All Chapters of Istri Figuran Presdir Arogan: Chapter 191 - Chapter 200

“Aku tidak merasakan bau tembakau dan alkohol,” bisik Karissa saat dia melepas ciumannya. Hanya sedetik, karena detik berikutnya dia menyeringai tipis dan kembali melumat bibi tebal suaminya.Dilempar pistolnya entah ke mana, tangannya bergerak meremas kemeja juga tengkuk Luciano.“Kamu bukan perawan yang belum pernah disentuh, kan, Tuan Wilbert?” ledek Karissa sebab pria itu belum membalas ciumannya.Merasa harga dirinya tersentil, mata Luciano menggelap. Dia membalikkan tubuh Karissa untuk didudukkan ke kursi penumpang. Sesaat mata mereka saling menatap barulah pria itu menyatukan bibir mereka dengan sedikit kasar.Ya, Karissa merasa menang. Dia melenguh kecil di saat ciuman itu begitu menggebu. Saling meluapkan rindu, saling berebut napas dan saling berebut kendali.Tangan Luciano tak tinggal diam. Saat tangan kirinya menahan posisi, tangan kanannya meremas pinggang Karissa dan naik ke atas.Hingga tiba-tiba gerakannya terhenti ketika dia nyaris merobek kain bagian dada. Mata Karis

“Ada yang sedang kamu sembunyikan?” tanya Karissa terus mengamati tirai putih itu.Shiena tertawa hambar sambil mengibaskan tangannya. “Sejak kapan aku menyembunyikan sesuatu darimu?”“Dulu kamu menyembunyikan identitas Allerick,” jawab Karissa dengan nada bercanda dan membuat Shiena jadi meringis.“Aku hanya mencari bros yang dibuatkan oleh Seraphina.” Shiena lalu pura-pura melihat ke sekitar bed beralih ke kolong mejanya.“Itu?” Karissa menunjuk ke bagian dada jas putih Shiena.“Oh, astagaaa!” Gadis itu menepuk jidatnya. “Sepertinya selalu gagal dalam percintaan membuatku jadi pikun begini.”Keduanya pun berbincang. Sampai tak terasa waktu berlalu. Shiena melihat ke jam di tangannya. “Karissa, bukannya sekarang harusnya kamu ada meeting dengan Pak Direktur ya?”Mata Karissa membulat. “Astaga! Saking emosinya sampai lupa tujuanku ke sini!” Dia buru-buru berdiri.“Antingmu?” Shiena baru sadar Karissa hanya memakai satu anting.“Oh ini. Nanti aku akan cerita lebih banyak lagi. Bye!” Ka

“Aku sudah dapat temanya!” seru Allerick sambil memutar tubuh dari meja belajar, tablet kecil di tangannya menghadap ke arah Luciano yang baru saja masuk ke kamar. “My Growing Heart in My Little Home.”Luciano berjalan pelan, duduk di sofa kecil dekat meja. “Itu tema dari sekolah?”“Iya,” jawab Allerick. “Katanya semua anak harus menyampaikan pidato yang berkaitan dengan rumah, keluarga, dan apa yang membuat hati kita tumbuh.”Dari pintu, Sergio muncul tanpa mengetuk, membawa minuman hangat. “Jangan-jangan mereka tahu kamu anak mafia, jadi mereka pilih tema lembut supaya kamu tidak pidato soal strategi militer.”Luciano menoleh tajam. “Sergio.”“Saya tidak salah bicara, Tuan.” Sergio menaruh minuman di meja kemudian mendekati Allerick, melihat isi layar tablet.Jangan ditanya, apa Allerick bisa membaca? Anak jenius ini bahkan sudah bisa berbahasa asing dan menghafal perkalian dan pembagian.“Uncle Sergio, kali ini jangan bercanda. Ini penting. Daddy, ajarkan aku cara berpidato yang be

Ingin kaki Karissa berbalik pergi untuk mencari putranya, tapi suara pria kecil di depannya serta senyuman penuh harapan itu membuat dia bertahan dengan posisinya.“Suaramu kenapa mirip sekali dengan putraku?” Karissa menyentuh dagu Allerick pelan.Belum sampai Allerick menjawab, sebuah panggilan terdengar dari belakang Karissa.“Deimos! Astaga! Kami sudah memperingatimu untuk tidak pergi sendiri!”Sergio cukup kesal karena anak ini sulit sekali diatur. Karena ramai, dia tidak memperhatikan siapa yang berdiri di depan Allerick. Sebab, untuk berjalan ke arah Allerick saja Sergio harus menabrak bahu beberapa orang labih dulu.“Daddy mu sudah di jalan. Dia bisa membunuh kali kalau tau kamu sempat hilang.”Sergio berjongkok untuk menyentuh anak ini dari atas sampai bawah. Memastikan tidak ada yang terluka.Karissa membeku di tempat memperhatikan bagaimana pria dewasa itu sedang mengurus Allerick. Sergio, tentu Karissa masih ingat siapa Sergio.“Rambutmu berantakan dan tanganmu kotor, Deim

Karissa membaca lagi sambil menahan senyum. Hanya dua kalimat saja matanya sudah berkaca-kaca.“Kamu nakal sekali,” gumam Karissa mengusap tulisan itu pelan.Dia sangat tahu betul gaya tulisan Luciano. Meski bertahun-tahun, dia yakin tulisan suaminya itu masih sama. Tegas, miring ke kanan, presisi. Tapi ini? Ini murni tulisan tangan kecil yang berusaha mencuri peran ayahnya.Dalam hati Karissa menilai, “Allerick sebegitunya ingin kami bersatu. Sabar ya, Sayang. Mommy akan buat Daddy menginginkan kebersamaan kita segera.”Senyum Karissa tumbuh pelan, lalu terhapus sebagian ketika suara Lucas menyapa.“Putrimu manis sekali,” ujarnya sambil menunjukkan foto yang di share di grup sekolah.Karissa melipat kartu ucapan lalu memiringkan sedikit tubuhnya supaya bisa melihat foto di layar ponsel Lucas.“Kamu yang memilih gaunnya?” Lucas masih melihat-lihat lagi foto lain.“Dia sendiri yang memilih. Selera dia tidak kalah kan dengan ibunya?” canda Karissa.Tawa kecil mereka adalah percikan bens