan istri dari laki-laki di sampingnya yang tengah tersenyum kecil saat ia mendengar ucapan sang pemilik acara. Yudith dan Galuh dipersilakan duduk di bangku kosong samping Rajendra. Galuh menarik kursi selang satu dari Rajendra agar adiknya tidak duduk bersebelahan dengan laki-laki yang masih menyisakan kebencian di kepala Galuh. “Kami tidak bermusuhan Pak Brahma, sekali lagi selamat sudah memiliki menantu. Saya cukup mengenal sosok Abimana, laki-laki yang baik menurut saya untuk Catherine,” ucap Yudith. “Terima kasih Yudith, sampai saat ini sih saya melihat baik. Tapi kalau besok hari berubah ya tinggal penggal kepalanya,” kelakar Mr Brahma dan menjadikan seisi meja besar tersebut turut tertawa. “Silakan makan dulu ya Yudith, Galuh.
Baca selengkapnya
Capucino Dari Mantan Suami
Yudith melepas cepol rambutnya, merapikan dengan kedua tangannya di hadapan tiga laki-laki dalam satu meja. Hampir lima jam nonstop mereka menekuri layar monitor pada satu ruang kontrol kantornya. “Dek ... kamu bisa pulang duluan, lelah sekali sepertinya?” Galuh memberikan kotak tisu ke hadapan adiknya. “Semua lelah Bang, Abang juga pasti. Kita makan dulu, kita setidaknya memberikan makan pada mereka yang kita seret di hari libur. Terima kasih ya Bapak Arman, dan Bapak Rajendra. Maaf waktu liburnya kami ganggu.” Yudith memberikan senyuman hangat dengan rambut sedikit lebih rapi, ia ikat ekor kuda. “Saya tadi hampir mati sendirian, Bu Yudith. Ingat kalau punya kenalan hebat, pak Rajendra ini. Pak Galuh bilang bawa yang bisa dipercaya, jadi saya tarik saja beliau lagi Gym di rumahnya. Maaf ya Pak Rajendra enggak saya kasih waktu ganti pakaian,” kelakar Arman. “Tidak apa-apa Arman, saya memang tidak punya banyak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status