Semua Bab Rahasia Dibalik Perginya Istriku: Bab 21 - Bab 30

Diana berpamitan pada ibunya dan Kevin untuk menemani Dirgantara yang berada di Bali. Setelah pulang dari Korea kemarin pria itu langsung ke pulau Dewata untuk menyelesaikan pekerjaan, sementara dirinya pulang dulu ke Jakarta lantaran rindu Kevin.Setelah melakukan perjalanan udara hampir dua jam, Diana telah sampai di hotel tempatnya menginap. Wanita itu baru saja keluar dari lift saat sebuah pesan masuk dari Dirgantara.[Sayang aku nggak enak badan]Diana tak membalas, dia bergegas memasuki kamar dan melihat suaminya tengah menatap layar laptop di atas kasur."Cepet banget yang?" tanya Dirgantara menyadari istrinya sudah datang."Iya, syukurlah di perjalanan nggak ada kendala," jawabnya. "Kamu istirahat aja Mas, mungkin kamu kecapekan," pinta Diana dengan penuh perhatian."Tapi masih ada beberapa hal yang harus dikerjakan sayang," jawab Dirgantara."Ya sudah, kalau begitu aku mandi dulu, ya."Setelah bersih-bersih Diana membawakan obat untuk suaminya, tetapi dia melihat pria itu ten

"Dasar perempuan nggak tahu malu! "Gigi celine gemeretak menahan murka mendengar apa yang dikatakan Diana. "Jangan macam-macam sama Papa. Saya menyembunyikan ini hanya karena tidak ingin sesuatu terjadi padanya!" kecam Celine lagi. "Artinya kamu dan Gama harus menutup mulut selamanya kalau masih ingin papamu hidup!"Diana meninggalkan Celine yang masih tergugu. Gadis itu mengepalkan tangan penuh kebencian. "Sial. Awas aja, gue nggak akan biarkan lo nginjek-nginjek keluarga gue. Gue akan cari cara buat hancurin manusia berhati iblis kayak elo," gumamnya. Kini, mau tak mau, cepat atau lambat, suka atau tak suka ayahnya pasti akan tahu. Celine hanya harus meminimalisir risiko jika suatu saat ayahnya tahu.Sementara itu, di meja restauran Gama tersenyum pada Kevin. Meski anak itu tak tahu bahwa dia adalah ayah biologisnya, tetapi Gama senang karena bisa melihatnya aman."Sini Om bantu," ucap Gama seraya memotong daging di piring Kevin."Terima kasih, Om," balas anak itu kesenangan."

Bab 26Langit mendung menggantung berat di atas pemakaman, seolah turut berduka atas kepergian Dirgantara. Hujan gerimis turun sejak pagi, membasahi tanah merah yang telah disiapkan untuk liang lahat. Aroma hujan bercampur tanah basah memenuhi udara, menciptakan suasana yang suram. Para pelayat berdiri di sekitar nisan, mengenakan pakaian serba hitam, wajah-wajah mereka dipenuhi duka."Papa," lirih Celine.Gadis itu berdiri paling depan, tubuhnya gemetar. Air mata terus mengalir di pipinya. Wanita itu seolah-olah tidak bisa percaya bahwa ayahnya kini benar-benar telah pergi. Sosok yang selama ini menjadi pelindungnya, panutannya, kini hanya tinggal nama yang terukir di atas batu nisan. Dirgantara dimakamkan tepat di samping makam Jessika, ibunda Celine. Itu adalah permintaan langsung dari Celine yang berharap ayahnya bisa beristirahat damai di samping orang yang pernah dicintainya. Celine bahkan tak peduli meskipun saat ini Dirgantara sudah menikah lagi dengan Diana karena baginya c

Malam ini, Rengganis duduk di tepi ranjangnya, memandangi langit malam yang kosong dari balik jendela besar di kamarnya. Ia memejamkan mata, mencoba mengusir ingatan yang terus menghantuinya. Namun bayangan itu terlalu kuat, menyeretnya kembali ke lima bulan lalu, saat segalanya mulai menjadi jelas namun juga kelam.Hari itu, ia tak sengaja melewati ruang kerja Winda. Pintu yang sedikit terbuka membuat suara dari dalam ruangan itu terdengar samar."Pastikan dia tetap di sana. Jangan sampai ada yang tahu. Jika perlu, hutan itu harus tertutup untuk siapa pun," suara dingin Winda bergema di ruangan kecil itu.Rengganis berhenti melangkah. Alisnya berkerut. Ia mencoba mengintip dari celah pintu, tapi yang terlihat hanyalah Winda sedang berbicara dengan seorang pria yang wajahnya tak dikenalnya."Baik, Bu. Saya akan pastikan semuanya berjalan sesuai rencana," jawab pria itu.Rengganis mundur perlahan, dadanya berdegup kencang. Ada sesuatu yang tidak beres. Ia tak tahu apa yang sedang dire

Bab 30"Gama, hati-hati."Di sudut ruangan, Rengganis duduk lemah dengan tangan terikat. Wanita itu menatap Gama dengan kepanikan luar biasa, sekilas Celine menoleh ke arahnya, dia menyadari cinta Rengganis masih sangat besar untuk mantan suaminya. Kenangan betapa Gama mencintai Rengganis teringat jelas di kepala Celine, seakan menjadi validasi bahwa wanita itu memang luar biasa dan pantas dicintai.Sementara Diana, di tengah kelemahannya berusaha merangkak ke arah sang ibu, lalu memohon di kakinya agar tak menyakiti siapapun lagi."Momy, hentikan! Jangan sakiti siapapun lagi," rintihnya."Diam kamu!" Winda dengan penuh amarah dan kebencian menendang putrinya hingga kepala Diana terbentur pada ujung besi yang berada di sana. Seketika darah berlinang, melihat itu Rengganis, Celine dan Gama semakin panik."Diana!" pekik Celine dan Rengganis berbarengan.Gama berlari untuk menolong orang yang sama sekali tak dikenalnya. Pria itu berusaha menghentikan pendarahan di kepala Diana dengan t