Semua Bab Ayo Menikah, Mas Duda!: Bab 141 - Bab 150

Siang itu, bel rumah tangga berbunyi nyaring. Aster yang sedang beristirahat di sofa terkejut mendengar suaranya. Perlahan ia bangkit, berjalan ke pintu sambil mengusap perutnya yang masih datar. Gerakan refleks baru yang tak disadarinya sejak tahu dirinya hamil.    Di teras rumah, seorang kurir berdiri dengan kotak kardus besar bertuliskan "Fresh Fruits Basket". Aster segera menandatangani paket itu, matanya penasaran melihat nama pengirim: Dea & Evan.Aster tersenyum sendiri melihat nama pengirim paket itu. "Ah, mereka selalu aja bikin aku terharu.”  Dengan hati-hati, ia membuka kotak itu di meja makan. Aroma segar buah-buahan langsung menyebar. Di dalamnya tersusun rapi buah-buahan premium. Mangga harum manis, anggur merah tanpa biji, apel fuji mengilap, dan beberapa buah naga merah segar.  Aster mengambil kartu ucapan di dalamnya."Untuk Aster & calon bayi, semoga selalu sehat! - Dea & Evan."

Klinik dokter kandungan terasa sejuk dan harum dengan aroma desinfektan yang lembut. Aster duduk di kursi tunggu, tangannya menggenggam erat berkas pemeriksaan sementara kaki kecilnya bergoyang-goyang gugup. Galih duduk di sampingnya, satu tangan memegangi bahu Aster sementara tangan lainnya sesekali mengelus perut istrinya yang masih belum terlihat membesar.  Galih berbisik pelan. "Tenang, Sayang. Aku di sini."  Aster tersenyum, berusaha menenangkan dirinya. "Aku cuma deg-degan aja, Mas. Ini USG pertama kita setelah aku hamil."  Sesaat kemudian, suara perawat memanggil nama Aster. Galih segera bangkit, membantu Aster berdiri dengan hati-hati seolah-olah istrinya terbuat dari kaca.    Ruangan steril dengan aroma desinfektan itu diisi oleh mesin USG dan monitor besar. Aster berbaring di tempat tidur pemeriksaan sementara Galih duduk di sampingnya, tak lepas memandangi layar kosong yang sebentar lagi akan menampilkan gam

Ruangan dokter kandungan yang sejuk itu dipenuhi oleh suara mesin Doppler yang memantulkan detak jantung cepat dari kedua janin. Aster berbaring di atas tempat pemeriksaan, perutnya yang sudah membesar terlihat jelas di bawah lampu klinik. Galih duduk di sampingnya, tangan erat menggenggam jari-jari Aster yang sedikit berkeringat.  Dokter tersenyum sambil melihat hasil USG. "Perkembangan kedua bayi sangat baik. Ibu sudah masuk trimester ketiga, jadi waktunya mulai mempersiapkan semuanya. Nama, kamar bayi, keperluan persalinan, dan semua kebutuhan ibu dan bayi nantinya."  Aster menghela napas lega. "Ada hal khusus perlu kami perhatikan, Dokter?"  Dokter itu berpindah ke kursinya, berbicara dengan nada profesional namun santai. "Secara fisik, hubungan intim bisa membantu mempersiapkan jalan lahir. Tentu harus dengan posisi yang aman dan nyaman untuk Ibu."    Udara di ruangan itu tiba-tiba terasa lebih hangat. Galih salah

Malam minggu yang tenang di ruang keluarga tiba-tiba pecah ketika Jason melompat ke pangkuan Galih yang sedang asyik membaca laporan kantor. Matanya berbinar dengan tekad yang sudah dipendam berbulan-bulan.   "Papa, ingat janji Papa waktu Bunda baru hamil? Katanya kalau aku jagain Bunda baik-baik, nanti adiknya bisa jadi laki-laki..."  tanya Jason dengan nada serius.  Galih salah tingkah, laporannya terjatuh. Aster yang sedang minum teh di seberang tersedak.  Aster terbatuk-batuk. "Jason sayang, itu kan—"  Jason melirik Galih dengan tatapan tajam. "Sekarang Bunda hamil kembar, tapi kata dokter bisa jadi dua-duanya adik perempuan juga!" Ia melipat tangan di dada, "Papa bohong ya?"  Galih menghela napas panjang, menarik Jason ke pelukannya. Di sudut ruangan, Winda yang sedang berkunjung menutupi tawanya dengan serbet.  "Sayang, jenis kelamin bayi itu bukan Papa yang nentuin. Itu kayak..

Lampu bintang-bintang kecil di langit-langit kamar Jason memantulkan cahaya redup, menari-nari di dinding seperti peri yang bersembunyi di balik bayangan. Aster mengatur posisi duduknya dengan susah payah, perutnya yang membuncit membuatnya harus bersandar pada tumpukan bantal ekstra. Jason sudah berbaring di tempat tidur, selimut bergambar dinosaurus terseret sampai ke dagunya, hanya matanya yang berbinar-binar terlihat. Mata yang penuh harap dan sedikit rasa bersalah.Jason melirik Aster, lalu berbisik penuh harap. "Bunda, aku minta sesuatu boleh?” tanyanya.Aster menatap Jason. “Minta apa, Sayang?”“ Aku minta bacain dongeng yang seru. Satu buku aja, Bunda. Yang ada ksatria sama naganya,” ucapnya, ia mengecilkan suaranya seperti bisikan angin malam.Aster mengangguk. “Ya udah, tapi Kakak yang ambil bukunya, ya?”Jason beringsut dari tempat tidur menuju rak buku. Meraih satu buku kisah ksatria dan naga laku meny