“Dokter, Sonia kritis.” Mataku membelalak. Setelah itu tidak jelas lagi Mama Sonia berucap apa, hanya terdengar deru tangis. “Tante, aku pergi dulu.”Aku bergegas membuat ponsel ke dalam tas dan langsung berdiri. “Kritis? Siapa yang kritis?" tanya Tante Fatima. Arsa dan semua ada di situ ikutan menoleh. "Pasien aku, Tante," ucapku sambil menyalami tangan Tante Fatima. Tante Fatima mengerutkan kening. Aku tidak bisa menjelaskan perasaanku saat ini. "Aku pergi, Tante. Assalamu alaikum.""Tunggu!" Langkahku terhenti. "Arsa, antar Wahda ke rumah sakit," titah Tante Fatima.Arsa melongo. "Aku bawa mobil sendiri, Tante," selaku sambil kembali bergegas. "ARSA!" Kali ini suara Tante Fatima menggelegar. "Dia panik begitu, sangat berbahaya mengemudi." Teratai terdiam dengan piring lauk masih di tangan. Caroline melongo. Mungkin dia tidak mengerti apa yang dibicarakan."Iya, Tante," sahut Arsa dengan wajah sewot. Aku langsung berlari ke depan. Tidak ada waktu melihat wajah terpaksa
Terakhir Diperbarui : 2025-05-28 Baca selengkapnya