Terpikat Mayor Ajudan Bapak의 모든 챕터: 챕터 91 - 챕터 100

Dengan wajah panik Wira bergegas pulang setelah mendapat kabar dari salah satu pengawal pribadi Sophia. Rautnya terlihat jelas, bahkan setelah melihat Sekar yang terlelap."Mulai sekarang biarkan pengawal menjagamu, Nak, Sekar begitu takut ketika Zaki memberikan ancaman itu untukmu, dia menyalahkan diri atas apa yang menimpamu," ucap Sophia pada menantu kesayanganya."Maafkan saya, Bu, harusnya saya tidak membuat Sekar khawatir," tutur Wira."Ini bukan kesalahanmu, Nak, sebaiknya kamu tenangkan diri. Tidak perlu menantangnya untuk sekarang, itu akan membuat Sekar semakin menyalahkan diri. Temani istrimu saja di kamar, takut dia merasa sesak lagi."Wira mengiyakan saja apa yang mertuanya katakan. Padahal ingin dia menemui Zaki dan menghajarnya, namun Wira tidak sebodoh itu untuk terpancing permainan dari Zaki.Wira berbaring di samping istrinya dan menatap penuh rasa bersalah. Perlahan dia membawa tubuh istirnya da

"Apa tidak bisa aku berangkat menyusul Komandan, istriku sudah merasakan kontraksi. Setelah lahiran, aku berjanji akan menyusul.""Kau tau kita menggunakan kapal untuk pergi ke sana. Bagaimana bisa? Itu sama artinya kau merelakan tugasmu."Meski masih besok dia berangkat, tapi Wira dibuat bingung dengan kondisi Sekar yang mulai mengalami kontraksi palsu sejak semalam. Air ketuban memang belum pecah, tapi rasa sakit seperti akan persalinan sudah dirasakan.Apalagi Sekar memilih di rumah daripada ke rumah sakit, padahal rasa sakitnya mulai intens sejak pagi ini, apalagi dia tetap ingin melahirkan secara normal. Melakukan gerakan yang bisa melancarkan proses kelahiran anaknya.Berat untuk Wira jika sampai malam ini Sekar tidak melahirkan, dia tetap harus pergi menjalankan tugasnya. Siang ini Wira pulang lebih cepat untuk menemani istrinya, dia pasrah bagaimana nanti saja."Jika aku memang berjodoh untuk menemanimu, maka dia akan lahir saat aku bersama kalian, jika tidak, maafkan aku ya s

"Kenapa ayahmu belum juga menelepon lagi, tadi bilang setelah kegiatan mau menghubungi."Bayi kecil yang diajak bicara itu hanya menatap sang ibu sambil bergerak lincah dengan posisi tengkurap di atas tempat tidur. Selama 5 bulan dia belum bertemu dengan ayahnya, hanya bisa menatap melalui ponsel, tidak bisa memeluk sang ayah."Maaf, aku baru bisa menghubungimu, ada sedikit masalah jadi aku bantu selesaikan dulu. Ke mana gadis kecilku?" Suara beratnya sangat Sekar rindukan, apalagi dengan orangnya."Dia baru tidur, Mas," jawab Sekar."Sayang sekali. Bagaimana harimu? Apa tadi pergi kegiatan ibu-ibu Persit?""Iya, Mas, Ara tenang tadi di ajak ke sana. Oh ya, Mas, terima kasih kadonya. Padahal Sekar berharap kepulangan Mas yang menjadi kado spesial untuk usiaku sekarang.""Maafkan aku ya sayang. Hal itu tidak bisa aku berikan. Aku berjanji pulang, malah aku tidak bisa pulang karena ada konflik yang ter

"Lindungi aku, biar aku yang membawanya mundur," pinta Wira pada anggota yang menjadi sniper bersamanya."Kau harus tetap tahan tembakan!"Wira tidak ingin mendengarkan apa yang Komandan nya katakan, dia ingin fokus pada salah satu rekannya yang tertembak di beberapa langkah dari tempatnya. Dia melepaskan earpiece dan berjalan lebih dekat dengan beberapa anggota melindungi.Baku tembak terjadi, dan mustahil jika mereka hanya diam tanpa melawan. Komandan nya seperti tidak peduli jika anggota keamanan yang lain akan terluka. Dengan tanggap Wira berjalan menghampiri, meski bukan dari satuan TNI sama dengannya, tetapi orang yang terluka sama-sama bertugas menjaga keamanan. Dia harus membantunya."Apa yang terluka?" tanya Wira sambil melihat tubuh orang yang dihampiri."Bahu kiriku tertembak," rintihnya lirih."Aku akan membawamu mundur, bisa kau naik ke punggungku?"Setelah mendapatkan pers

"Tidak perlu marah ketika apa yang saya katakan tidak benar. Ini terlalu aneh ketika keputusan yang Anda pilih malah memihak pihak lawan.""Kau anggap dirimu siapa di sini? Kau memang menantu Presiden, tapi kau jauh dari keluargamu, hati-hati ketika berucap. Semua bisa terjadi di sini, begitu juga hilangnya nyawamu." Wira malah mendapat ancaman dari atasanya, dia memang sedang menutupi sesuatu yang entah apa maksud dari rencananya."Senjata api itu ada pada tempatnya, lakukan kalau Anda mau. Saya berdiri dengan tangan kosong. Saya hanya melakukan tugas dengan benar, ketika Anda merasa keputusan tentang perintah melarang ada baku tembak itu benar, maka jangan salahkan saya juga memperjuangkan apa yang saya anggap benar.""Kau!" Dia mendorong tubuh Wira dengan keras, namun pemilik tubuh hanya diam.Bukan hanya di dorong, Wira mendapat pukulan keras di perut dan kepala dengan tongkat yang dipegang hingga pelipisnya berdarah.