All Chapters of Menjadi Istri Keponakan sang Mantan: Chapter 91 - Chapter 100

102 Chapters

Bab 91 : Ketakutan yang Terlambat Disadari

Sophia menatap lelaki di hadapannya, mengenakan jaket hitam pekat yang membingkai tubuh tegapnya dengan sempurna. Wajahnya terlihat begitu tampan di bawah cahaya rembulan, sorot matanya tajam dan menenangkan. Meski sudah berumur tiga puluh tahun, pria itu tetap memiliki daya tarik luar biasa. Ketegasan di rahangnya, tatapan matanya yang dalam, dan caranya berdiri dengan percaya diri seakan menunjukkan bahwa ia adalah seseorang yang tidak mudah digoyahkan. Saat melihatnya, rasa takut yang tadi membekapnya perlahan mulai mereda. Tubuhnya yang gemetar sedikit demi sedikit merasa lebih tenang, seolah pria di depannya adalah perlindungan yang selama ini ia cari. Tanpa berpikir panjang, Sophia langsung memeluk lelaki itu dengan erat. "Daniel ..." bisiknya lemah, suara gemetar di antara napasnya yang masih tersengal. Daniel terkejut sejenak, tetapi tangannya segera membalas pelukan itu, menahan tubuh Sophia yang sedikit limbung. Ia bisa merasakan betapa dingin tubuh wanita itu, betapa
last updateLast Updated : 2025-04-20
Read more

Bab 92 : Luka Lain

Anne berdiri di ujung lorong, matanya menyipit penuh tanda tanya saat menatap ke arah ruang tengah. Di sana, Sophia duduk dengan tenang di atas sofa, jemarinya membalik lembar demi lembar majalah yang ada di pangkuannya. Tidak ada tanda-tanda kelemahan, tidak ada wajah pucat, tidak ada keluhan sakit. Seharusnya, Sophia sudah merasakan efeknya. Seharusnya, wanita itu sekarang sedang terbaring lemas, atau setidaknya menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan. Tapi nyatanya, dia masih baik-baik saja—seolah tidak terjadi apa pun. Anne menggigit bibirnya, pikirannya berputar cepat. Apa yang salah? Ia yakin benar telah memasukkan obat itu ke dalam susu Sophia. Maid yang bertugas mengantarkan susu itu juga tidak mencurigakan. Jadi kenapa Sophia masih sehat-sehat saja? Perasaan gelisah mulai merayapi dirinya. Jika rencananya gagal, maka artinya ia harus lebih berhati-hati. Tidak boleh ada yang tahu tentang ini. Terutama Laura. Wanita itu pasti akan sangat kecewa jika tahu bahwa upaya mereka t
last updateLast Updated : 2025-04-21
Read more

Bab 93 : Godaan yang Tak Diinginkan

Daniel menghembuskan napas panjang saat langkahnya sampai di depan pintu apartemen. Hari ini begitu melelahkan, bukan karena pekerjaan, tetapi karena pikirannya yang terus dipenuhi oleh sosok Sophia. Ada banyak hal yang harus ia pikirkan, tetapi semua terasa begitu buntu. Dengan sedikit enggan, ia merogoh kunci dari saku celananya, memasukkannya ke dalam lubang kunci, lalu memutar kenop pintu. Begitu pintu terbuka, pemandangan yang sudah berkali-kali ia lihat kembali menyambutnya. Laura berdiri di ambang kamar, bersandar di dinding dengan pakaian minim yang jelas dirancang untuk menggoda. Sebuah lingerie sutra berwarna merah melekat di tubuhnya, memperlihatkan kulitnya yang mulus. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai, beberapa helai jatuh ke bahunya dengan cara yang tampak natural, seolah tanpa usaha. Seharusnya pemandangan itu bisa menggoda siapa pun—tapi tidak bagi Daniel. "Welcome home, darling," suara Laura terdengar lembut, mengandung nada genit yang sudah sangat familiar di
last updateLast Updated : 2025-04-23
Read more

Bab 94 : Kesepakatan yang Menguntungkan

"Terima kasih atas kerja sama Anda, Mr. Lancaster," ujar Daniel sambil menjabat tangan pria di hadapannya. Mr. Edward Lancaster, seorang investor ternama yang memiliki jaringan luas di sektor properti dan pembangunan, mengangguk dengan ekspresi puas. "Kau memiliki visi yang kuat, Mr. Williams. Aku suka cara berpikirmu," ujarnya. Saat ini, Daniel sedang berada di ruang pertemuan eksklusif di lantai tertinggi sebuah hotel bintang lima, menemui klien penting untuk mengamankan investasi di proyek lahan perbukitan barat. Kawasan itu telah lama menjadi target pengembangan, tetapi hanya sedikit investor yang berani mengambil risiko karena akses dan infrastruktur yang masih terbatas. Namun, Daniel bukan pria yang mudah menyerah. Sejak awal presentasi, ia telah menyiapkan setiap data dengan matang—rencana pembangunan, prospek keuntungan jangka panjang, hingga strategi pengembangan akses jalan yang akan meningkatkan nilai lahan tersebut secara signifikan. Salah satu poin utama yang berha
last updateLast Updated : 2025-04-28
Read more

Bab 95 : Tidak Asing

Benturan keras masih terasa di tubuh Daniel, napasnya sedikit tersengal saat kesadarannya perlahan pulih. Suara klakson mobil lain terdengar samar, diiringi teriakan beberapa orang yang bergegas mendekat ke arah mobilnya. Mobil yang menabraknya telah melaju pergi begitu saja, meninggalkan bekas tabrakan di bagian samping mobil Daniel. Ia masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi, saat itu juga ketukan terdengar di jendela kaca mobilnya. Tok, tok, tok. "Pak, apa Anda baik-baik saja?" suara seorang pria terdengar khawatir dari balik kaca. Daniel mengerjapkan mata, masih sedikit pusing, lalu menekan tombol untuk menurunkan kaca jendela. Udara malam yang dingin langsung menyapa wajahnya. "Aku baik-baik saja," jawabnya dengan suara yang sedikit serak. "Terima kasih." Pria yang mengetuk kaca tadi menghela napas lega. "Syukurlah. Saya melihat mobil itu menabrak Anda lalu kabur begitu saja. Haruskah saya menelepon polisi?" Daniel menggeleng pelan. "Tidak perlu. Aku bisa mengur
last updateLast Updated : 2025-04-29
Read more

Bab 96 : Janji yang Terucap dalam Diam

Ruangan kerja Daniel yang berada di mansion Williams terasa lebih hangat dari biasanya. Cahaya lampu temaram menambah suasana nyaman di dalamnya. Di atas meja kerja, beberapa dokumen tersusun rapi, menunjukkan kesibukan Daniel akhir-akhir ini. Namun, saat ini, perhatiannya hanya terfokus pada satu hal—wanita yang tengah duduk di sofa, yang kini menjadi pusat dunianya. Sophia duduk dengan santai, tubuhnya sedikit bersandar ke belakang, satu tangannya mengelus lembut perutnya yang semakin membesar. Ada cahaya keibuan di wajahnya, sesuatu yang membuat Daniel tak bisa mengalihkan pandangan. Dengan langkah tenang, Daniel mendekat sambil membawa sesuatu di tangannya. Ia duduk di samping Sophia, menatapnya sejenak sebelum akhirnya menyerahkan benda itu. "Aku membeli ini untuk anak kita," katanya sambil menunjukkan sepasang sepatu bayi mungil berwarna pink. "Tapi aku tidak tahu apakah dia akan menyukainya." Mata Sophia melembut, senyum tipis muncul di wajahnya. Ia menerima sepatu itu den
last updateLast Updated : 2025-05-02
Read more

Bab 97 : Alibi Sophia

Flash Back. Anne berdiri di balik pintu yang sedikit terbuka, napasnya tertahan saat mendengar percakapan di dalam ruangan. Matanya menyipit tajam, memperhatikan setiap gerakan Sophia dan Daniel. Sejak awal, ia sudah merasa ada yang aneh dengan kedekatan mereka. Tatapan penuh perhatian, sentuhan yang terlalu akrab—semuanya terasa lebih dari sekadar hubungan biasa. Dan kini, bukti itu ada di depan matanya. Tangannya bergerak cepat mengambil ponsel dari saku. Dengan hati-hati, ia mengangkatnya dan membidik kamera ke arah Daniel yang tengah mengelus perut Sophia, wajahnya dipenuhi kelembutan. Klik. Satu foto berhasil ia abadikan. Anne menahan senyumnya. Ini akan sangat menarik. Tanpa ragu, ia mengetik pesan singkat di ponselnya sebelum mengunggah foto tersebut. "Kau harus melihat ini. Aku rasa kau akan sangat menyukainya." Tombol kirim ditekan, dan dalam hitungan detik, pesan itu terkirim ke Laura. Anne menatap layar ponselnya dengan penuh kepuasan. Ia tahu betul bagaimana L
last updateLast Updated : 2025-05-03
Read more

Bab 98 : Kehilangan

Suara jeritan Sophia menggema di seluruh lorong mansion Williams, Daniel yang mendengar itu langsung berlari secepat mungkin ke arah sumber suara. "Sophia!" Ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk telah menimpa wanita itu. Saat ia tiba di tangga besar mansion, napasnya tertahan. Sophia tergeletak di anak tangga, tubuhnya setengah terduduk dengan tangan bertumpu pada salah satu undakan. Pakaiannya kusut, dan yang lebih mengejutkan—darah segar mengalir dari kakinya, sampai membentuk genangan merah di lantai marmer. Daniel berlari menuruni tangga. "Sophia!" Ia segera berjongkok di hadapan wanita itu, tangannya refleks menyentuh perut Sophia. Sophia mengangkat wajahnya yang pucat, matanya berkabut menahan sakit. "Daniel …" suaranya lemah, hampir tidak terdengar. Daniel melihat tangan Sophia juga berlumuran darah. "Apa yang terjadi?!" Sophia membuka mulut, seolah ingin menjawab, tapi sebelum satu kata pun keluar, kepalanya terkulai ke sa
last updateLast Updated : 2025-05-04
Read more

Bab 99 : Kepingan Hati

"Tidak mungkin ... Ini semua tidak mungkin ...." Mata David menatap kosong ke lantai rumah sakit, sementara pikirannya berputar tak karuan. Ia tidak pernah menginginkan kehamilan Sophia sejak awal. Ia menolak dengan keras, menuduh anak itu bukan miliknya. Tapi seiring waktu, perlahan ia mulai menerimanya—terutama setelah William menjanjikan saham sebagai bagian dari tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Namun sekarang, semuanya sia-sia. David mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Rencana yang sudah ia susun dengan matang kini berantakan begitu saja. Ia tak tahu harus merasa sedih, kecewa, atau marah. Yang pasti, sesuatu di dalam dirinya terasa kosong. Tatapannya kemudian beralih ke arah pintu ruang perawatan yang masih tertutup rapat. Di balik pintu itu, Sophia masih berjuang dengan kondisinya yang belum stabil. Ia mengembuskan napas panjang, mencoba menenangkan diri. Tapi tetap saja, pikirannya kacau. Apakah ini hukuman untuknya karena sejak awal menolak anak itu? Atau
last updateLast Updated : 2025-05-06
Read more

Bab 100 : Kenyataan Pahit

Kelopak mata Sophia bergerak perlahan, seakan berusaha keluar dari kegelapan yang menyelimutinya. Napasnya masih lemah saat akhirnya matanya terbuka lebar. Pandangannya kabur sesaat sebelum akhirnya menangkap sosok yang duduk di samping ranjangnya. "Daniel ...," gumamnya lemah. Mendengar namanya dipanggil, Daniel yang sejak tadi tenggelam dalam pikirannya langsung tersentak. Dengan cepat, ia menghapus air mata yang sempat jatuh di pipinya. Ia tak ingin Sophia melihatnya dalam keadaan seperti ini. "Kau sudah bangun," suaranya terdengar serak, tapi ia tetap berusaha terdengar tenang. Sophia mengerjapkan matanya, mencoba memahami apa yang terjadi. Namun, ada sesuatu yang aneh. Daniel tampak berbeda. Wajahnya pucat, matanya memerah seolah telah menahan tangis terlalu lama. "Kenapa kamu menangis?" Ini pertama kalinya Sophia melihat Daniel dalam keadaan seperti ini—terlihat begitu hancur, begitu rapuh. Daniel menggeleng pelan. "Tidak apa-apa," jawabnya, meski jelas sekali itu bohong.
last updateLast Updated : 2025-05-06
Read more
PREV
1
...
67891011
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status