Semakin lama, perasaan itu semakin kuat. Mereka duduk di teras, memandang sawah yang hijau bergoyang. "Nek, penambang pasir itu sampai kapan adanya?" tanya Nayla pelan, suaranya bergetar."Biasanya sampai sore, Neng," jawab Nek Siti, sambil mengikat sanggulnya. "Oh ya, Nenek bikinin bekal ya untuk di jalan. Tadi ikan bakar dan goreng, bawa aja.""Gak usah, Nek. Untuk di sini saja, jangan repot-repot," tolak Lila cepat, matanya berkaca."Iya, Nek. Kami sudah terlalu banyak ngerepotin Nenek," tambah Nayla, suaranya parau.Nenek Siti tersenyum lembut, tapi matanya juga mulai berkaca-kaca. "Gak apa-apa, jangan bilang itu terus. Nenek sangat bahagia ada kalian. Nenek memang sengaja masak ikan untuk kalian, dan untuk bekal juga selama di perjalanan."Tak kuasa lagi, Nayla dan Lila bangkit, memeluk Nenek Siti erat. Pelukan itu penuh haru tubuh Nenek Siti yang ringkih terasa hangat, seperti pelukan ibu yang lama hilang.Air mata Nayla jatuh pelan ke bahu kebaya Nenek Siti, "Terima kasih, Nek.
Terakhir Diperbarui : 2025-09-16 Baca selengkapnya