Semua Bab Ojek Dua Alam: Bab 11 - Bab 20

Perintah Mario langsung dijalankan tanpa banyak kompromi. Ketiga anggota geng Bringas sudah memantau pergerakan Mak Ijah dari mulai wanita itu berangkat kerja. Sandy yang belum ke luar rumah di jam tersebut tentunya tidak mengetahui hal tersebut.Berbeda dengan Mak Ijah yang matanya semacam mata elang, wanita paruh baya itu bisa mengetahui pergerakan mencurigakan yang terlihat di lingkungannya. Mak Ijah tidak nampan takut, malahan wanita itu tersenyum miring saja.Selama melakukan tugasnya di rumah sang majikan, Mak Ijah menyempatkan diri untuk melihat situasi di luar rumah. Dengan jelas dia bisa melihat tiga orang anak muda yang berkeliaran dengan menggunakan dua sepeda motor. Mak Ijah memotret momen tersebut dengan ponselnya.Namun, entah mengapa Mak Ijah tidak melakukan apapun setelahnya. Dia mengantongi ponselnya dan melanjutkan pekerjaannya kembali. Mak Ijah bahkan tidak memberitahukan hal itu kepada Sandy.Hingga ketika jam pulang kerja tiba, Mak Ijah meninggalkan rumah majikann

Sandy merasa gelisah belakangan ini. Beberapa hari telah berlalu tanpa ada kejadian yang mengganggunya, baik itu hantu yang biasa menghantui jalanan atau pun ulah geng motor Bringas yang kerap membuat resah. Namun, justru keadaan ini membuat hati Sandy semakin tidak tenang.Sandy menghembuskan napas gusar dengan ekspresi wajah yang juga terlihat semaput. Hal itu membuat Mak Ijah merasa terganggu."Kamu kenapa sih, San? Perasaan dari kemarin menghela napas terus macam banyak pikiran aja! Ada masalah apa, sih?" tanya Mak Ijah seraya berjalan menghampiri putranya.Sandy mengangkat wajah dan menatap sang ibu masih dengan raut wajah muramnya. "Nggak tahu, Mak. Sandy nggak punya masalah apa-apa, tapi kayak ada yang mengganjal aja gitu," ia menjelaskan.Mendengar jawaban putranya yang ambigu membuat Mak Ijah geleng-geleng kepala. "Aneh banget kamu ini, San. Pusing kok nggak jelas gitu," keluhnya. Wanita itu kemudian berbalik dan mengambil tas selempang miliknya. "Sudah, ya. Mak mau berangkat

Dua hari telah berlalu sejak Sandy masuk rumah sakit. Mak Ijah mengambil libur kerja dan menunggui putranya yang masih belum menunjukkan tanda-tanda untuk bangun. Dia juga melanjalankan saran dari ustadz Abdullah agar tak lepas berdzikir dan berdoa.Ustadz Abdullah sendiri tengah menyisir lokasi tempat di mana Sandypertama kali ditemukan. Dia akan melacak jalur kepergian Sandy dari sana. Tentunya ustadz Abdullah juga melepas raga agar mempermudah pencarian serta tidak menimbulkan kehebohan bila ada yang melihat.Namun, jejak pemuda itu sama sekali tidak terlihat. Alih-alih menemukan sisa keberadaan Sukma milik Sandy, ustadz Abdullah justru melihat keberadaan sosok lain yang terus berdiri di ujung jalan sambil memperhatikan pergerakannya.Ustadz Abdullah pun berjalan menghampiri sosok tersebut. "Assalamualaikum," sapanya sambil mengangkat tangan sebatas kuping.Sosok wanita itu terkesiap kaget dan mundur beberapa langkah sehingga sekarang tubuhnya terhalangi batang pohon pisang.Ustadz

"Yang, kamu beneran mau terus seperti ini?" Rahayu bertanya seraya duduk di samping Sandy. Saat itu keduanya tengah berada di bawah naungan pohon di belakang rumah sakit. Sandy menoleh sekejap tanpa menjawab pertanyaan Rahayu. "Dijawab dong, aku nanya serius barusan!" Sandy kembali menoleh mendengar decakan dari Rahayu. "Aku begini aja nemenin kamu," ucapnya. "Terus yang mulangin aku siapa kalau bukan kamu?" Rahayu menatap Sandy dengan tajam. "Kan polisi sudah menemukan jasad kamu, biarin aja mereka menangani kasus itu sampai si Mario tertangkap!" jawab Sandy dengan tegas. "Kalau Mario nggak tertangkap bagaimana?" Pertanyaan Rahayu yang satu itu membuat Sandy tak bisa berkutik. Pikirnya, bisa saja Mario tidak tertangkap dan polisi malah salah menyatakan seseorang sebagai tersangka, macam di kasus-kasus yang viral itu. "Lagi pula, aku sudah mati beneran. Saat jasadku dimakamkan, aku sudah pasti menghilang dari dunia ini, Yang. Terus kamu gimana? Mau jadi arwah gentayanga

Mobil bus berhenti di pinggir jalan. Dari dalamnya turun Mario yang setia mengamit tangan Siska. Keduanya terlihat seperti sepasang kekasih yang tengah liburan bersama. Sandy memantau dalam diam, sedangkan Rahayu heboh mengompori Sandy atas pemandangan yang mereka lihat saat itu. "Yang, kayaknya Siska beneran suka sama si Mario!" celetuk Rahayu. Sandy berdecak sebal. "Jangan ngaco, ah. Mana mungkin Siska begitu," sanggahnya. Ucapannya itu sukses membuat Rahayu cengengesan. Dia suka sekali melihat ekspresi wajah Sandy jika sedang senewen. Tak lama, mereka tiba di sebuah jalan tanah kecil yang menurun. Jalan yang dibuat seperti undakan tangga itu agak licin seperti habis diguyur gerimis. Sandy dan Rahayu nampak santai saja melalui jalanan seperti itu, tentunya karena tak ada rasa takut akan terpeleset atau jatuh. Berbeda dengan Siska yang sudah mengeluh sana sini. "Mario. Ini serius jalannya begini? Masih lama nggak, sih?" tanyanya dengan nada kesal. Mario menoleh lalu tersenyu