All Chapters of Pria Perkasa Penakluk Wanita: Chapter 531 - Chapter 540

- "Aku akan mengisap batang kemaluannya, Duncan," katanya. Brynn berlutut di hadapanku dan melingkarkan tangannya di sekitar batang kemaluanku. "Sial. Terlalu bagus untuk dilewatkan. Besar dan tebal—tidak seperti batang kemaluan kecilmu yang seperti peluru kacang."Aku harus akui, dia tahu apa yang dia lakukan. Dia menjilati batang kemaluanku dari atas ke bawah, hanya untuk efek visual. Dia menghisap kepala batang kemaluan, melumuri aku dengan air liurnya. Lalu dia menundukkan kepalanya, dan memasukkan salah satu bola kemaluanku ke dalam mulutnya, sambil terus mengocok batang kemaluan. Itu cukup luar biasa - meski akan lebih baik jika dia tidak berhenti berulang kali untuk berbicara di telepon, memberitahu Duncan apa yang dia lakukan, dan seberapa nikmatnya. Di beberapa titik, aku merasa seperti orang ketiga.Tanpa meminta izin, aku menjulurkan tangan dan meraba salah satu buah dadanya yang menggantung. Dia mendesah di antara mulutnya yang penuh dengan batang kemaluan. Aku mengangga

Saya memasukkan mobil ke gigi, lalu menuju ke tempat tinggal saya. Kemudian saya menarik napas dalam-dalam, dan menceritakan pertemuan pertama saya dengan Millie. Saya menceritakan hampir semua yang bisa saya ingat. Tapi kemudian saya dengan cepat beralih ke pesta di halaman belakang tempat saya pertama kali bertemu Kira—dan Anita.- "Insting pertama saya adalah mengajak Anita kencan." aku mengaku. - "Saya mengerti." kata Kira. "Itu yang saya pikir akan terjadi." Itu sulit, tapi aku menceritakan padanya tentang membeli tiket Marlies, hanya untuk mengetahui bahwa Anita telah tidur dengan Luke. - "Apa? Itu gila."- "Kamu tidak tahu?" - "Tidak. Itu... kenapa dia melakukan itu?" - "Aku sudah berhubungan dengan Millie. Dia ingin membalas dendam." Kira terlihat bingung. "Aku tidak mengerti." - "Itu filosofi hubungannya: semuanya harus persis sama."- "Aku masih tidak mengerti. Tapi... untung bagiku, kurasa." - "Kira - mengajakmu ke pertandingan hoki itu mungkin pilihan kedua

- "Millie?" Kami pernah bertukar email sesekali, tapi aku belum pernah bicara dengannya lewat telepon dalam waktu yang lama.- "Nah, begitulah!"Singkat cerita, Millie akan melewati Winnipeg—yang sebenarnya bukan hal yang biasa, tapi—dan bertanya apakah dia bisa bertemu kami.- "Tentu saja bisa." Jawabku. "Apakah kamu akan menginap? Kami bisa menampungmu. Tidak mewah, tapi kamu tahu kamu sangat welcome..." - "Itu terdengar bagus!" Katanya. "Tapi... aku datang bersama seorang teman."- "Tidak masalah. Kami punya ruang untuk kalian berdua." Kami memang punya - Kira dan aku punya kamar tidur kedua, karena kami berpikir untuk mengisinya... dengan anak-anak. Anak-anak kami. - "Hanya agar kamu tahu, Ben... temanku adalah seseorang yang kamu kenal juga. Itu... ya, itu Anita." - "Oh." Itu membuat semua perbedaan. Lihat, kamu bisa terbang dari Toronto ke Vancouver. Kecuali kamu mengemudi melintasi Kanada (sesuatu yang aku sangat rekomendasikan, baik kamu muda atau tua), tidak ada alasa

Siapa pun yang ingin menghubungi saya, tidak ada yang menelepon atau mengirim pesan hingga akhir hari, jadi daripada menunggu di perpustakaan dan berharap yang terbaik, saya naik sepeda pulang dan berjanji untuk menikmati sisa hari Jumat saya.Ayah tidak ada di rumah saat saya pulang, tidak terlalu mengejutkan. Ibu meninggal saat saya masih di taman kanak-kanak (kebakaran aneh di kantornya), dan meskipun ganti rugi dan asuransi jiwanya cukup untuk memastikan kami hidup nyaman di pinggiran kota stereotipik yang indah, Regan Hills, California, ayah tidak pernah benar-benar pulih dari itu, menurut saya. Pekerjaannya di bidang penjualan industri membuatnya bekerja keras, terlalu keras, menurutku, dengan jam kerja 12 jam sehari hingga enam hari seminggu, dan perjalanan setiap dua bulan yang membuatnya pergi hingga dua minggu sekaligus. Dia melakukan itu karena hal itu membuatnya teralihkan, dan meskipun saya tidak berpikir itu sehat, saya mencintai pria itu dan membiarkannya melakukan apa

Aku bangun dengan bertumpu pada siku cukup untuk melihat Kaitlyn berdiri di ambang pintu, tanpa kemeja dan jaketnya, dan berdiri di depanku hanya dengan bra hitam yang menutupi buah dadanya yang besar. Dia sudah membersihkan wajahnya, dan... apakah mungkin dia sedang tersenyum? "Apakah itu sesuatu yang harus aku minta maaf?" tanyaku. "Tidak. Tidak. Ya ampun, setiap pria yang pernah aku kencani jadi tidak berguna setelah dia orgasme. Atlet, playboy, dan setiap pria yang berpikir dia adalah orang hebat," katanya, menutup pintu di belakangnya. Dengan tenang, dia melepas sepatu botnya. "Tapi kamu?" lanjutnya. "Seorang nerd kurus, dengan batang kemaluan terbesar yang pernah aku lihat, dan tidak mau turun? Kamu adalah keajaiban. Kamu punya bakat yang perlu dibagikan ke dunia. Sebelum itu, lepaskan kemejamu." "Kenapa?" tanyaku. "Karena aku akan duduk di wajahmu, dan mungkin akan sedikit berantakan. Aku sudah mengisap batang kemaluanmu, dan kau harus membalasnya," katanya, melepa