Semua Bab Dikhianati Tunangan, Dinikahi Sultan: Bab 61 - Bab 70

Suasana di dalam ruangan Ayu mendadak hening saat mendengar suara itu. Ayu langsung membalikkan badannya, dan betapa terkejutnya ia melihat siapa yang berdiri di ambang pintu, Galih. Wajah pria paruh baya itu terlihat datar, tapi sorot matanya tajam, seperti sedang menganalisis situasi yang baru saja ia masuki. Ia melangkah masuk perlahan, tangannya menyilang di depan dada, menatap bergantian antara putrinya dan Ashraf. "Ayu," panggil Galih, suaranya berat namun tegas. "Kamu bisa jelaskan, ada masalah apa di sini? Dan kenapa Ashraf ada di sini?" tanya Galih dengan wajah rasa penasaran. Apalagi melihat ekspresi wajah menantunya yang terlihat seperti siap menerkam seseorang hidup-hidup. Ashraf yang semula terlihat penuh emosi, langsung mengubah ekspresi wajahnya, menundukkan kepala sedikit, mencoba bersikap hormat. "Maafkan saya, Papa. Ini hanya kesalah pahaman kecil antara saya dan Ayu." Galih menatap tajam ke arah Ashraf. "Kesalah pahaman kecil? Tapi tadi kamu mengatakan kalau kam

—oOo—Satu minggu kemudianSuasana rumah tangga Ayu dan Ashraf tampak jauh lebih tenang. Setiap pagi, Ashraf kini menyempatkan diri mengantar Ayu ke kantor, dan setiap sore ia selalu berusaha pulang tepat waktu untuk menjemputnya. Hubungan mereka mulai menghangat kembali, walau sesekali Ayu masih merasa gelisah.Namun di balik semua itu, ada yang terus mengintai.Dan Mia belum berhenti.—oOo—Di dalam ruang apartemen mewah milik Mia, dindingnya dipenuhi foto-foto dokumentasi proyek dan kenangan masa lalu bersama Ashraf—beberapa di antaranya hasil jepretan tersembunyi saat mereka kembali bekerja bersama minggu lalu.Di tengah ruangan, sebuah papan besar berisi catatan, foto, dan benang merah yang menghubungkan berbagai kejadian, tergantung di dinding. Di sana, terpampang juga foto Ayu. Foto Ayu sedang tertawa, tertangkap candid saat bersama Ashraf di area parkir kantor.Wajah Mia menegang.“Aku sudah pernah kehilangan kamu sekali, Kak Ashraf… dan aku tidak akan kehilangannya untuk kedu

Pagi harinya, sinar matahari perlahan menerobos masuk melalui celah tirai kamar, menciptakan semburat cahaya hangat di dinding. Ayu menggeliat pelan di atas ranjang, matanya terbuka perlahan. Ia menoleh ke samping dan mendapati tempat tidur sebelahnya kosong.Dahi Ayu berkerut. Ashraf ke mana? pikirnya. Ia pun bangkit dari tempat tidur, mengambil cardigan tipis yang tergantung di kursi dekat meja rias, lalu berjalan keluar kamar.Saat sampai di dapur, aroma harum roti panggang dan telur orak-arik langsung menyambut hidungnya. Ia mendapati punggung Ashraf yang sedang sibuk di depan kompor, mengenakan celemek bergambar ayam lucu yang biasa dipakai Oma Sarah.Ayu memiringkan kepala, heran sekaligus geli. “Kamu ngapain?” tanyanya dengan suara serak bangun tidur.Ashraf menoleh, tersenyum senang melihat istrinya berdiri di ambang pintu. “Oh, kamu sudah bangun? Aku lagi masakin sarapan. Tugas suami siaga di pagi hari.”Ayu mengerucutkan bibir. “Tumben. Nggak biasanya kamu bangun lebih pagi

Ayu menoleh cepat ke arah sumber suara. Langkahnya terhenti ketika mendapati Ashraf berdiri tegap di belakangnya, mengenakan setelan kerja rapi dengan ekspresi wajah yang dingin namun jelas penuh emosi yang tertahan."Aku yang memerintahkan mereka untuk menghadang kamu," ulang Ashraf, suaranya berat dan tegas.Ayu mengepalkan tangan, matanya memancarkan kemarahan. "Kamu kenapa lagi-lagi mau ngatur aku, sih?" suaranya bergetar menahan emosi.Ashraf melangkah mendekat, sorot matanya tak lepas dari Ayu. "Aku sudah bilang, kamu nggak bisa pergi begitu saja Ayu.""Apa maksud kamu, Ashraf?!" Ayu hampir membentak. "Aku ini mau kerja, bukan mau melakukan hal yang enggak-enggak. Kenapa harus sampai ditahan begini?!"Ashraf menghela napas kasar, mencoba menahan amarah yang sejak tadi menguasai pikirannya. Ia teringat beberapa menit sebelumnya, di dalam kamar. Setelah Ayu pergi dengan keras kepala, ia mencoba menghubungi Arnold berulang kali. Tidak ada jawaban—hanya suara operator yang membuatny

Ayu berhasil sampai ke pintu darurat yang mengarah ke parkiran basement. Napasnya nyaris habis, keringat membasahi pelipisnya. Dengan panik, ia menoleh ke kanan dan kiri, mencari celah untuk kabur. Matanya menangkap sebuah pintu keluar kecil di sisi kiri.“Semoga saja…” gumamnya sambil berlari ke arah pintu itu.Tangannya gemetar saat menarik handle pintu. Namun sebelum sempat membukanya sepenuhnya, sebuah tangan besar menarik lengannya dengan keras, membuat tubuhnya terhentak ke belakang.“Aaah!” jerit Ayu, tubuhnya berbalik paksa dan menabrak dada bidang seseorang yang begitu familiar.Ashraf.Napasnya memburu, rahang mengeras, dan matanya penuh amarah yang berusaha ia kendalikan. Wajahnya begitu dekat dengan Ayu hingga ia bisa merasakan hembusan napasnya.“Kenapa lari, Ayu?!” suaranya berat, tertahan, namun jelas dipenuhi emosi.“Aku… aku harus pulang!” Ayu mencoba meronta, menarik lengannya yang digenggam kuat. “Lepaskan, Ashraf!”Namun genggamannya semakin kuat. Dengan satu gerak