Aku membuka pintu perlahan. Di ambang pintu berdiri Rafi, orang kepercayaanku. Wajahnya serius, matanya gelisah."Mas Sigit, saya harus bicara. Sekarang."Aku mengangguk, menoleh ke dalam. "Ayu, aku keluar sebentar ya. Temanku dari pasar ngajak ketemuan bentar, sekalian cari makan."Dia menatapku dengan lembut. "Oke. Hati-hati, ya."Aku tersenyum tipis. "Kamu mau apa? Aku bisa beliin cemilan atau minuman hangat."Dia menggeleng pelan. "Nggak usah, aku masih kenyang." Kemudian dia menguap.Aku mengangguk. "Oke. Tunggu aku sebentar, ya. Nggak lama kok."Aku menutup pintu perlahan, lalu menoleh pada Rafi yang masih berdiri tegak di depan teras rumah."Kita bicara di tempat biasa," ucapku singkat dengan nada berbisik.Rafi mengangguk. Kami berdua melangkah menjauh dari rumah, menembus gang sempit yang memisahkan deretan rumah menuju lahan kosong di belakang rumah tetangga, tempat yang selama ini kami jadikan titik temu darurat.Dia berdiri bersandar pada sepeda motornya, wajahnya tampak g
Dernière mise à jour : 2025-07-01 Read More