Dipaksa menggugurkan bayi di kandungan adalah perintah terburuk dari suaminya untuk Karissa. Selama 3 tahun dia berusaha mengambil hati Damian Morgan, seorang pria yang di luar dikenal sebagai pengusaha sukses dan dermawan. Nyatanya, Damian tidak pernah bisa memposisikan diri layaknya suami. Damian hanya pulang saat kebutuhan biologisnya ingin dipuaskan. Sikap dingin dan tak peduli juga selalu Karissa dapatkan. Jika bukan cinta dan balas budi, perempuan itu sudah meninggalkan Damian sejak lama.
View More“Panties? Punya siapa?”
Istri mana yang tidak terkejut melihat pakaian dalam wanita entah milik siapa, tergeletak begitu menjijikkan di lantai kamarnya.
“Damian?” Nama suaminya lah yang terlintas di kepala. Siapa lagi yang tidur di kamar ini selain mereka berdua.
Karissa Asterin adalah dokter muda yang sibuk dengan jadwal praktek di rumah sakit semalaman. Pagi ini dia pulang berharap bisa segera membersikan diri dan menyiapkan sarapan untuk Damian, sebelum suaminya itu berangkat bekerja. Namun, dia sudah dibuat syok begitu membuka pintu kamar.
Bukan hanya pakaian dalam wanita berenda warna merah. Karissa juga bisa melihat jelas keadaan ranjangnya yang berantakan, selimut tergulung sembarangan, bantal jatuh ke lantai, terlebih di atas bantal putih itu ada bekas lipstik yang menempel. Lipstik itu jelas bukan miliknya. Warnanya terlalu terang. Karissa tidak pernah memakai warna seperti ini, bahkan di acara-acara formal sekalipun.
“D-Dia tidur dengan wanita lain?”
Mata Karissa mengerjap cepat saat jejak basah di kelopaknya mulai menggenang. Mulutnya pun terbuka demi meraih oksigen sebaik mungkin sebab rasa sesak mulai menyerang dadanya.
Selama tiga tahun pernikahan, hubungan mereka memang tidak baik, tapi Karissa tidak pernah berpikir Damian tega mengkhianatinya begini.
Meski dengan kaki yang lemah dan gemetaran, Karissa memilih untuk buru-buru mandi kemudian menuju dapur. Di sana sudah ada dua pelayan yang memasak.
“Nyonya, kami baru mengolah menu penutup,” ucap Martha, kepala pelayan di mansion ini yang membungkuk hormat. Dia paham kalau Tuan-nya hanya mau menu utama dimasak oleh Karisaa.
Karissa hanya menarik nafasnya dalam tanpa menjawab. Rasanya pagi ini dia sedang tidak ada tenaga untuk basa-basi. Usai memasak menu utama, sambil membiarkan pelayan lain membereskan meja makan. Karissa memanggil Martha.
“Martha, semalam siapa yang menginap?” tanyanya sembari menyeduh teh ramuan. Karissa selalu bicara lembut, selembut wajah dan perilakunya.
Martha, pelayan setia itu sejenak menatap wajah cantik majikannya yang pucat, tak sesegar biasanya. Rona ceria yang selalu tampil saat Damian ada di rumah juga hilang entah kemana.
Tak ada jawaban, Karissa pun menaikkan pandangannya. “Martha?”
Wanita paruh baya itu tersentak dari lamunannya. “Ah, emh ... Emma semalam ikut begadang di ruang baca bersama Tuan Damian.”
Emma adalah asisten pribadi Damian yang sudah bekerja hampir 3 tahun, tak lama setelah Karissa menikah dengan pria itu.
“Dia sudah pulang?” tanya Karissa menyembunyikan segala pikiran buruk dengan mengaduk isi cangkir. Padahal tangannya sendiri sudah mulai gemetaran mendengar nama Emma yang disebut oleh Martha.
“Ya, Emma pulang pukul lima tadi, Nyonya.”
“Lalu Damian?”
“Tuan ada di ruang baca.”
Saat begitu, langkah berat terdengar dari kejauhan. Berdasarkan ketukannya Karissa sudah bisa menerka kalau yang datang adalah Damian. Benar saja, aroma parfum Sandalwood yang maskulin mulai mendominasi udara begitu pria yang sudah rapi memakai jas lengkap itu masuk.
Dua pelayan termasuk Martha langsung membungkuk hormat pada pria yang baru saja duduk penuh kuasa di kursi paling ujung.
“Pagi, Tuan. Masakan Nyonya Karissa sudah tersaji. Selamat makan. Kami permisi.”
Damian hanya menjawab dengan tatapan singkat, itu sudah cukup membuat mereka pergi. Sementara di dapur, Karissa menarik nafas panjang untuk menetralkan kekacauan di hati dan pikiran. Dibawanya secangkir teh ramuan ke meja makan.
Damian Morgan, dia adalah wujud karya seni Tuhan yang paling sempurna. Bertubuh tinggi, kekar dan tegap. Wajahnya pun simetris, kuat, dan penuh wibawa. Hanya saja, auranya terlalu dingin membuat siapapun yang berada disekitarnya merasa terintimidasi jika ditatapnya.
Seperti saat ini, Karissa merasakan ada tatapan dingin yang menusuknya ketika dia menyiapkan isi piring sang suami tanpa menyapa bahkan tanpa senyuman.
Ya, Damian memperhatikan perubahan itu dan merasa aneh.
Setelah piring Damian terisi, giliran Karissa duduk lalu mengurus isi piringnya sembari bertanya, “Kamar kita kenapa berantakan?”
Damian lebih dulu menyesap teh ramuan khas buatan Karissa. “Karena untuk tidur,” jawabnya datar.
“Sendirian?” tanya Karissa lagi menatap cemas dengan jawaban jujur sang suami.
Namun, yang ada justru sorot tajam Damian sebagai jawabannya. Hal itu tentu membuat Karissa meneguk salivanya susah payah.
“Aku hanya bertanya, karena tidak biasanya kamar nampak begitu berantakan. Kecuali ....”
“Masih pagi, kamu ingin memainkan drama apa?”
Karissa ingin langsung menjawab, hanya saja tenggorokannya tercekat. Sungguh dia sebenarnya takut dengan reaksi Damian kalau pembahasan ini berlanjut. Pria itu bisa saja mencekik atau menarik dan mengurungnya di kamar kalau sampai mengusik ketenangannya. Sayangnya, Karissa tak bisa lagi menahan diri.
“A-Aku melihat kekacauan yang tak biasanya. Panties, lipstik dan aroma parfum wanita lain di kamar. Semalam kamu baru melakukan apa?”
Damian meletakkan gelas dengan kasar hingga terdengar bunyi dentingan yang membuat Karissa memejamkan matanya sejenak, ditarik nafas itu lalu kembali menatap wajah pria yang mulai nampak emosi. Namun, Karissa tak peduli kali ini.
“Damian, kamu melakukannya dengan siapa?"
"Katakan." Suara Damian makin dingin, penuh penekanan. "Apa sebenarnya yang ingin kamu tuduhkan, huh? Bukankah seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu tidak pulang semalam?”
Damian tau Karissa ada jadwal praktek. Namun, biasanya sang istri meluangkan waktu untuk menyambut kedatangannya. Jarang-jarang Damian ada di rumah, pria itu mengurus bisnisnya di dalam dan luar negeri. Karenanya, selama Damian pulang ke mansion, Karissa selalu melayani dengan maksimal. Dia akan selalu melakukan yang terbaik meski Damian hanya bisa bersikap dingin padanya.
Sedangkan semalam, dia tidak menemukan Karissa di mansion.
“Tapi bukan berarti kamu bebas bercinta dengan wanita lain di ranjang kita, Damian!” Karissa mulai menaikkan intonasi bicara bersamaan dengan rasa panas di dada yang makin menggeliat.
Terlebih melihat Damian sama sekali tidak menjawab dengan benar satu pun pertanyaannya.
“Damian? Kamu diam karena tak bisa menjawabnya, hm?”
“Kamu benar-benar menguji kesabaranku, Karissa?” ucap Damian menurunkan nada, tapi tidak dengan tatapannya. Sorot itu penuh rencana keji kalau saja pembahasan ini masih dilanjutkan.
“Jadi kamu menganggap aku yang mengujimu? Bukankah di sini aku yang sudah terlalu bersabar?” Mata Karissa makin memerah dan basah. Akibat rasa takut dan sakit di dada saat teringat semua sikap buruk Damian.
Mood Damian sedang buruk hari ini, tapi Karissa makin memperkeruh suasana hatinya. Hal itu sukses membuat rahang pria itu mengetat dan tangannya mengepal mendengar semua ocehan istrinya.
“Sekarang katakan, kamu dengan dia memang sering melakukan – hkkkk!” Suara Karissa tercekat ketika Damian berdiri dan langsung mencengkeram rahangnya.
Pria itu membungkuk tepat di atasnya membuat Karissa mulai ketakutan dan kesulitan bernapas.
“Aku tidak suka semua tuduhanmu, Karissa!” desisnya.
Mata Karissa makin memerah dan buram karena buliran kristal bening yang menetes makin deras. Tidak, itu bukan senjata ampuh untuk membuat Damian memberikan belas kasih. Pria itu masih mencengkeram rahang Karissa dengan tatapan tajamnya.
Sampai satu kalimat kembali terucap dari mulut Karissa. “D-Damian, aku hamil.”
Beberapa detik, jantung Karissa berdebar kencang saat iris mata hitam pekat sang suami tak bisa diartikan. Wajah Damian tetap dingin, tak menunjukkan sedikit pun kegembiraan atau keterkejutan yang Karissa harapkan.
Sampai pria itu melepas kasar cengkeramannya hingga wajah Karissa terlempar ke samping.
“Berapa lama?” tanyanya penuh intimidasi dengan posisi masih sedikit membungkuk dan tangan satunya mengepal di atas meja.
“H-Hampir dua bulan. Aku baru yakin setelah memeriksakan diri kemarin.” Karissa mendongak.
“Berapa lama kamu berhenti meminum pil penunda kehamilan?” Damian memperjelas pertanyaannya dengan tatapan seperti belati yang menusuk. Tentu dia menyalahkan Karissa karena bisa sampai hamil begini.
Mulut Karissa terbuka, tapi dia bingung untuk menjawab. Selama tiga tahun menikah, Damian memang terus memintanya rutin meminum pil itu dengan alasan mereka sama-sama sibuk dan tidak mau memiliki anak lebih dulu.
“O-Opa Hector terus menanyakan cucu, jadi –“
"Gugurkan," sela Damian tanpa ragu, seraya menegakkan posisi berdirinya.
“A-Apa?” tanya Karissa pelan, mungkin dia salah dengar.
Sorot dingin Damian kini bercampur dengan tatapan merendahkan. "Aku tidak menginginkan anak. Buang saja janin itu."
Hati Karissa mencelos. Selama ini, ia tahu suaminya tak pernah bersikap baik padanya, namun ia tak pernah membayangkan bahwa Damian bisa sekejam ini terhadap darah dagingnya sendiri.
“Apa kamu gila, Damian?” Gigi Karissa sampai menggertak penuh emosi dan rasa sakit.
Tak ada jawaban, pria itu justru mengangkat tangan kirinya guna melihat jam tangan high-tech quart yang melingkar begitu elegan di sana.
“Lima jam lagi kamu ada jadwal praktek.” Damian kembali menjatuhkan pandang pada Karissa.
“Jadi kamu bisa langsung ke ruang obsgyn dan meminta tindakan aborsi,” lanjutnya.
Mata Karissa membelalak sempurna. "Aku tidak akan menggugurkan bayiku. Ini anak kita, Damian!" teriaknya, tapi Damian masih nampak tak acuh. Pria itu justru mulai melangkah pergi.
“Damian mau ke mana? Kita belum selesai bicara!”
Langkah tegas itu terhenti sejenak. Dia hanya menoleh tipis.
“Aku akan pergi selama tujuh hari. Setelah aku kembali, aku harap sudah tidak ada lagi nyawa di perutmu,” ucap Damian datar lalu melanjutkan langkahnya pergi.
“Kamu meminta istrimu menggugurkan kandungan, sedangkan kamu akan pergi bersenang-senang dengan selingkuhanmu? Kamu tidak waras, Damian!” teriak Karissa berdiri cepat dengan tangan mengepal sayangnya Damian tidak lagi menghiraukan.
Dia tau apa yang terucap di mulut Damian adalah mutlak, tapi perintah ini terlalu menyakitkan.
EMPAT TAHUN KEMUDIAN –Karissa berdiri di ujung lorong, mengenakan coat hitam panjang yang menjuntai sampai betis. Rambutnya dikuncir tinggi, dan sepasang kacamata bulat menutupi matanya. Tangannya mantap menggenggam pistol berperedam. Helaan napasnya tertahan.“Nyonya, target sudah bergerak,” ucap anak buahnya di earpiece.Karissa makin fokus. Dia menajamkan telinganya. Di rasa tepat, dia mengangkat tangannya dan suara peluru pelan meledak di malam yang hening. Pria bersenjata di depannya roboh dengan peluru bersarang di bahu.Karissa mendekat, memeriksa denyut nadi dengan tenang.Masih hidup.Dia dokter, rasanya tidak etis kalau membunuh. Jadi biarkan musuh terluka lalu ditangkap.“Tuan penyusup,” ucapnya datar, “aku sudah bilang, jangan bermain-main di wilayahku.”Tembakan dari arah lain membuat Karissa mundur dan bersembunyi. Dia melawan dengan peluru, juga fisik yang menendang juga memukul musuh yang menghampirinya.Ketika sadar, orang yang dia tembak tadi tak ada. Para musuh jug
Langit berwarna abu-abu pucat, seolah ikut berkabung. Gerimis kecil membasahi rerumputan pemakaman. Di bawah naungan payung hitam, Karissa berdiri diam memandangi nisan baru bertuliskan nama Vincent.Di belakangnya, Shiena menggenggam tisu yang sudah basah. Matanya sembab.“Karissa. Kamu sudah berdiri enam puluh menit di sini.”Karissa bicara tanpa menoleh pada Shiena. “Pergilah. Lanjutkan hidupmu dengan bebas, Shiena.“Karissa...” lirih Shiena. Dia melangkah pelan, lalu berlutut di depan wanita itu. Suaranya gemetar. “Maafkan aku... karena tidak mengatakan soal Allerick lebih awal. Aku tahu aku pengecut. Tapi waktu itu... aku tidak punya siapa-siapa. Aku hanya takut kehilangan segalanya. Aku juga berniat membantu hubungan kalian. Maafkan aku, Karissa.”Karissa tidak langsung menoleh. Matanya tetap tertuju pada tanah yang masih basah. Tapi air matanya jatuh kembaliShiena melanjutkan, sambil menyentuh ujung mantel Karissa. “Tolong biarkan aku mengabdi. Anggap saja ini caraku menebus s
Sergio menurunkan kaca mobil perlahan saat kendaraan hitam itu berhenti di depan rumah tua milik seorang informan di wilayah pinggiran kota. Namun, bukan sang informan yang menarik perhatian mereka, Melainkan keberadaan Vincent dan Karissa di halaman belakang, di bawah pohon tua yang menaungi bangku kayu.“Tuan, luka Anda.”Darahnya merembes. Sampai tempat duduk juga sedikit basah karena tetesan darah.“Aku pakai mantelmu.” Dia melepas miliknya lalu berganti memakai mantel yang dipakai oleh Sergio. Meski sedikit kekecilan tapi tidak masalah."Karissa," panggilnya lantang.Wanita itu yang tadinya duduk, langsung berdiri. Wajahnya pucat. Vincent menoleh dan mendekap Karissa sedikit, melindungi.Luciano sempat memperhatikan sekitar. Ada beberapa penjagaan di sana yang waspada padanya. Sedangkan Baby Seraphina ada di dalam, di gendongan Shiena."Luciano, jangan buat kekacauan di sini," ucap Vincent datar.“Luciano –“ Karissa hendak menghampiri Luciano tapi tangannya di tahan oleh Vincent.
Luciano duduk di ruang gawat darurat dengan perban besar di tangan kanannya. Bajunya berlumuran darah. Matanya merah karena lelah dan takut. Dia baru saja menyerahkan Damian ke ruang operasi.“Kau sudah menghubungi mama?” tanya Luciano pada Sergio yang berdiri di sampingnya.“Sudah, Tuan. Kebetulan Emma juga baru tiba di Italia. Jadi mereka berdua sedang dalam perjalanan ke rumah sakit.”Luciano mengangguk. Dia keluar dari ruangan lalu menuju ke ruang operasi. Tak lama, suara langkah berlarian terdengar dari ujung lorong. Rosetta dan Emma. Kebetulan pagi itu Emma tiba di Italia atas perintah Rosetta. Tak di sangka, mereka justru mendapatkan berita buruk.“Bagaimana bisa, Luciano? Apa yang sebenarnya terjadi?” Rosetta terlihat sangat khawatir.“Dia menginjak ranjau. Aku tidak bisa menjaganya dengan baik,” jawab Luciano datar. Jawaban yang selalu dia katakan setiap kali Damian terluka ketika bersamanya.Rosetta menggeleng. “Dia yang tak bisa menjaga diri. Lalu ini –“ Dia menyentuh samar
BOOMM!!!Suara ledakan menghantam suasana pagi di area sepi dan terpencil. Tanah bergetar. Asap dan percikan tanah basah terangkat.Luciano terdorong mundur terjatuh ke tanah dengan tangan kanan yang terluka karena terkena serpihan besi.Damian memekik. Tubuhnya tergeletak tak jauh dari kawah kecil bekas ledakan. Kaki kanannya hancur."Damian!" Luciano berusaha bangkit. Meski tubuhnya oleng, dia tetap menyeret langkahnya cepat ke arah Damian.Meski jenis ranjau ini hanya untuk melukai musuh, bukan membunuh. Tapi efek ledakan mampu menghancurkan sesuatu yang menyentuh ranjau tersebut. Dan serpihannya cukup kuat untuk melukai.“Damian, Damian! Kau dengan aku, Damian!” Luciano memukul pipi Damian supaya pria itu membuka mata.“Luciano ....” Damian menggigit bibirnya sendiri menahan sakit luar biasa di sekujur tubuhnya. Terkhusus kaki kanannya dengan darah mengucur deras.“Aku sudah katakan tadi, jangan bergerak!” bentak Luciano frustasi. “Kau sangat bodoh, Damian!”“Lalu kamu akan mengor
Hujan rintik turun membasahi atap seng tua di salah satu gudang pelabuhan yang sudah lama ditinggalkan. Bau logam karat, lumpur, dan sisa bahan bakar masih terasa di udara.Luciano berdiri di depan pintu besi yang setengah berkarat, mengenakan mantel panjang berwarna arang gelap. Tangannya memegang berkas yang baru ia dapat dari anak buahnya, yang berisi denah lengkap lokasi penyimpanan lama milik Klan Luther.“Tuan, Anda yakin tidak mau ditemani?” tanya Sergio dari ponsel yang di pegang oleh tangan kiri Luciano.“Aku hanya perlu mengambil benda itu dan memberikannya pada Karissa,” ucap Luciano sambil membuka pintu pelan.Hawa lembab pun langsung bisa Luciano rasakan.“Kau pantau saja pergerakan Vincent. Jangan sampai menahan Karissa di rumah saat jadwal ke rumah sakit nanti.”“Baik, Tuan! Hati-hati, saya khawatir ada ranjau yang dipasang di sana.”“Ya, sudah pasti. Semakin banyak ranjau, artinya semakin dekat dengan sesuatu yang sangat berharga.”Luciano mematikan ponselnya, kini ber
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments