Sandy si cowok badboy yang bekerja sehari-hari sebagai tukang ojek online, tak menyangka akan bisa melihat makhluk halus setelah mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. hal itu membuat Sandy tak hanya mengojek manusia, melainkan mengojek para arwah gentayangan menuju ketenangan.
View MoreTubuh Sandy melayang di udara dan jatuh dengan keras ke atas aspal jalan. Sebelumnya, pria 22 tahun itu tengah mengikuti balap liar yang biasa diadakan oleh pemuda-pemuda yang mengaku sebagai geng motor. Sialnya, Sandy justru bertabrakan dengan pembalap lain yang melaju berlawanan arah.
Sandy masih sadar saat itu, dia juga bisa melihat orang-orang berlarian ke arahnya. Namun, fokusnya hanya tertuju pada seorang wanita yang berdiri di pinggir jalan sembari menatap ke arahnya. Sandy bertanya-tanya, siapakah wanita itu? Belum sempat pertanyaan yang berputar di benaknya terjawab, Sandy sudah keburu diangkat oleh rekannya dan dibawa pergi. Ketika membuka mata, Sandy telah berbaring di ranjang perawatan. Tangannya diinfus dan kepalanya juga diperban. Sandy celingukan seperti orang bingung karena hanya dia seorang yang ada di ruangan itu. Oh, salah. Sandy ersenyum ketika melihat pergerakan di ranjang depan. Dia tidak sendiri. Meski ranjang perawatan itu ditutup tirai, tetapi Sandy bisa melihat sepasang kaki bergerak ke sana kemari. Sandy menganggap bahwa orang itu adalah perawat. "Sus, Suster?" Sandy memanggil karena ingin bertanya sesuatu. Namun, tak terdengar jawaban apapun. Justru pintu ruangan lah yang terbuka dari luar. Sandy nampak sumringah ketika melihat ibunya datang. "Mak!" seru Sandy antusias. "Anak sableng! Bikin kekacauan apa lagi kamu, hah?" Jawaban ibu Sandy diluar dugaan. Wanita 48 tahun itu mencubit lengan anaknya. "Aduduh, sakit, Mak. Anak sakit bukannya disayang malah dicubit sih, Mak?" Sandy mengaduh dengan bibir cemberut. "Lagian kamu dibilangin jangan balap motor terus malah bandel. Sekarang kecelakaan 'kan? Rasain aja udah. Mak capek lama-lama ngurusin kamu," sahut ibu Sandy. "Jangan kenceng-kenceng bicaranya, Mak. Itu ada suster lagi periksa pasien." Sandy mengarahkan pandangannya ke depan. Ibu Sandy melihat ke arah yang sama. Dahi wanita itu berkerut seperti kebingungan. Lalu, dia pun melangkah maju dan menyibak gorden yang menutupi satu ranjang perawatan. "Ngayal kamu, ya? Mana suster, hah? Mana!?" Ibu Sandy bertanya dengan mata melotot. Pun juga dengan Sandy. Pemuda itu ikut melotot karena ternyata dibalik gorden itu kosong tanpa ada siapapun. Lantas, kaki siapa yang ia lihat tadi? "Mak...?" Sandy memanggil ibunya dengan tampang melas. "Apaan lagi?" Ibu Sandy balik bertanya. Dari tampangnya, terlihat kalau wanita itu sudah capek meladeni anaknya. "Kayaknya Sandy lihat hantu, Mak. Tadi di situ Sandy lihat ada yang mondar-mandir," ucap Sandy. "Hantu dari Hongkong! Kepalamu terbentur makanya halusinasi. Udah ah, Mak mau istirahat, Mak capek baru pulang kerja." Ibu Sandy tak mengindahkan keluhan anaknya. Dia pun berjalan dan duduk di kursi. Wanita bernama Khadijah itu memang baru pulang sehabis bekerja sebagai pembantu harian di rumah warga. Biasanya wanita itu akan pulang sore, tetapi hari ini adalah pengecualian karena majikannya tengah mengadakan hajatan. Itulah sebabnya pukul 11:00 malam dia baru bisa pulang. "Mak nginep temenin Sandy, ya, Mak?" pinta Sandy. Mak Ijah mengangguk cepat karena tak mau terus mengobrol. Dia terlihat benar-benar kelelahan. Wanita itu pun bangkit berdiri dan menatap putranya dengan seksama. "Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Mak Ijah seraya mengelus pelan kepala Sandy. Sebandel apapun anaknya, Sandy tetap menjadi anak kesayangannya. Sandy memamerkan cengirannya. "Iya, Mak. Sandy baik-baik aja selama ada Emak," jawabnya. Selama beberapa saat, Mak Ijah mendengarkan penuturan Sandy yang menceritakan tentang bagaimana kejadian tabrakan yang dialaminya. Meskipun ujung-ujungnya Sandy akan kena semprot, tetapi keduanya terlihat akrab. Ketika malam semakin larut, Mak Ijah pun memutuskan untuk tidur di salah atu ranjang kosong yang ada. Begitupun dengan Sandy, pemuda itu telah terlelap dalam tidurnya. Sandy kemudian mengerutkan dahi karena seperti merasa ada yang berjalan ke arahnya. "Pasien Sandy, saya periksa dulu, ya?" Suara lembut itu terdengar sangat dekat sekali. Sandy yang masih mengantuk pun hanya bergumam untuk mengiyakan. Tak lama, kerutan di kening Sandy semakin kentara karena ada pergerakan di atas kasurnya. "Saya periksa bagian ini juga, ya?" Suara itu kembali terdengar. Kali ini, Sandy langsung membuka mata. Alangkah terkejutnya dia mendapati seorang suster yang dengan duduk di atas perutnya. Jika suster biasa sih mungkin Sandy akan senang saja, tetapi suster yang satu itu penampakannya berbeda. Wajahnya pucat, kedua matanya putih sempurna dan baju seragamnya basah oleh darah yang anyir. Sandy seperti dikendalikan sehingga matanya hanya menatap lurus pada makhluk mengerikan itu. Sandy mencoba membaca ayat suci yang dia ingat agar makhluk di atas tubuhnya menghilang. Beberapa kali bacaannya belepotan sehingga Sandy harus mengulangnya kembali. Suster berdarah itu tersenyum memperlihatkan giginya yang merah karena noda darah. "Bisanya cuma An-Nas doang. Saya juga bisa," ucapnya seraya cekikikan. Saat itulah Sandy tak bisa menahan ketakutannya. Pria itu menangis seperti anak kecil. Saking takutnya, Sandy sampai mengompol di celana. Seumur-umur hidup di dunia, baru kali itu Sandy melihat hantu dan hantunya meledek pula karena dia hanya bisa membaca surah pendek. Suster itu terus tertawa dan terus bergerak menggesekkan badannya di atas tubuh Sandy hingga wajah mereka saling berhadapan. Sandy masih tidak bisa bergerak bahkan mengedipkan mata pun dia tidak bisa. Tangisannya sudah tak terdengar, hanya air matanya saja yang bercucuran. Pada satu kesempatan, Sandy melihat ibunya menggeliat dari tidurnya. Ricky pun mengulurkan tangannya, bermaksud untuk pergi pada ibunya. Namun, tubuhnya sangat berat karena ditindih oleh suster berdarah. "Mak, tolong, Mak..." Sandy berkata dengan lirih. "Mak...!?" "Mak!" Suara teriakan Sandy kian meninggi dan membuat perawat berdatangan. Ibu Sandy juga bangun dan segera menghampiri putranya yang menangis histeris di atas ranjang. Tangan Sandy terus menunjuk ke sudut ruangan di mana suster berdarah berada. Sandy terus berteriak-teriak dan baru bisa tenang setelah disuntik obat penenang. Ketika matanya terbangun, Sandy melihat ibunya tengah mengobrol dengan seorang lelaki. Sandy buru-buru bangun dan meringis kemudian setelah merasakan sakit di kepalanya. "Sandy, bangun pelan-pelan, dong!" ucap Mak Ijah. "Mak lagi ngobrol sama siapa?" tanya Sandy seraya melihat ke arah lelaki berpeci yang tidak dikenali olehnya. "Ini Ustadz Abdullah, beliau biasa mengobati yang kerasukan dan semacamnya." Mak Ijah menjelaskan. "Pak Ustad Abdullah punya istri, 'kan?" tanya Sandy tiba-tiba. Alhasil pertanyaan randomnya itu menbuat Sandy mengaduh karena Mak Ijah kembali mencubit lengannya. "Kenapa nanya yang tidak-tidak, sih? Dasar anak bandel!" ucap Mak Ijah. "Habisnya Sandy nggak mau lihat Emak nikah lagi, Mak!" Sandy beralasan. Ustadz Abdullah yang melihat adegan itu hanya tersenyum saja. "Tenang saja, saya sudah punya istri dan anak. Saya juga tidak berniat menambah istri," ucapnya. Sandy menghembuskan napas lega mendengar penuturan Ustadz Abdullah. "Syukurlah kalau begitu," ucapnya. "Ngomong-ngomong, ngapain Emak bawa Ustadz? Sandy nggak kesurupan, kok!" Sandy y bertanya dengan kening berkerut karena teringat ucapan ibunya tentang Ustadz Abdullah yang pandai mengobati orang kesurupan. "Ibu udah tahu, tadi Pak Ustadz yang bilang. Kamu nggak kesurupan dan hanya mata batinmu saja yang terbuka," sahut Mak Ijah. Sandy pun hanya bisa menganga lebar mendengar ucapan ibunya. Terlebih lagi ketika Ustadz Abdullah menjelaskan bahwa mata batinnya yang terbuka tak bisa ditutup lagi. Sandy semakin ketar-ketir dibuatnya. Itu berarti, dia akan terus melihat hantu kedepannya.Beberapa hari setelah memulangkan pocong Aisyah ke rumah aslinya, Sandy kini bisa bernapas lega setelah beberapa kali harus melayani hantu sebagai penumpang ojeknya. Selama ini dia selalu merasa ketakutan dan cemas, tapi kini dia bisa kembali merasakan kebebasan dan ketenangan saat beraktivitas. Beban pikirannya terasa ringan karena tidak lagi merasa terintimidasi oleh wajah seram dan kasus para makhluk halus yang sering meminta bantuan padanya.Kehidupan pribadinya pun kembali normal, di mana dia bisa kembali menjalin hubungan dengan keempat pacarnya. Terutama Kirana, pacar pertamanya yang masih merajuk karena Sandy menolak mengantarnya bekerja beberapa waktu lalu. Sandy sadar bahwa dia harus segera meluruskan perasaan Kirana agar hubungan mereka kembali harmonis tanpa banyak drama.Di suatu Minggu pagi yang cerah, Sandy sudah mendapatkan panggilan telepon dari Rahayu, pacar keduanya. Wanita itu menelpon hanya untuk menyapa serta memberitahukan bahwa dia sudah hampir sampai ke rumah
Sandy mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang malam itu. Di belakangnya, pocong Aisyah nampak terus berbicara."Kenapa Abang Sandy pulang lagi? Padahal tadi Abang Sandy sudah lihat bapaknya Aisyah!" Pocong itu bertanya dengan nada manja bak remaja perempuan.Sandy hanya mendengarkan tanpa mau menjawab pertanyaan tersebut. Kenapa? Sudah jelas karena dia banyak berpapasan dengan pengendara lain di jalan. Sandy tidak mau dianggap gila karena berbicara sendiri, secara pocong Aisyah sudah pasti tidak terlihat kala itu.Ketika motor tiba di rumah, barulah Sandy berbicara. "Jangan ngajak aku bicara di jalan, nanti aja kalau aku sendirian," ucapnya.Pocong Aisyah menganggukkan kepalanya. Lantas dia mengikuti Sandy yang berjalan mendekati pintu masuk rumahnya."Assalamualaikum," ucap Sandy seraya mengetuk pintu."Mak? Sandy pulang!" seru Sandy setelah beberapa saat tak terdengar jawaban dari dalam rumahnya.Tak mau lama menunggu karena mengira ibunya sudah tertidur, Sandy pun merogoh sa
Wanita itu terus muncul di beberapa kesempatan. Pandangannya selalu tertuju pada Sandy . Sandy juga sebenarnya selalu melihat wanita itu, tetapi dia tidak berbuat apa-apa, bahkan sekadar bertanya pun tidak dia lakukan.Sandy yang over percaya diri itu malah menduga bahwa wanita itu naksir padanya. Itulah sebabnya dia tidak mau merespon. Pacarnya sudah ada empat dan Sandy tidak mau menambah lagi, begitu pikirnya.Malam harinya, Sandy masih berada di pangkalan ojek. Dia sedang menunggu Kirana menghubunginya. Pria itu bergidik begitu angin malam berhembus. Meskipun pernah menjadi anak motor, tetapi sebenarnya Sandy cukup lemah bila terkena angin malam."Gila, cepat banget malam tiba. Perasaan tadi langit masih terang," gumam Sandy sembari menggosokkan kedua tangannya."Yang lain pada ke mana, sih? Kok nggak ada yang balik lagi sejak tadi?" Sandy bertanya-tanya karena rekan sesama tukang ojek belum kembali ke pangkalan. Padahal seingatnya, tujuan pelanggan mereka tidak jauh-jauh d
Keesokan harinya, Sandy hanya berbaring di atas sofa berbalutkan selimut bulu. Pria itu langsung demam setelah pulang dari kediaman Dinda semalam. "Ini anak, ampun deh! Dulu pulang subuh kelayapan balap motor. Sekarang disuruh ngojek sampai kebablasan pulang subuh juga. Bingung emak sama kamu, San!" Mak Ijah mengomel ketika datang dengan membawa segelas teh hangat untuk putranya. "Sandy habis nganterin hantu, Mak. Kasihan banget loh, Mak. Dia dibunuh tetangganya sendiri sampai tiga tahun jasadnya belum ditemukan," Sandy bercerita. "Makin ngaco aja omongan kamu ini, Nak. Ini pasti gara-gara kepala kamu yang terbentur pas kecelakaan itu." Mak Ijah geleng-geleng kepala. "Sandy nggak ngaco, Mak! Coba aja pantau berita hari ini, pasti kasus Dinda di-up lagi." Sandy berdecak karena ibunya tak mempercayai dirinya. Siapa pula yang mau percaya jika Sandybercerita sesantai itu? Mak Ijah menghembuskan napas panjang. "Sudah lah, minum saja ini, habis itu sarapan. Emak sudah buatkan bubur bua
Sandy semakin ketar-ketir ketika hidungnya mencium bau anyir khas darah. Dia tahu kalau penumpangnya sudah berubah menjadi hantu menyeramkan sama seperti yang ia lihat di rumah sakit. "Abang mau baca surah An-Nas lagi , enggak?" Hantu suster berdarah itu bertanya dengan nada mengejek. Sandy biasanya akan mudah terprovokasi, tetapi kali ini nyali untuk adu bacot sudah menghilang dan tergantikan dengan rasa takut yang luar biasa. "T-tolong jangan gangguin saya," ucap Sandy tergagap. "Aku enggak mau ganggu, kok. Aku cuma mau diantar pulang ke rumah," jawab hantu wanita. "Saya nggak kenal kamu, saya nggak mau kenal juga. Tolong cari orang lain saja buat nganterin kamu pulang," ucap Sandy masih dengan bibir yang gemetar. "Aku maunya sama Abang Sandy." Hantu wanita melingkarkan kedua tangannya di perut Sandy. Perut Sandy semakin mules merasakan hawa dingin yang menembus jaketnya. "Y-ya udah, di mana makam kamu?" Sandy akhirnya menyerah dan berniat untuk mengantarkan saja hantu itu k
Hari berikutnya, Sandy sudah diperkenankan pulang dari rumah sakit. Seperti biasa Mak Ijah akan menjemput anak itu dengan sepeda motor matic miliknya. Jujur saja selama Mak Ijah mengurus berkas kepulangan, Sandy terus mengekor di belakang ibunya karena dia terus mendengar seseorang memanggil namanya.Sandy yakin kalau suara itu milik suster berdarah yang mengganggunya beberapa hari kemarin. Karena terus berada di samping ibunya, Sandy pun tidak melihat hantu itu lagi. Pada akhirnya dia berhasil pulang ke rumah.Hal yang tak disangka-sangka, kepulangan Sandy disambut dengan adanya empat wanita yang berdiri di teras rumahnya. Keempat wanita itu langsung tersenyum begitu melihat Sandy datang."Sayangku.""Ayang!""Sayang.""Sandy."Keempat wanita itu menyapa dengan sebutan yang berbeda-beda. Sandy yang mendengarnya hanya bisa menelan ludah karena sekarang dia dihadapkan dengan masalah baru.Lain lagi dengan Mak Ijah yang nampak biasa saja, wanita itu justru cengengesan sendiri. "Makan tu
Tubuh Sandy melayang di udara dan jatuh dengan keras ke atas aspal jalan. Sebelumnya, pria 22 tahun itu tengah mengikuti balap liar yang biasa diadakan oleh pemuda-pemuda yang mengaku sebagai geng motor. Sialnya, Sandy justru bertabrakan dengan pembalap lain yang melaju berlawanan arah. Sandy masih sadar saat itu, dia juga bisa melihat orang-orang berlarian ke arahnya. Namun, fokusnya hanya tertuju pada seorang wanita yang berdiri di pinggir jalan sembari menatap ke arahnya. Sandy bertanya-tanya, siapakah wanita itu? Belum sempat pertanyaan yang berputar di benaknya terjawab, Sandy sudah keburu diangkat oleh rekannya dan dibawa pergi. Ketika membuka mata, Sandy telah berbaring di ranjang perawatan. Tangannya diinfus dan kepalanya juga diperban. Sandy celingukan seperti orang bingung karena hanya dia seorang yang ada di ruangan itu. Oh, salah. Sandy ersenyum ketika melihat pergerakan di ranjang depan. Dia tidak sendiri. Meski ranjang perawatan itu ditutup tirai, tetapi Sandy bisa m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments