Dia mulai mengenang masa lalu, sedangkan aku perlahan-lahan menjauh."Bu, lagi lihat apa?" tanya seorang anak laki-laki bernama Justin dengan rasa ingin tahu sambil mendekatkan kepalanya dari samping.Aku buru-buru menutup halaman di ponselku, lalu menyahut dengan pelan, "Nggak ada apa-apa. Gambar garis kamu belum selesai, cepat lanjutkan ya.""Bu." Dia memiringkan kepalanya, lalu bertanya, "Lagi sedih ya?"Aku terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Nggak kok, jangan pikir yang aneh-aneh."Justin berlari pergi dan aku memandang layar ponselku dengan tatapan kosong. Benar, aku sedang sedih.Namun, bukan karena mereka, melainkan karena pesan-pesan ini menyeretku kembali ke masa lalu yang penuh kebohongan dan pengkhianatan.Suatu hari saat aku sedang mengajar anak-anak di studio, datang seorang pemuda. Pemuda itu berdiri di depan pintu, membawa seikat bunga besar di tangannya."Halo, aku paman Justin. Namaku Yerick. Ini untukmu," kata pemuda itu dengan agak hati-hati. "Justin sangat meny
Read more