Rizka menutup wajah, bahunya terguncang isak tangis. “Kita... berdosa, Mas Jun!” suaranya parau di antara sedu sedan. Juned segera membuka pintu rumahnya lebar-lebar. “Masuklah,” desisnya, tangan menuntun Rizka yang limbung melewati ambang pintu. “Akan sangat rumit jika ada tetangga yang usil melihatmu menangis di sini.” Pintu terkunci. Ruang tamu yang sunyi tiba-tiba menjadi ruang pengakuan. Rizka terjatuh di sofa, jilbabnya basah oleh air mata. “Kenapa tak ada penyesalan di matamu?” tanyanya, memandangi Juned yang berdiri di depan jendela tertutup. Juned berlutut, tangan hangatnya mengangkat dagu Rizka. "Karena malam-malam bersamamu," bisiknya, napasnya berbaur dengan aroma pandan dari kue yang terbawa masuk, "adalah satu-satunya saat aku lupa bahwa Sugeng pernah membakar masa laluku." Rizka tercekat. "Bakar? Apa maksud—" "Shhh," jempol Juned menyentuh bibirnya yang gemetar. "Belum waktunya kamu tahu."Ia mengambil handuk kecil, menyeka pelan wajah Rizka. Di balik ti
Terakhir Diperbarui : 2025-05-29 Baca selengkapnya