Semua Bab Istri Palsu Grand Duke : Bab 31 - Bab 40

"Lebih cepat dari yang kupikirkan. Rupanya. Ibu jahanam ini pandai sekali mengambil peran dengan sangat lihai," gumam Lyra. Lyra sama sekali tidak terkejut atas kedatangan Ilmae. Lrya yang notabenenya disandangkan sebagai anak haram itu jelas mengetahui watak ibu tirinya lebih dari siapapun. Jika di tempat ayahnya Ilmae memiliki kendali atas diri Lyra, tidak di sini. Sekarang, Lyra adalah seorang Grand Dhucess Vordane. Lyra meletakkan gaun yang dirombaknya lalu duduk dengan kepala tegak."Lavinia Anakku. Ibu datang! Ibu benar-benar mengkhawatirkanmu," ucap Ilmae tersedu-sedu. Di belakang Ilmae, Thalor menyusul. Wajah pria baya itu sama menjijikannya dengan Ilmae yang penuh kepura-puraan. "Berhenti di situ!" perintah Lyra. Ilmae sontak berhenti, sorot mata wanita serakah itu menajam. Meski pias wajahnya masih dipehuni oleh kesedihan palsu. 'Cih, dia memerintahku? Apa dia ingin Ibunya mati, huh? Dasar anak tidak tahu diuntung! Berlagak seperti Grand Dhucess sungguhan?' batin Ilmae

"Hah, bagaimana bisa Vordane berkhianat pada Kekaisaran Agung Solenzia?" gumam Lyra, tak sengaja membaca catatan sejarah yang usang di perpustakaan.Setelah kepergian Ilmae, Thalor, dan menulis surat balasan pada gagak kesayangannya, Corvus, Lyra memutuskan untuk menghabiskan waktu di perpustakaan. Inilah hal yang selalu ia lakukan setelah menjadi "anak didik" sekertaris Theo dalam mempelajari seluk-beluk Vordane.Diam-diam, Lyra sudah mengumpulkan beberapa bukti yang diminta Ilmae dan Thalor. Bukan karena patuh, ia hanya ingin memastikan semua rencananya berjalan mulus sebelum ia mengungkapkan dirinya yang sebenarnya. Lyra tidak bisa hanya diam. Dia harus bergerak meski dalam keadaan sakit sekalipun. Masalah Ilmae dan Thalor saat ini bukan lagi menjadi ancaman. Pasangan suami-istri itu tentu tidak sebodoh membongkar pemalsuan pernikahan ini, sehingga Lyra bisa bergerak dengan lebih bebas di kastil Vordane."Hhm... Yang jadi masalah, anak perempuan kaisar terdahulu sebelum kudeta ter

"Ibu, aku ingin ikut ke ibu kota. Aku ingin melihat bagaimana Lyra si anak bodoh itu bisa hidup enak dan mengambil tempatku sebagai Grand Dhucess! Aku tidak akan percaya jika aku tidak melihat dengan mata kepalaku sendiri," ujar Lavinia di sela makan siangnya. Sudah tiga hari berlalu saat Ilmae dan Thalor berkunjung ke Vordane. Setibanya di kediaman mereka, Ilmae tak henti-hentinya menyumpahi anak perempuan sematawayangnya itu. Lavinia, yang mendengar pengakuan orang tuanya naik pitam. Bagaimana bisa anak dari budak wanita mendapatkan keberuntungan itu.“Bukannya, Leonhard itu alergi wanita? Seorang maniak perang?” Lavinia melempar garpunya ke atas piring dengan kasar. “Leonhard pasti sudah mencabik Lyra hidup-hidup. Tapi… kenapa justru dia diperlakukan bak Grand Duchess sejati? Ini mustahil, Ibu!"Ilmae menatap putrinya, matanya tajam. “Lavinia, dengarkan Ibu baik-baik. Kalau kau benar-benar ingin ikut ke ibu kota, maka kau harus menyamar. Kau tahu sendiri, Kaisar Edmure dan semua

Kereta mereka akhirnya berhenti di luar gerbang istana kekaisaran. Setelah dua hari perjalanan yang dingin dan penuh ketegangan, suasana pagi ibu kota tidak serta-merta menenangkan suasana hati Lyra—apalagi dengan tatapan tajam yang sejak tadi terus mengintainya dari kursi kereta di seberangnya.Krek!Pintu kereta dibuka oleh pelayan kekaisaran. Udara dingin menyergap masuk, membawa aroma khas taman istana—mahal, steril, dan menyesakkan.Leonhard turun lebih dulu, membetulkan mantel panjangnya, lalu menoleh ke arah Lyra.“Turun,” ucap Leonhard, dingin.Lyra hendak melangkah sendiri, namun tangan Leonhard tiba-tiba terulur.Lyra menatap uluran tangan suaminya. Lalu ia berkata, "Kedua kakiku masih cukup kuat untuk berjalan sendiri, Yang Mulia."Leonhard tidak menarik kembali tangannya. Sebaliknya, tatapan pria itu semakin menusuk. “Sepertinya kau tidak cukup pandai berpura-pura sebagai istriku, Lady Lavinia. Bukannya kita sudah sepakat?” ujar Leonhard, tangannya masih terulur. Lyra te

Barak pelayan di sisi timur istana tak semegah paviliun bangsawan, tapi cukup layak untuk standar keluarga baron. Dindingnya terbuat dari batu kapur putih, dingin dan tak bersahabat. Di dalamnya, Lavinia melemparkan topi pelayannya ke lantai. “Aku muak!” desis Lavinia, sambil menghentakkan kakinya. “MUAK!” Lady Ilmae, yang tengah menyulam, hanya mengangkat alis. “Lavinia, jaga suaramu. Ini istana, bukan ladang kosong.” “Kenapa harus dia yang berdiri di sisi Leonhard?! Kenapa dia yang jadi Grand Duchess, bukan aku?!” Thalor yang duduk di sudut ruangan membaca dokumen, menurunkan kacamatanya perlahan. “Karena kau yang menolak tawaran Kaisar. Kenapa menyesal?" Lavinia memelototi ayahnya . “Aku menolak karena kupikir dia impoten, kelainan, dan tidak tertarik dengan wanita. Ayah tahu sendiri gosipnya! Tapi nyatanya, Grand Duke malah menggenggam pinggang anak haram itu di depan Kaisar! Itu membuat aku ingin sekali menampar wajah wanita murahan yang tak tahu diri itu!” Lady Ilm