Café di sudut kota itu masih sama seperti dulu—sunyi, minimalis, dan selalu dipenuhi aroma vanilla dan kayu manis. Meja pojok dekat jendela yang dulu sering mereka duduki pun tak berubah. Amora datang lebih dulu. Ia mengenakan gaun putih sederhana, rambutnya disanggul rapi, bibirnya dibingkai lipstick warna nude lembut. Tampilannya begitu bersahaja, tapi auranya memancarkan ketenangan palsu yang nyaris menipu. Tak lama kemudian, Angel datang. Dengan blouse krem, celana panjang hitam, dan senyum yang selama ini selalu terlihat tulus—tapi kini, bagi Amora, hanya topeng yang menjijikkan. “Mor!” sapa Angel riang, memeluknya sekilas, “Sudah lama banget, ya Tuhan! Kamu makin cantik sekarang!” Amora tersenyum manis, seperti sahabat lama yang merindukan temu. “Kamu juga, Gel. Nggak berubah, masih suka telat dua menit.” Angel tertawa, “Demi kamu aku bela-belain dandan lho ini. Udah berapa bulan kita nggak ketemu?” “Cukup lama sampai aku hampir lupa rasanya ngobrol sama kamu,” jawab Amora,
Terakhir Diperbarui : 2025-02-01 Baca selengkapnya