Semua Bab Dibuang Suami, Dinikahi Adik Ipar: Bab 41 - Bab 50
69 Bab
Bab 41. Tukang Ghibah, Tukang Fitnah
Suara ceria burung-burung pagi memecah keheningan udara saat Alisha melangkah ke halaman kosannya dengan ember kecil berisi pakaian basah. Terik matahari pagi sudah mulai terasa menyengat, Alisha tersenyum menyadari jika pakaiannya hari ini akan cepat kering. Saat Alisha baru menggantung pakaiannya di atas jemuran, tiba-tiba terdengar suara yang tidak biasa menarik perhatiannya. “Kiu kiu!” Alisha menoleh mendengar suara usil tersebut, dan melihat sosok Farhan yang sudah nongkrong di atas motornya di sudut kosan. Farhan tersenyum lebar saat Alisha melihat ke arahnya. “Cukurukuk.” Alisha tak bisa menahan tawanya saat mendengar celetukan Farhan, “Farhan? Kamu ngapain ke sini?” Farhan turun dari motornya, lalu melangkah menghampiri Alisha. “Jemput kamu.” Alisha bingung. “Jemput kemana? Bukannya ini hari Minggu? Kan libur kerja?” “Iya, karena hari Minggu, aku mau jemput kamu buat ke bidan, Mbak. Waktunya periksa kan?”
Baca selengkapnya
Bab 42. Jangan Dengar Kata Orang
Alisha termenung bingung. Di satu sisi, dia menyadari jika Farhan adalah sosok yang begitu perhatian dan baik padanya. Setiap kali Alisha membutuhkan bantuan atau dukungan, Farhan selalu ada di sana untuknya. Ia merasa nyaman dan aman berada di dekatnya, seolah-olah dunianya menjadi lebih baik ketika bersama Farhan. Namun, di sisi lain, kehadiran Farhan juga membawa konsekuensi yang menyulitkan. Dalam hubungan mereka yang semakin dekat, Alisha mulai menyadari bahwa ada banyak masalah dan perdebatan yang muncul, terutama dari pandangan orang lain di sekitarnya. Tuduhan-tuduhan dan gosip-gosip yang tersebar membuat Alisha merasa terjebak di tengah pertarungan antara keinginannya untuk terus dekat dengan Farhan dan keinginannya untuk menghindari konflik dan celaan orang lain. Sementara itu, di parkiran Farhan merasakan darahnya mendidih ketika mendengar makian Surti yang terus berlanjut. Dia merasa seperti sebuah bom waktu yang siap meledak setiap saat. Dalam hati,
Baca selengkapnya
Bab 43. Kaos Kaki Bayi
“Kalo syukuran ultah Cio, berarti kita harus siapin hadiah, kan?” tanya Alisha. Farhan mengangguk. “Kita pergi ke toko perlengkapan bayi dulu. Sekalian nanti minta dibungkusin, gimana?” Alisha setuju dan segera mereka berdua naik ke motor. Tak lama kemudian, Farhan dan Alisha tiba di depan toko perlengkapan bayi. Mereka berdua masuk ke dalam toko, siap memilih hadiah untuk ulang tahun Cio. “Kamu mau kasih hadiah apa buat Cio, Mbak?” tanya Farhan pada Alisha sambil melihat sekitar. “Bingung nih— tapi yang jelas, aku gak akan kasih hadiah baju bayi,” jawab Alisha. Farhan tertawa karena teringat selama ini Cio selalu mengenakan baju-baju lucu dan stylish hasil karya mamanya. “Kalo soal baju bayi, Cio gak pernah kekurangan, keknya mending kita pilih mainan bayi aja deh,” kata Farhan. “Setuju!” Alisha mengangguk. Mereka berdua mulai mencari di antara berbagai macam mainan bayi yang tersedia di rak-rak toko. Mereka memilih beberapa barang
Baca selengkapnya
Bab 44. Lamaran Faisal
Faisal baru saja keluar dari kamarnya. Hari Minggu merupakan hari libur mengajarnya, jadi dia merasa nyaman untuk tidur lebih lama. Sementara Nur yang melihatnya langsung protes, “Jam segini kenapa baru bangun, sih?” Faisal tersenyum kecil, “Libur kan cuma sehari dalam seminggu, Bu. Aku pengen santai-santai.” Nur menggeleng, “Harusnya kamu bantuin beres-beres. Adik-adik kamu pada gak ada di rumah, tapi piring kotor numpuk di belakang. Ibu udah risi liatnya. Tolong kamu cuciin ya.” Faisal menghela napas. “Iya, Bu,” katanya sambil bergerak menuju dapur. Faisal melihat begitu banyak tumpukan piring dan juga perabot lain yang ada di wastafel dapur. Meski enggan, Faisal tetap mencucinya. Nur menghampiri Faisal yang sibuk mencuci piring. “Maaf ya, ibu cuma bisa mengandalin anak-anak ibu sekarang. Ibu kan ada darah tinggi, ibu pusing kalo terlalu capek.” Faisal menoleh dengan wajah penuh pengertian, “Gapapa, Bu. Ibu istirahat aja,
Baca selengkapnya
Bab 45. Resmi Bercerai
Langkah Alisha terasa berat ketika dia memasuki kamar kosnya setelah pelaksanaan putusan perceraian. Suasana di dalam kamar terasa terlalu sunyi, seolah mencerminkan kekosongan yang kini mengisi hatinya. Sebelumnya Alisha merasa akan baik-baik saja meski berpisah dengan Faisal, toh lelaki itu sudah sangat menyakitinya— terlebih perlakuan keluarganya yang selama ini selalu semena-mena. Namun nyatanya? Setelah resmi bercerai, Alisha merasa ada lubang yang menganga di balik dadanya. Dia tak pernah menyangka jika kehidupan pernikahannya berakhir begitu cepat, bahkan sebelum bayinya lahir. Alisha duduk di tepi ranjangnya, memandang ke arah dinding yang kosong. Di antara bayang-bayang kenangan masa lalu, dia berusaha mencari ketenangan. Namun, hatinya masih terluka dan penuh dengan kekecewaan akan nasib yang menimpanya. Tangannya mengusap lembut perutnya yang semakin membesar, merasakan gerakan lembut sang bayi di dalam sana. “Maafin ibu, Nak… ibu gak bisa mempertahank
Baca selengkapnya
Bab 46. Rona dan Perhatiannya
Alisha berniat kembali ke kamarnya, namun dia terkejut karena tiba-tiba dia papasan dengan Rona—ibu kosnya, di lorong menuju kamar. Alisha yang masih terisak-isak, buru-buru mengusap airmatanya, berusaha menahan diri agar tidak terlihat terlalu lemah di depan Rona. Rona melihat keadaannya dengan iba. Dia pun segera mendekat dan merangkul Alisha. Tangannya mengusap punggung Alisha dengan lembut, berusaha memberikan sedikit kehangatan dan ketenangan. Alisha terdiam dalam rangkulan itu, tetapi airmatanya makin mengalir deras. Rona merasa prihatin dan terus menepuk punggung Alisha. “Gapapa, nangis aja sepuas kamu, kalo itu bisa bikin kamu lebih lega,” desis Rona pelan, sambil terus memeluk Alisha. Dalam dekapan Rona, Alisha merasakan kehangatan kehangatan yang perlahan sedikit meredakan kesedihannya. *** Alisha duduk di meja makan di dapur kosan, wajahnya kini terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Tak lama kemudian, Rona yang baru selesai memasak
Baca selengkapnya
Bab 47. Alisha Demam
Alisha merasakan kepala yang berputar dan tubuh yang lemas. “Aku tiba-tiba pusing, Bu,” ucapnya dengan suara yang lemah. Rona menyentuh kening Alisha dan merasakan panas yang tidak wajar. “Panas banget, kamu demam. Mending sekarang ibu anter kamu ke kamar dulu, biar kamu bisa istirahat.” Alisha mengangguk. Rona pun membantu memapah Alisha berjalan ke kamarnya. Setibanya di sana, Rona segera membimbing Alisha berbaring di atas tempat tidur. “Kamu istirahat dulu, ibu akan hubungin temen ibu yang dokter.” Alisha hanya mengangguk lemah. Rona pun segera meraih ponsel di sakunya untuk menelepon teman dokternya. Setelah beberapa saat, panggilan akhirnya dijawab. “Halo, Herman? Kamu bisa datang ke kosan?” Rona agak melipir untuk bicara dengan teman dokternya itu, wajahnya terlihat kecewa. “Jadi kamu lagi di luar kota? Ya sudah tidak apa-apa, makasih ya.” Rona menutup sambungan telepon, kemudian kembali menoleh pada Alisha yang berbaring di ranjang den
Baca selengkapnya
Bab 48. Rawat Inap
Mobil Dion berhenti di depan kosan Alisha. Dion melangkah keluar dari mobil, dan segera disambut oleh sosok wanita tambun berkulit putih yang tampak cemas. “Dion ya?” Tanya wanita itu. Dion mengangguk, menebak wanita itu sebagai ibu kos Alisha. “Bu Rona?” Rona mengangguk. “Ayo, saya antar ke kamar Alisha, dia masih tidur—badannya makin panas. Padahal semalem sudah saya kompres.” Dion segera mengikuti langkah cepat Rona menuju kamar Alisha. Saat pintu kamar terbuka, Dion langsung terperangah melihat Alisha yang terbaring di atas ranjang dengan wajah pucat pasi. Dion bisa merasakan denyut jantungnya berdegup kencang karena khawatir dengan keadaan Alisha. Dion mendekat perlahan pada Alisha yang terbaring, mengusap lembut bahunya. “Alisha.” Alisha membuka matanya perlahan, sedikit terkejut melihat kehadiran Dion dan Rona di kamarnya. “Mas Dion, kok di sini?” katanya, berusaha bangkit dengan bantuan Rona. “Aku denger k
Baca selengkapnya
Bab 49. Kakak yang Gagal
Farhan melangkah di lorong rumah sakit sembari memegang erat sekeranjang buah yang dia bawa. Ketika dia sampai di depan ruangan rawat Alisha yang pintunya agak terbuka, Farhan bisa melihat Dion duduk di kursi dekat ranjang rawat Alisha. Hatinya berdesir, merasa tidak nyaman melihat Dion di sana, namun dia juga sadar jika tidak berhak melarangnya. Dia berdiri di ambang pintu, berniat untuk pergi tanpa menyapa. Namun sebelum dia sempat melangkah, Alisha yang terbaring di tempat tidur lebih dulu melihatnya. “Farhan?” panggilnya, membuat Farhan terdiam. Farhan menelan ludah, tidak berharap untuk bertemu dengan Dion di sini. Namun dia tidak bisa pergi begitu saja setelah Alisha melihatnya. Farhan pun terpaksa masuk ke ruang rawat Alisha, lalu menyapanya dengan canggung. “Mbak, gimana keadaannya sekarang?” Alisha tersenyum lemah. “Udah mendingan,” jawabnya. Dion yang melihat Farhan, hanya memberikan ekspresi sinis. Farhan memilih untuk mengabaikanny
Baca selengkapnya
Bab 50. Tawaran Masih Berlaku
Alisha terbangun saat mendengar suara adzan subuh yang menenangkan memecah keheningan. Dia merasa hangat di hatinya saat melihat Rona tertidur lelap di sofa tunggu, dan Dion yang masih terlelap di kursi sebelahnya. Ia bersyukur, menyadari bahwa masih banyak orang yang peduli padanya di saat-saat sulit seperti ini. Alisha mencoba bangkit perlahan dari tempat tidurnya, berusaha agar tidak mengganggu tidur nyenyak Dion dan Rona. Namun, langkahnya terhenti ketika tanpa sengaja dia menyenggol gelas di meja hingga membuatnya jatuh dan pecah. Suara pecahan gelas sontak membuat Dion dan Rona terbangun kaget dari tidurnya. Mereka langsung bangkit dengan ekspresi khawatir di wajah mereka. “Kamu mau kemana? Kok turun dari tempat tidur? Kenapa gak bangunin sih?” tanya Dion, suaranya penuh dengan kekhawatiran. Rona yang juga terbangun, menambahkan, “Ada apa, Alisha?” Alisha merasa canggung dan menyesal karena telah membuat kehebohan. “Maaf, jadi bikin kali
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status