All Chapters of Hasrat Liar Suamiku : Chapter 31 - Chapter 40
74 Chapters
31. Salah Paham
Mobil berbelok memasuki gerbang, seorang petugas keamanan meminta mobil diberhentikan. Aku ditanyai ini itu setelah kaca mobil diturunkan. Sebab, tidak bisa sembarangan memasuki kawasan meskipun dibawa langsung oleh salah satu penghuni apartemen.Tidak ada identitas yang bisa aku tunjukkan, jadi sedikit dipersulit untuk memasuki kawasan.Robin berdecak kesal, ia berusaha menjelaskan. Namun, petugas keamanan seolah tutup telinga. Tidak ingin mendengar penjelasan apa pun.Robin merogoh saku, ia mengeluarkan dompet. Beberapa lembar uang kertas berwarna merah ia beri pada petugas itu setelah menjelaskan panjang lebar.“Saya yang akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu.” Robin berusaha meyakinkan setelah menyerahkan lembaran uang itu.Hingga pada akhirnya kami dipersilakan untuk menuju parkiran.“Kenapa aku dilarang masuk? Bukankah kau berhak membawa masuk siapa saja ke tempat tinggalmu?” Aku bertanya dengan penuh keheranan.“Para penghuni apartemen rata-rata orang kaya. Biaya sewa per
Read more
32. Terbawa Perasaan
Aku tidak bisa tidur sepanjang malam. Tubuh berada di atas ranjang empuk milik Robin, tapi pikiran ada pada Dewangga. Ada banyak hal yang mengganggu pikiran. Bukan hanya masalah mengenai keadaan lelaki itu sekarang. Tapi juga mengenai apa yang akan ia lakukan. Entah aku di sini akan tetap aman. Apa yang akan aku lakukan untuk bertahan hidup ke depan. Identitas diri tidak ada sama sekali. Juga hanya berbekal uang beberapa ratus ribu pemberian Ruri.Mengingat Ruri, aku jadi rindu pada lelaki itu. Entah apa yang tengah ia lakukan sekarang. Entah Dewangga akan menyalahkan dan menghukum dirinya. Aku tidak tahu sedikit pun. Dan aku ingin segera mendapat informasi mengenai itu.Aku bangkit untuk duduk, meraih ponsel pemberian Ruri. Lalu mencari nomor lelaki itu. Ternyata ia memberikan ponsel yang biasa ia pakai. Lalu, ke nomor mana aku bisa menghubungi? Toh ponselnya sudah berada di tanganku.Arght!Aku semakin dibuat depresi.Di luar terdengar cekikikan juga gelak tawa yang berasal dari Rob
Read more
33. Bertemu Ruri
Aku tengah menonton televisi ketika pintu terbuka dari luar. Kupikir Robin yang datang, ternyata bukan. Wanita itu pulang lebih dulu sebelum Robin kembali dari tempatnya bekerja.“Lancang sekali kau!” Wanita itu marah besar ketika mendapati aku tengah mengenakan pakaian Robin. Ukuran tubuh kami tidak sama, jadi pakaian milik Robin menjadi over size ketika kupakai. Untung aku telah mengenakan dalaman, mungkin saja ia akan semakin marah ketika mendapati aku mengenakan pakaian tanpa dalaman sama sekali. Sebab berpikir aku tengah berusaha menggoda kekasihnya.“Maaf, Mbak. Saya tidak bawa baju ganti.” Aku memberikan alasan.“Aku tidak peduli, cepat lepas!” Ia memberikan instruksi.Aku terdiam. Bagaimana caranya? Tidak mungkin aku bertelanjang begitu saja.“Tidak bisa, Mbak. Aku tidak bawa baju ganti sama sekali.” Aku terus memberikan alasan serupa.“Kubilang lepas ya lepas!” Wanita itu semakin ngotot. Ia berjalan mendekat, mulai menarik-narik kaus yang melekat di tubuhku.Aku melakukan per
Read more
34. Pergi
“Kapan kau keluar membeli ini semua?” Robin bertanya saat ia kembali dan menemukan barang pemberian Ruri siang tadi tergeletak berantakan di atas meja.“Ruri yang memberinya.” Aku jujur menjawab.“Ruri?” Robin tampak tengah berpikir keras. “Orang kepercayaan Dewa?” Ia bertanya memastikan.Aku mengangguk dengan lembut.Terdengar tarikan napas kasar darinya. Ia mengeluarkan selembar kertas dari dalam tas kerja. Menunjukkan padaku jika selebaran pengumuman tentangku sudah tersebar di mana-mana. Ada uang lima puluh juta untuk orang yang berhasil memberi informasi tentang keberadaanku.“Jangan keluar sembarangan. Sekarang wajahmu ada di mana-mana.” Ia mengingatkan.Kuraih kertas itu untuk membaca lebih detail. Ternyata Dewangga tidak bisa dianggap remeh.“Aku juga didatangi ke tempat kerja, hampir dihajar jika tidak kuancam.” Robin berucap dengan kesal.“Maaf.” Aku semakin merasa bersalah karena telah menyeret ia untuk masuk ke dalam masalahku.“Bukan salahmu, Dewa saja yang sudah sangat k
Read more
35. Ada Dewangga
Aku terdiam membatu, gemetar karena merasa takut.“Iya, kamu siapa, ya? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” Wanita di sisiku yang lain menimbrung pertanyaan wanita itu.“Kamu lupa sama aku? Astaga, kita bahkan pernah makan bareng waktu itu.”Aku menarik napas lega. Ternyata ia tengah berbicara dengan wanita yang ada di sampingku. Aku saja yang terlalu naif. Toh nama Nasya bukan hanya satu di dunia.Aku berbalik setelah selesai mencuci tangan. Berjalan dengan menunduk untuk menyembunyikan wajah dan menemui Robin yang menunggu di depan pintu dengan gelisah. Mungkin ia sempat mendengar percakapan yang terjadi di dalam.Wajah tampan itu terlihat lega saat aku keluar menemuinya.Kami kembali ke mobil, kembali masuk jalur antrean dan menunggu sedikit lebih lama. Sebab, antrean semakin panjang setelah kami tinggal.“Kau masih yakin ingin tinggal sendiri di tempat yang sulit untuk kujangkau?” Robin bertanya memastikan.Aku terdiam, kali ini mendadak ragu.“Kalau kamu ragu, urungkan saja.” Ro
Read more
36. Hubungan Toxic
Aku mengatupkan tangan di dada. Memberikan tatapan memelas pada lelaki berseragam montir itu. Memohon tanpa suara agar ia mengabaikanku saja. Sebab, aku benar-benar dalam bahaya. Nyawaku berada di tangannya.Aku menyuguhkan kebab dan thaitea padanya, sebagai bentuk suapan agar ia menutup mulut. Mataku memanas. Kaca-kaca menghalangi pandangan mata.“Yang ada di otakmu hanya Nasya, sepertinya kau perlu ke psikiater.” Terdengar Robin berkomentar.Uluran yang aku berikan diterima olehnya. Ia tersenyum, lalu berdiri di hadapanku dengan niat menutupi saat terlihat bayang-bayang seorang lelaki hendak masuk ke dalam.“Maaf, Mas, orang lain dilarang masuk.” Lelaki itu berucap sebelum Dewangga benar-benar menginjakkan kakinya ke dalam bengkel.“Aku ingin memeriksa bagian dalam.” Dewangga bersikukuh.“Tidak ada siapa pun di sini selain saya. Jika ingin membayar tagihan, ayo ke meja kasir.”“Lalu, tadi dengan siapa kau berbicara?” Dewangga bertanya dengan intonasi yang begitu memojokkan.“Aku ber
Read more
37. Luka Robin
Robin membawaku ke sebuah rumah sederhana yang belum pernah kukunjungi sebelumnya. Kami mengurungkan niat untuk pergi ke alamat yang aku tunjukkan padanya, sebab tidak ada yang bisa memastikan bahwa di sana aku akan benar-benar aman.Rumah itu terlihat teduh dan rindang, tapi sudah tidak terurus. Ada dua pohon mangga yang tengah berbuah di sudut kiri dan kanan halaman. Sebuah ayunan tua yang tergantung di dahan pohon mangga. Juga kolam ikan berukuran kecil dengan air mancur di sisi kanan halaman. Rumah itu dikelilingi pagar besi yang sudah mulai karatan.Aku mengikuti langkah Robin menuju pintu masuk berwarna cokelat yang sudah pudar. Ia mengetuk dengan lembut, memanggil dengan sebutan ibu.Tidak lama berselang, seorang wanita paruh baya keluar dengan penampilan yang begitu berantakan. Wajahnya kusam dengan rambut yang sudah dipenuhi dengan uban. Tampaknya penampilannya lebih tua dari usia yang sesungguhnya. Wajah kusam itu telah dipenuhi oleh kerutan. Ia seperti orang yang ditimpa ol
Read more
38. Bukan Prioritas
Aku bangun pagi-pagi sekali. Membuka jendela kamar dan menghirup udara pagi dalam-dalam. Sudah lama sekali tidak bisa mencium udara segar seperti sekarang. Aku melakukan peregangan sebentar, lalu beranjak menuju kamar mandi yang ada di luar kamar. Mencuci muka, lalu beralih menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.Ada banyak stok makanan di kulkas. Aku mengeluarkan bayam, wortel, juga ayam yang ada di pembeku. Menanak nasi lebih dulu, lalu menyiapkan lauk-pauk.Untuk mengurangi rasa mual saat memasak, aku mengenakan masker agar aroma yang masuk sudah tersaring lebih dulu. Nuri bergabung saat mendengar suara daging ayam yang bertemu dengan minyak panas. Ia tampak masih sangat mengantuk saat ikut membantuku menyiapkan sarapan.“Ini tugasku, Nyonya, harusnya kau panggil aku saja.” Wanita itu berucap dengan rasa bersalah.“Kau dan aku tidak ada bedanya. Aku tidak sama dengan Robin, jadi kau tidak perlu memperlakukanku seolah aku bos di sini.” Aku berucap dengan lembut.Selama menikah dengan
Read more
39. Ketukan Tengah Malam
Dua minggu berada di tempat ini, kondisi rumah sudah terlihat jauh lebih baik. Beberapa kali juga aku sempat menemui tetangga untuk berinteraksi. Halaman yang dulunya dipenuhi oleh rumput liar, kini sudah terlihat lebih terawat.Aku suka berada di sini. Lingkungan yang damai, jauh dari polusi. Juga karena ada pohon mangga. Setiap ingin makan rujak, tinggal petik saja.Aku belum tahu betul apa yang terjadi pada ibu Robin. Meskipun aku dan Nuri kini bergantian untuk mengasuhnya. Sebab, aku tidak ingin menjadi benalu yang hanya menumpang hidup di rumah ini. Robin sudah sangat baik, jadi aku membantu Nuri untuk melakukan tugasnya, meskipun aku tidak mendapat gaji seperti dirinya. Itu salah satu caraku berterima kasih pada Robin karena ia sudah memberikan hidup yang lebih baik.Setelah pulang waktu itu, Robin tidak lagi pernah kembali ke sini. Tampaknya ia benar-benar sibuk, apalagi ada Karin yang menemaninya di sana. Hanya pesan yang sesekali ia kirim, bertanya apa kebutuhan dan keperluan
Read more
40. Mengacak-Acak Rumah
Aku segera membuka pintu setelah tahu siapa sosok yang telah mengetuk dengan lemah itu. Sesaat setelah pintu kubuka, tubuh Robin langsung terjatuh tidak berdaya. Aku segera menyambut sebelum tubuhnya membentur lantai.Wajah Robin tampak babak belur. Mata kanannya bengkak dan membiru. Keningnya berdarah karena luka pecah. Hidung dan sudut bibirnya tampak mengeluarkan darah. Rahangnya tampak sedikit bergeser.Pergelangan tangan kanannya tampak bengkak dan membiru, sepertinya keseleo. Atau mungkin ada masalah dengan uratnya.“Apa yang terjadi?” Aku bertanya dengan panik. Begitu khawatir karena lukanya terlihat begitu parah. Aku baru tersadar perutnya berdarah, sebab telapak tangan yang basah saat membantunya untuk berdiri dan berjalan menuju kamar.“Pergilah bersembunyi, Dewa dan rombongannya sedang menuju ke sini.” Robin berucap dengan sisa tenaga yang ia punya. Napasnya terdengar terengah-engah. Tampaknya ia sudah tidak tahan lagi dengan rasa sakitnya.Robin cukup kuat, sebab bisa bert
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status