Semua Bab Mengandung Bayi Mantan Mertua: Bab 21 - Bab 30
148 Bab
21. Tiga Pria Misterius
Setelah tiga minggu dirawat di rumah sakit, akhrinya Airin diperbolehkan untuk pulang. Kondisinya memang sudah mulai membaik, tapi tidak dengan jiwanya. Wanita itu lebih banyak murung dan diam. Ia jadi jarang tersenyum. Sorot matanya menunjukkan jika ia enggan untuk menjalani kehidupan.“Hati-hati, Sayang.” Arie membantu Airin untuk turun dari mobil. Ia merangkul pinggang putrinya memasuki rumah mewah milik mereka.Airin seperti mayat hidup. Hanya diam dengan wajah yang pucat. Ia melangkah mengikuti langkah ayahnya. Ia dipandu melangkah menuju kamar di ruang tengah. Kamar lamanya berada di lantai dua, tapi karena kondisinya yang tidak memungkinkan untuk naik turun tangga, terpaksa ia menghuni kamar tamu untuk sementara waktu.Lenzy menyiapkan bantal. Ia ikut membantu ketika Arie membaringkan Airin di ranjang dengan begitu lembut. Ditariknya selimut, lalu ia tutupi tubuh mungil milik Airin.“Kalau butuh apa-apa, kasih tahu mami, ya.” Lenzy berpesan.Airin hanya diam dengan wajah yang b
Baca selengkapnya
22. Mereka Datang Lagi
Peristiwa menjijikkan itu kembali terekam dengan jelas di otaknya. Ia merasa sangat kotor, jijik, dan benci terhadap diri sendiri karena tidak bisa menjaga diri. Kali ini ia tidak lagi ingin mengalami hal yang serupa.Ketiga orang itu berjalan mendekat dengan tatapan nyalang yang bersiap untuk menerkam. Airin kehabisan senjata untuk menyerang. Barang-barang yang ada di nakas telah ia lempar semuanya. Tangannya dengan pelan membuka laci nakas. Di sana ada sebuah gunting yang bisa ia jadikan sebagai alat pelindung diri.“Jangan mendekat!” Airin mengarahkan ujung gunting pada tiga orang itu secara bergantian.“Pergi!” Airin terus berucap sekuat tenaga.“Mami! Papi!” Airin mulai histeris ketika ketiga orang itu semakin mendekat. Tangisnya begitu kuat.“Airin!” Pintu kamar terbuka dengan kemunculan kedua orang tua Airin.Seketika ketiga orang itu menghilang setelah orangtuanya datang.“Sayang, kenapa?” Arie berlari menghampiri, membawa sang putri ke dalam dekapan untuk menenangkan. Gunting
Baca selengkapnya
23. Kau Mau Cari Mati?
Leonel tampak begitu nelangsa. Ia mengusap wajah dengan kasar, lalu menghela napas dengan kasar. Rumah itu tampak sangat sepi sekarang. Setelah Airin pergi, ayahnya juga kembali pulang ke rumahnya. Meninggalkan Leonel seorang diri.Tidak ada hal yang bisa Leonel lakukan selain tidur, makan, lalu tidur lagi. Ia belum mencari pekerjaan setelah dipecat dari kantor yang lama. Semangat hidupnya tidak ada sama sekali. Rumah terlihat begitu berantakan. Pakaian kotor di mana-mana, bungkus makanan juga bergeletakan secara sembarangan. Ada banyak sampah di tempat yang tidak seharusnya.Dering ponsel membuat Leonel bangkit untuk duduk. Tertera nama Livy di layar. Ia langsung menolak, tidak ingin berbicara dengan wanita itu sama sekali. Masih terngiang-ngiang di telinganya ketika Livy mengajak Robin untuk bercinta di bulan lalu ketika dirinya berada di ruang UGD rumah sakit setelah mendapat hantaman dari ayah Airin. Ia tidak menyangka Livy benar-benar tidak memiliki rasa malu sama sekali. Wanita
Baca selengkapnya
24. Kau Merindukannya?
“Om—” Leonel mendekat, hendak mencium punggung tangan mertuanya. Namun, Arie langsung memberi jarak.“Apa kau sudah tidak sayang dengan nyawamu hingga kau berani datang ke sini?”“Om, aku minta maaf.” Leonel berusaha memelas iba. Ia berlutut di kaki lelaki paruh baya itu, memasang wajah semenyedihkan mungkin agar hati Arie bisa ia sentuh. “Tolong izinkan aku bertemu dengan Airin.” Lelaki itu memohon dengan penuh harap. Ia memelas.Arie menghela napas dengan kasar. Andai membunuh seseorang tidak dilarang, sudah ia habisi Leonel sejak lama. Kesabarannya benar-benar selalu diuji ketika berhadapan dengan Leonel.“Paksa dia untuk pergi. Jika perlu beri sedikit kekerasan agar dia jera.” Arie memberi perintah pada dua satpam yang berjaga di sana.“Baik, Tuan.” Kedua satpam itu menjawab dengan serentak dan penuh ketegasan.Arie berbalik, lalu beranjak pergi. Namun, langkahnya tertahan karena Leonel memeluk kaki kanannya.“Om, tolong maafkan aku. Aku rela diberi hukuman apa pun, tapi jangan pi
Baca selengkapnya
25. Kabur
“Airin ke mana, Mi?” Arie bertanya ketika ia tidak menemukan putri kesayangannya di mana pun.“Loh, bukannya tadi sama Papi?” Lenzy mengerutkan kening menatap. Bingung, sebab yang ia tahu Airin ikut ayahnya untuk konsul siang ini.“Kapan?” Arie mulai panik, sebab Airin tidak bisa lepas dari pengawasan.“Kamar sudah dicek?”“Belum.”“Tidur mungkin.” Lenzy menghela napas lega, berpikir jika putrinya tengah istirahat di kamar. Jadi, tidak ada yang perlu ia khawatirkan.Arie bergegas menuju lantai atas. Sudah tidak sabar bertemu dengan Airin setelah ia tinggal setengah hari untuk menghadiri meeting penting. Lelaki itu berlari menaiki anak-anak tangga, lalu mengetuk kamar yang Airin tempati beberapa minggu ini. Biasanya Airin tidur di kamar mereka ketika tingkat depresi wanita itu memuncak. Ia akan tidur di kamar sendiri setelah sedikit tenang berkat obat.“Sayang!” Arie memanggil seraya mengetuk pintu dengan lembut. Tidak ada jawaban sama sekali. “Sayang, papi masuk, ya!” Arie meminta izi
Baca selengkapnya
26. Munculnya Kepribadian Baru
“Kamu ke sini sama siapa?” Lelaki itu bertanya dengan penuh perhatian.“Sendiri, Pa.” Airin menjawab dengan suara serak dan lemah.Robin menghela napas dengan kasar. Ia merogoh saku meraih ponsel. Segera ia hubungi Arie untuk memberitahu jika Airin tengah bersamanya.Jantung Robin berdegup dengan sangat kencang. Ia diserang kegugupan ketika Airin tidak kunjung melepas genggaman. Ia bisa merasakan ketakutan yang Airin rasakan. Telapak tangan itu terasa dingin dan basah.Robin mengusap pipi Airin dengan ibu jarinya. Ia selipkan rambut Airin ke belakang telinga, hingga wajah cantik wanita itu tampak dengan sangat jelas.“Mbak!” Sang supir taksi akhirnya menemukan Airin.“Pergi! Arght!” Airin berteriak. Ia lekas menenggelamkan diri dalam pelukan Robin. Merasa takut, sebab pikirannya sedang terganggu.“Ada apa, Mas?” Robin menatap. Dengan rasa gugup yang luar biasa, ia lingkarkan lengannya ke pinggang Airin. Sesungguhnya ia merasa sangat tersiksa dengan posisi yang seperti ini, sebab libid
Baca selengkapnya
27. Jangan Sentuh Aku!
“Airin!” Leonel lekas memeluk sang istri ketika ia membuka pintu dan menemukan Airin pulang dengan membawa sebuah koper berwarna pink. Tidak terkira sebesar apa rasa bahagia yang menghinggapi dada. Lelaki itu memeluk dengan sangat erat. Akhirnya ia kembali bisa menyentuh Airin setelah empat bulan mereka dipisahkan.Dulu, hal seperti ini yang Airin inginkan. Dipeluk dengan limpahan kasih sayang. Namun, kini hanya ada perasaan jijik ketika ia disentuh oleh Leonel. Mengingat jika lelaki itu telah menghabiskan banyak malam bersama wanita lain.Airin melepas pelukan Leonel dengan kasar. Wajahnya tampak dingin dan mematikan.“Aku mau istirahat.” Airin berucap dengan tajam.Leonel tersenyum lebar. Senyum itu tampak sangat tulus, tidak terlihat dipaksakan sama sekali seperti senyum yang dulu selalu diterima oleh Airin.“Aku akan membereskan kamar kita, kau duduk dulu di sini.” Leonel meminta Airin untuk duduk di sofa ruang tamu.“Aku ingin pisah kamar.” Airin berucap tanpa ekspresi sama sekal
Baca selengkapnya
28. Bukan Urusanmu
Robin ikut menyusul ke dapur. Lelaki itu menyerahkan empat butir obat yang ia dapat dari Arie. Lelaki paruh baya itu telah berusaha keras untuk meyakinkan sahabatnya bahwa ia akan menjaga Airin dan memastikan Airin akan kembali seperti dulu lagi. Ia yang akan menggantikan tugas Arie untuk menemai Airin bertemu dengan psikiaternya setelah ini.Airin membuang semua butir obat itu ke dalam westafel. Aura dingin memancar begitu tinggi dari dirinya.“Mengapa kau membuangnya?” Robin protes. Sebab, jiwa Airin tidak akan stabil selama ia tidak mengonsumsi obat itu.“Aku tidak butuh obat. Aku juga tidak butuh kata-kata penyemangat.” Airin berucap dengan tegas, lalu beranjak pergi.Terdengar helaan napas kasar yang berasal dari Robin. Ternyata tidak mudah mengurus Airin. Pantas saja Arie tampak begitu tertekan dan kelelahan. Sebab, empat bulan ia menghadapi sikap Airin yang seperti ini.Leonel tampak bingung dengan apa yang terjadi. Bergegas ia menyelesaikan masakannya agar bisa menyusul Airin.
Baca selengkapnya
30. Sumber Masalahnya Adalah Kamu
“Aku suaminya! Aku lebih berhak atas dia!” Suara Leonel terdengar menggema di dalam ruangan.Robin hanya menghela napas dengan kasar.“Apa Airin sering mengamuk akhir-akhir ini?”“Aku tidak tahu karena baru bertemu dengannya empat hari yang lalu. Waktu itu dia sempat histeris di tengah jalan. Pagi ini sedikit berbeda karena dia mengamuk pada semua orang. Dia bahkan hampir menyerangku.” Robin menjelaskan. “Empat hari yang lalu dia bisa tenang setelah diberi pelukan, tapi pagi ini dia bahkan semakin mengamuk setelah dipeluk.”“Apa penyebabnya?” Wanita itu bertanya ingin tahu.“Aku tidak tahu, itulah mengapa dia kubawa padamu.”“Obatnya kalau bisa jangan berhenti diminum. Minimal selama enam bulan. Jika putus minum obat, dia harus ngulang dari awal.” Wanita itu menjelaskan.“Dia tidak ingin minum obat.”“Masukkan ke makanan atau minuman yang dia konsumsi.”“Apa kau tidak bisa membujuknya agar bisa minum obat lagi?”“Akan saya coba setelah dia siuman nanti. Tolong tinggalkan kami berdua,
Baca selengkapnya
31. Trust Issue
“Jangan dibuang!” Robin menahan ketika Airin hendak membuang butiran obat yang ia terima dari mertuanya.Airin mendongak, menatap dengan sorot begitu tajam. Ia membenci semua orang, termasuk dirinya sendiri.“Kau ingin balas dendam pada Leonel bukan?” Robin menatap dengan begitu lembut. “Kau harus minum obatmu agar halusinasimu tidak pernah datang lagi. Kau tidak akan pernah bisa membalaskan dendammu jika pikiranmu tidak stabil.” Lelaki itu berusaha meyakinkan.Airin hanya diam, butiran obat itu tetap ia lepas dari genggaman dan terjatuh ke tong sampah. Ia menatap Robin dengan begitu tajam, sebuah simpul senyum terbit di bibirnya. Bukan senyum manis seperti biasa. Hanya ada senyum sinis penuh permusuhan.“Aku akan membantumu untuk membalaskan dendammu.” Robin berucap dengan sorot begitu meyakinkan.“Kau pernah memberikanku ancaman, bagaimana mungkin aku bisa percaya dengan kata-katamu?” Airin memberikan sorot menantang.Robin menghela napas dengan kasar. Semakin tajam Airin menatapnya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status