All Chapters of Kultivator Inti Semesta: Chapter 1181 - Chapter 1190

Jika ada yang melihatnya sekarang, mereka tidak akan percaya pada apa yang sedang terjadi. Lima ratus lima puluh juta Batu Kekacauan. Jumlah sebesar itu bukan hanya mustahil untuk dimurnikan Raja Dewa Tertinggi, bahkan Kaisar Dewa sekalipun tidak akan berani menyentuhnya dalam jumlah sebanyak itu. Namun Xiao Tian tidak menunggu keraguan. Tangan kirinya bergerak perlahan, sementara tangan kanannya mebentuk segel, memusatkan teknik kultivasi Alam Semesta-nya. Dalam sekejap, energi kekacauan dari seluruh batu itu pecah bersamaan, menimbulkan ledakan halus yang mengguncang setiap lapisan udara di dalam ruangan. Gelombang kekacauan itu menyerbu tubuhnya, seperti badai yang ingin menelan segalanya. Energi itu liar dan buas. Ia menyerang ke seluruh arah, mencoba memusnahkan tubuh Xiao Tian dari dalam. Namun sebelum kekacauan itu sempat merusak apa pun, suara berat Leihuo Dashi bergema dari dalam dunia dantian. “Aku yang menanganinya.” Dalam sekejap, pusaran Api Petir Ilahi muncul di dalam

Tubuh Xiao Tian menegang. Walaupun energi ilahi itu masih cukup jauh, kekuatannya sudah mencapai dirinya. Ia merasakan udara di sekitarnya tiba-tiba membeku, membuat setiap saraf dalam tubuhnya kehilangan kendali. Ia tidak bisa menggerakkan jari, bahkan sekadar mengatur napas pun terasa sulit. Napasnya tersengal, dadanya terasa sesak, dan pandangannya menajam menatap sosok pria paruh baya itu. Namun tidak ada satu pun kekuatan yang bisa ia panggil dari tubuhnya. Di dalam pikirannya, hanya ada satu kesadaran yang berputar. Bahwa kali ini, ia benar-benar tidak punya jalan keluar. Kesadaran itu seperti membekukan waktu, meninggalkan hanya rasa putus asa yang menekan dadanya. Otaknya berusaha mencari cara untuk keluar, tetapi setiap kemungkinan berakhir buntu. Semua kekuatan yang dimilikinya terasa lenyap di bawah tekanan itu. Namun tepat ketika energi ilahi pria paruh baya itu siap menelan dirinya, sesuatu yang tak terduga terjadi. Riak energi yang melingkupi udara itu berhenti mendada

Sebelum ada yang sempat mengerti maksud ucapannya, lelaki cebol itu meraih tangan salah satu dari mereka. Dalam sekejap, cincin dewa yang melingkar di jari pria itu sudah berpindah ke tangannya tanpa suara, tanpa getaran energi sedikit pun. Ia melakukannya berulang kali, satu per satu, hingga kelima cincin dewa itu kini berada di genggamannya. Gerakannya halus, seolah hanya sedang memindahkan benda remeh yang tak berarti. Setelah itu, lelaki cebol itu menatap mereka tanpa ekspresi. Dalam momen berikutnya, empat pria paruh baya langsung roboh hampir bersamaan. Tidak ada cahaya serangan, tidak ada suara benturan, bahkan tidak ada perubahan pada udara di sekitarnya. Tubuh mereka hanya tiba-tiba kehilangan kehidupan, jatuh seperti boneka yang putus tali. Tidak seorang pun melihat gerakan yang dilakukan oleh lelaki cebol itu. Kematian mereka datang begitu senyap, seolah hanya keputusan sederhana yang telah ditetapkan oleh ruang itu sendiri. Yang aneh, lelaki cebol itu tidak membiarkan ke

Xiao Tian kembali memusatkan pandangannya pada lelaki cebol itu. Tatapannya tenang, namun matanya menunjukkan rasa ingin tahu yang mendalam. “Senior, bolehkah aku bertanya?” katanya kemudian. “Apa yang ingin kamu tanyakan? Apakah soal ucapanku dulu?” tanya balik pemilik kedai itu, kali ini menatapnya lebih serius. “Itu salah satunya, tapi ada hal lain juga yang ingin aku tanyakan pada senior.” “Kamu bisa mengatakannya,” sahut pemilik kedai sambil menyilangkan tangan di atas meja. Tatapannya tenang, namun dalam diamnya tersirat perhatian penuh terhadap setiap kata yang akan keluar dari mulut Xiao Tian. “Ketika aku memasuki Lautan Kosmik, aku melihat ada begitu banyak dunia, bahkan dunia-dunia itu lebih besar daripada Alam Hundun. Namun, karena Alam Hundun adalah dunia terdekat ketika aku memasuki Lautan Kosmik, jadi aku singgah di sini. Jika senior berkenan, bolehkah aku mengetahui tentang kekuatan di Alam Lautan Kosmik?” Xiao Tian mengucapkannya dengan nada sopan namun penuh perh

Keesokan harinya, Xiao Tian kembali ke tempat kedai arak. Jalanan di depan kedai masih tampak sepi, udara pagi membawa aroma samar arak yang menempel di dinding kayu bangunan itu. Begitu dia membuka pintu, suara engsel yang berderit pelan menyambut kedatangannya. Ketika dia masuk, pandangannya langsung tertuju pada satu meja di sisi dalam. Di sana, Situ Yu sudah duduk sambil menyesap arak dari cangkir batu yang masih mengeluarkan uap tipis. Kali ini, suasana kedai benar-benar berbeda dari biasanya. Tidak ada seorang pelayan pun yang tampak. Meja-meja kosong, kendi arak tertata rapi, seolah kedai itu memang disiapkan khusus hanya untuk pertemuan mereka. Hanya ada Situ Yu dan pemilik kedai. Xiao Tian berjalan mendekat dan menangkupkan tangannya dengan sopan kepada pemilik kedai. “Apakah aku terlambat?” Pemilik kedai menyeringai kecil. “Kamu tidak terlambat, duduklah.” Xiao Tian mengangguk, lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Situ Yu. Kursi itu sedikit berderak ketika ia menu