All Chapters of Ibu Susu untuk Madu Suamiku: Chapter 251 - Chapter 260

Beberapa bulan kemudian. “Mas, pinggangku pegal,” keluh Kira sambil berjalan dengan perut membuncit, ia baru saja keluar dari kamar mandi. Saat ini usia kehamilannya sudah mencapai 38 minggu. Kai yang tengah menelepon dengan Lia, sontak menolah pada Kira. Ia terkejut melihat istrinya berjalan sendirian dari kamar mandi. “Lia, nanti saya hubungi lagi,” ucap Kai pada Lia di seberang sana. Tanpa menunggu respons dari sekretarisnya, Kai langsung menutup sambungan telepon dan bergegas menghampiri sang istri sambil mengomel, “Astaga… kenapa nggak tunggu aku, Baby? Sudah kubilang jangan berjalan sendirian.” Kira merotasi matanya melihat tingkah Kaisar yang semakin ke sini semakin protektif. “Mas, aku cuma jalan dari kamar mandi, bukan habis keliling lapangan,” ucapnya sambil melangkah perlahan-lahan, satu tangannya menopang pinggang, sementara tangan yang lain mendarat di bawah perutnya yang besar. “Tetap saja, berjalan sendirian itu cukup beresiko. Gimana kalau kamu jatuh atau nggak se

“Aku di sini, Baby,” bisik Kai sembari menggenggam tangan Kira dengan erat. “Aku akan menemani kamu sampai akhir.”Waktu seolah berjalan begitu lambat. Kira kini sudah mengenakan pakaian khusus melahirkan, wajahnya berkeringat dan tubuhnya mulai menggigil karena kontraksi yang datang begitu hebat. Kai terus menemaninya, berdiri di samping ranjang persalinan tanpa melepaskan genggaman tangannya.Melihat betapa menderitanya Kira selama menunggu kontraksi, dada Kai selalu dirundung rasa sesak dan nyeri. Ia terus memperhatikan wajah wanitanya itu yang tengah berjuang menahan rasa sakit.“Napas… tahan… hembuskan perlahan… bagus, Bu Kira…” ujar sang dokter yang membimbingnya dengan suara lembut.Kai sesekali menyeka keringat di dahi Kira, lantas mengecup kening wanita itu dengan penuh kasih sayang. “Kamu hebat sekali, Baby, kamu kuat. Sebentar lagi kita akan melihat wajah bayi kita.”“Astaga, Mas… sakit banget!” Kira meringis, mencengkeram tangan Kai sekuat tenaga.Kai kembali mencium punca

Kira sudah tidak menemukan Chloe dan Kai di sampingnya saat ia terbangun pagi itu. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Kira tertegun sejenak. Hari ini ia bangun kesiangan lagi.Bukan tanpa alasan ia bangun kesiangan. Sejak Chloe lahir, waktu tidurnya jadi berubah. Setiap malam Chloe selalu terbangun, membuat Kira begadang semalaman dan ia baru tidur sekitar pukul tiga pagi.Sejujurnya Kai juga selalu menemani Kira begadang, tapi Kira tahu bahwa keesokan harinya suaminya itu harus bekerja. Sehingga Kira memaksa Kai untuk tidur lebih cepat.Karena dipaksa oleh Kira, Kai pun menurut. Meski begitu, Kai selalu bangun lagi pukul tiga pagi untuk menemani Chloe dan menyuruh Kira untuk tidur.Sejak kehamilan Kira berusia delapan bulan hingga sekarang, Kai memilih bekerja dari rumah dan hanya sesekali pergi ke kantor.Kira bersyukur karena ia tidak sendirian melewati masa-masa ini. Kai selalu menemaninya, memberinya perhatian lebih, dan mengambil alih Chloe sebelum Kira kelelahan.Kini,

“Sayang, sepertinya mommy-mu sedang merajuk. Kamu tahu kenapa dia marah sama Daddy?” Kai berbicara pada Chloe, sementara yang diajak bicara hanya mengerjapkan mata jernihnya dan menggerak-gerakkan bibirnya.Chloe sedang direbahkan di atas kasur, dengan Kai yang berbaring miring di sebelahnya.“Hm? Apa?” Kai mendekatkan telinganya pada bibir bayi itu, yang jelas-jelas belum bisa bicara, tetapi Kai bertingkah seolah Chloe sedang menjawab pertanyaannya. “Ooh… karena hari ini Daddy meninggalkan kalian berdua di rumah?”Kira yang tengah berpura-pura sibuk merapikan sprai pada boks bayi–demi menghindari Kai, mendelik mendengar dugaan Kai bahwa ia merajuk gara-gara Kai yang meninggalkannya.Apa sungguh pria itu tidak peka bahwa Kira cemburu pada Camelia?“Baiklah, besok Daddy akan tetap diam di rumah menemani kamu dan mommy kamu, ya.” Kai berbisik di dekat telinga Chloe, tapi suaranya sengaja dibuat agak keras supaya tetap terdengar oleh Kira. “Bilang pada mommy, bahwa Daddy frustrasi kalau

Kai tersenyum sumringah pagi itu seolah-olah segala beban di pundaknya lenyap tak bersisa. Apa yang Kira lakukan padanya tadi malam berhasil membuat hati Kai bahagia.Kai bersiul sambil mengancingkan kemejanya di depan cermin. Lalu menyisir rambutnya hingga tertata rapi. Senyuman bahagia tak lepas dari bibirnya. Wajahnya berseri-seri.Kira yang memperhatikan tingkah Kai pagi ini hanya terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Ia mendekati suaminya dan membantu mengikat dasi.“Kamu terlihat bahagia sekali, Mas,” komentar Kira sambil melirik Kai. Ia penasaran apa yang membuat Kai sampai sebahagia itu pagi ini.“Tentu saja, aku sangat bahagia.” Sudut-sudut bibir Kai terangkat tinggi membentuk senyuman menawan. “Kamu hebat semalam. Aku jadi nagih.”Kira tersenyum dengan pipi yang tiba-tiba terasa hangat. Entah mendapat keberanian dari mana tadi malam hingga ia bisa memuaskan suaminya dengan ‘cara lain’ lebih dari satu kali. Kira bersyukur karena sikapnya itu membuat Kai bahagia.“Ngomong-ngom