Lahat ng Kabanata ng Kesepakatan Hati: Terjebak Pelukan Sang Mantan: Kabanata 171 - Kabanata 180

Cora menyantap makan malamnya, dengan perasaan dag-dig-dug. Kenapa Kakek Pak Azhar menatapnya seperti itu? Batin Cora sambil ia diam-diam melirik pria lanjut usia itu. Cora merasa Azhar—yang duduk berseberangan dengannya, kerap menatapnya sejak pria itu tiba di restoran. Tatapan matanya tidak biasa. Dia seperti tengah menyelidikinya. Cora merasa heran dan canggung. Sebab saat pertama kali bertemu saja, Azhar tidak sampai menatapnya seperti itu. Merasa insecure, Cora sampai mengecek pakaian yang ia kenakan. Apakah ada sesuatu yang berlubang, rusak atau kotor? Atau jangan-jangan ada sesuatu dengan wajahnya? “Ehem, Reno…” panggil Cora setengah berbisik. “Hm? Ada apa?” Reno menoleh dan melihat ekspresi wajah Cora yang salah tingkah dan canggung. Ia lalu melirik piring Cora dan mendapati makanan yang ada di piring itu hanya berkurang sedikit saja. “Apa rasanya tidak enak? Kamu tidak suka hidangannya?” Ia menduga Cora tidak menyukai hidangan itu, tetapi sungkan untuk mengata

“Sudah Cora, jangan menangis lagi. Hari ini seharusnya kita merayakan kemenanganmu!” Azhar menepuk pundak Cora dengan bersemangat.Cora segera menghapus airmatanya. Azhar benar, ia tidak boleh menangis lagi. Dengan adanya Azhar dan Reno yang memberinya dukungan, tidak seharusnya ia menangis. Ia pun memaksakan sebuah senyum dan mengangguk. “Kakek punya sesuatu untukmu,” ujar Azhar tiba-tiba seperti teringat sesuatu, ia lalu mengkode Anto.Anto yang duduk di kursi di belakang Azhar segera mengambil sebuah paper bag dari bawah kolong meja.“Nah, ini. Hanya hadiah kecil. Tapi ini akan membuatmu merasa lebih tenang.” Azhar “Terima kasih, Kek.” Cora menerimanya dengan senang hati. Ia melihat ke dalam paper bag itu dan begitu pula Reno.Reno ingin tahu apa yang diberikan Kakeknya untuk Cora. Namun sebelum ia sempat melihat ke dalam, Azhar mengangkat paper bag itu dan menaruhnya di tepi meja yang berseberangan dengan Reno.“Nanti saja dilihatnya, kalau sudah di rumah. Ini benar-benar hanya

Reno mengecup punggung Cora, perlahan dan lembut sepanjang garis tulang belakangnya. Lalu dengan hati-hati ia menutupi tubuh istrinya itu dengan selimut.Akhirnya Cora tertidur kelelahan setelah malam panjang mereka. Untung saja, Reno berhasil memadamkan lilin teratai berwarna pink itu diantara pergumulan panasnya dengan Cora. Namun Cora telah terlanjur terpapar oleh aroma wewangian yang disebarkan lilin itu, sehingga malam penuh gairah mereka tidak bisa dihindari.Reno mengenakan celana miliknya yang ia temukan di lantai kemudian meraih lilin teratai itu. Ia memperhatikannya sesaat sebelum berjalan ke arah buffet.Di atas buffet itu, masih ada beberapa buah lilin lain dengan berbagai macam bentuk dan warna. Reno merasa heran. Jika memang lilin itu mengandung semacam zat aphrodisiac, kenapa hanya Cora yang merasakan efeknya? Sedangkan dirinya hanya merasa tubuhnya sedikit hangat saja dan tidak sampai benar-benar horny seperti Cora.Apakah karena ia pernah 2 kali terpapar aphrodisiac

Hal pertama yang dilihat Cora pagi hari itu adalah tempat kosong di sebelahnya.Ke mana Reno? Jam berapa ini? Apa Reno sudah berangkat kerja? Batin Cora sambil ia melirik jam di dinding. Lalu ia teringat ucapan Reno kemarin. Mereka tidak pergi bekerja hari ini karena akan pergi ke The Adrian’s.Lalu ke mana Reno? Apa dia—sudah turun lebih dulu? Pikir Cora sambil tangannya memanjang menyentuh permukaan dingin seprei di bagian kosong ranjang king size mereka.Tiba-tiba telapak tangan hangat menyentuh pinggangnya lalu bergerak ke perutnya.“Sudah bangun?” Suara serak Reno bertanya dari belakangnya, sejalan dengan hembusan hangat nafas pria itu menyentuh sebagian sisi tengkuknya.Cora memutar tubuhnya dan menatap Reno dengan heran. “Kamu kok ada di sini?”“Di mana lagi aku seharusnya?” tanya Reno dengan wajah menahan tawa.Mereka telah tidur bersama sejak beberapa waktu lamanya. Tidak mengherankan jika mereka menemukan satu sama lain di atas ranjang di pagi hari. Bahkan hal itu sudah men

Cora menatap Reno dengan tatapan berat. Namun tatapan itu tidak ditujukan untuk Reno. Perasaan berat itu adalah apa yang ia rasakan saat mengenang kejadian itu. Walaupun samar, tetapi apa yang diingatnya dari kejadian itu terasa menyayat hati.Cora menarik nafas dalam dan mencoba menjawabnya. “Tidak banyak. Aku hanya ingat berada di sebuah kotak kayu bersama Kakakku, Darrel.”“Kamu tidak ingat hal lainnya? Mungkin—ada orang yang datang dan menolongmu?” tanya Reno dengan perlahan. Ia tidak ingin memaksa, namun ia ingin memancing ingatan Cora akan peristiwa itu.Setiap informasi yang ada sangat berharga untuk menguak peristiwa itu.Cora tampak berpikir untuk beberapa saat sebelum ia menggeleng. “Kenapa kamu menanyakan hal ini?”“Cora, ada sesuatu yang perlu kamu ketahui,” ujar Reno perlahan.“Mengenai kecelakaan kapal itu?”Reno mengangguk menjawab pertanyaan Cora. “Aku meminta bantuan Bastian untuk menyelidiki hal tersebut. Dan semalam Bastian memberitahuku mengenai pengakuan seoran