All Chapters of Kesepakatan Hati: Terjebak Pelukan Sang Mantan: Chapter 181 - Chapter 190

Reno yang sedang meneguk segelas air langsung terbatuk-batuk mendengar pertanyaan Cora. Sedangkan Azhar dan Anto, kedua nya menunduk mengulum senyum.Uhuk! Uhuk! “Apa kamu baik-baik saja? Pelan-pelan kalau minum…” Cora menepuk-nepuk punggung Reno dengan khawatir.Dengan susah payah Reno mengangguk dan kembali meneguk air. “Sayang, kalau sudah selesai sebaiknya kita berangkat sekarang. Kamu harus bertemu Ibu Zara pagi ini kan?” Ia segera mengalihkan pembicaraan.Cora melirik jam tangannya. Kebetulan ia sudah menghabiskan roti bakar miliknya.“Kamu benar. Kita sebaiknya berangkat.”“Kakek, aku pergi ke kantor dulu. Nanti aku usahakan pulang cepat untuk temani kakek,” ujar Cora sambil beranjak dari duduknya. “Tidak perlu repot-repot. Kakek juga nanti akan pergi keluar sama Anto. Kalian santai saja, tidak perlu pulang cepat.”“Kakek mau ke mana? Biar Didit yang antar. Aku bawa mobil sendiri hari ini.” Reno menimpali. Ia kuga perlu mengetahui keberadaan kakeknya selama di Fragrant Harbour

Taksi yang ditumpangi Cora berhenti di depan sebuah rumah di selatan Fragrant Harbour, sebuah daerah pinggir pantai. Cora memberitahu supir taksi itu untuk menunggunya sebelum ia turun. Ia menatap ke arah rumah di hadapannya. Cora ingat Pak Gilang pernah mengatakan kalau Leon Wijaya tinggal di rumah pantai keluarga wijaya karena dia mengidap sakit paru-paru. Dengan tinggal di daerah pantai, akan baik untuk pernafasannya.Ya, sepertinya benar yang ini. Batinnya memperhatikan detil penampakan rumah itu.Rumah itu sama persis dengan gambar rumah di latar belakang salah satu postingan foto Eric di akun sosial medianya. Bahkan nomor rumahnya pun sama.Cora melangkah mendekat dan dia bertemu dengan seorang penjaga pagar rumah itu.“Saya Cora Aleyna. Saya datang ingin bertemu dengan Bapak Leon,” ucapnya pada penjaga rumah.“Anda sudah punya janji?” tanya penjaga itu.“Tidak. Saya belum membuat janji dengan Pak Leon, tetapi saya ingin bertemu dengannya,” pinta Cora.“Maaf, Bapak tidak mener

“Bapak—”Leon menghela nafas. Ia telah keceplosan.“Tentu aku tahu. Tidak sulit untuk menyadari itu. Kamu memiliki wajahnya, dan bahkan matanya,” aku Leon. “Kamu bahkan memiliki senyum yang sama dengannya. Saat tersenyum, ujung matamu itu membuat segaris ekspresi lembut.” Leon membicarakan bentuk mata foxy Cora yang akan menyipit dan membentuk garis ke atas saat tersenyum.Cora tertegun dengan begitu perhatiannya Leon pada ekspresi wajahnya. Namun sedetik kemudian ia mempertahankan ekspresi datar.“Jadi Bapak hanya berpura-pura saat di makam?” tanya Cora. Ia memicingkan matanya dengan waspada. Jika Eric pandai bersandiwara, bukankah sangat mungkin Leon juga melakukan hal yang sama?Leon menggeleng. “Tidak Cora. Aku tidak berpura-pura.”“Percayalah, aku sangat terkejut saat melihatmu di makam itu.”“Benarkah? Lalu sejak kapan Bapak mengetahui kalau aku—”“Setelah dari makam, aku meminta Hendy untuk mencari tahu mengenai dirimu. Karena jujur, selama ini aku—tidak terlalu menaruh perhat

Cora begitu terkejut dengan dugaan Reno.Awalnya ia sama sekali tidak memikirkan hal itu. Ia terlalu fokus memikirkan hubungan Mamanya dan Leon sehingga mengabaikan kemungkinan lain; Rita.Akan tetapi setelah ia memikirkan kembali kata-kata Reno, hal itu mungkin saja terjadi. Mereka memang tidak bisa memastikan siapa saja sebenarnya yang sedang bertengkar di dermaga hari itu, kecuali Leon.“Apakah benar? Apa Ibu Rita juga ada di sana hari itu?” Cora ikut mendesak dan menatap Leon menuntut jawaban. Leon balas menatapnya, dan wajahnya berubah menjadi pucat. “Hendy, antarkan mereka keluar. Aku ingin beristirahat.”Leon meraih masker oksigennya dan menghirupnya dalam-dalam sambil menatap dengan mata yang sayu.“Pak Leon, jawab—”“Maaf Nona Cora, Pak Reno, Anda harus keluar sekarang! Kondisi Pak Leon tidak memungkinkan untuk diajak bicara!” Hendy menahan Cora dan Reno dari mendekati Leon, lalu ia mendorong kursi roda Leon dan memanggil penjaga gerbang untuk mengantar kedua tamu keluar.“T

Rita Andini—Mama Eric, menoleh saat pintu dibuka.“Mama?” Rita yang sedang duduk beranjak. “Dari mana kamu?”“Aku habis—meeting di Ascot,” jawab Eric sambil menyalami Mamanya itu. Sejujurnya, ia terkejut melihat Rita datang menemuinya. Sebab mamanya itu jarang sekali datang ke kantor kecuali terjadi sesuatu.Apakah dia datang karena mendengar berita Janet? Pikir Eric sambil melirik Rita. Dibalik wajah tenang mamanya itu, dia menyembunyikan kegeraman.“Ada apa Mama tiba-tiba datang ke sini?”“Perempuan murahan itu dan Reno!” Rita menghentakkan kakinya dengan kesal.“Kalau Mama maksud dengan tuntutan dan persidangan Janeta…” Eric menghela nafas dengan kasar. “Tidak ada yang dapat kita lakukan. Dia ceroboh dan akhirnya merasakan sendiri akibat perbuatannya.”Eric memijat pelipisnya dan berdecak pelan teringat uang 300 juta yang harus ia bayarkan sebagai denda kasus itu.“Aku akan mengumumkan pembatalan pertunanganku dengan Janeta, kalau itu membuat Mama tenang.”Eric tidak ingin ambil