Sisil berdiri mematung di depan restoran, angin malam mengacak rambutnya yang rapi disisir dan diberi hairspray. Gaunnya kini terasa dingin menempel di kulit, seakan ikut menyerap rasa malu, kecewa, dan sesal yang bergemuruh dalam dadanya. Lampu-lampu kendaraan lalu lalang, tapi tak satu pun yang bisa membuyarkan pandangan Sisil yang masih terpaku ke arah Hans pergi. "Sialan," bisiknya pelan. "Kenapa aku malah begini?"Ia menghela napas dalam. Tangannya gemetar saat ia membuka clutch kecilnya, mencari-cari tisu. Tapi tangannya malah menemukan lipstik, parfum kecil, dan kartu nama yang tak penting. Akhirnya ia mengusap matanya sendiri dengan punggung tangan, membiarkan maskara sedikit luntur.Baru kali ini Sisil merasa sebodoh ini.
Last Updated : 2025-06-01 Read more