MasukMerasa frustasi dan kecewa mendapati sang tunangan berselingkuh, Ayu menghabiskan malam dengan mabuk-mabukan di klub malam. Niat hati untuk menenangkan diri, ia yang sudah mabuk malah menarik seorang pria yang ia anggap seorang pria penghibur untuk mereka menghabiskan malam bersama. Namun, siapa sangka jika pria yang ia anggap gigolo itu ternyata bukanlah seorang gigolo! Ashraf ternyata seorang presdir di sebuah perusahaan ternama. Dan yang lebih mengejutkan lagi, Ashraf adalah laki-laki pilihan papanya untuk menggantikan tunangannya yang sudah selingkuh.
Lihat lebih banyakAyu membuka kedua bola matanya saat sinar mentari pagi yang masuk melalui celah gorden mengenai matanya. Namun, belum sampai ia membuka penuh matanya, ia merasakan kepalanya terasa sakit dan sangat berat.
Ia lalu memegang kepalanya mencoba mengurangi rasa sakit di kepalanya tetapi sama saja, tindakannya itu tidak mengurangi rasa sakit yang mendera kepalanya. Ayu memaksakan diri untuk terus membuka kedua matanya. Ia mengernyit dan memandang langit-langit kamar yang terlihat sangat asing. Ini bukan kamarnya lalu ini kamar siapa? Ayu menatap ke sekeliling dan jantungnya seakan berhenti berdetak saat mendapati sesosok pria tampan bertelanjang dada terbaring di sebelahnya. Detik berikutnya, ia menatap ke arah tubuhnya, seketika Ayu melebarkan kedua bola matanya saat menyadari penampilan dirinya yang tidak jauh beda dari pria di sebelahnya bahkan banyak tanda merah di seluruh tubuhnya. Ayu seketika bangkit duduk sambil menutup tubuhnya dengan selimut. Jantungnya berdebar kencang. "Jangan bilang kalau kemarin aku tanpa sadar menggoda seorang gigolo?” tanya Ayu di dalam hati dengan gelisah sambil menatap wajah pria di sebelahnya sesaat. Ayu memejamkan matanya sambil memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Ayu ingat, kemarin malam dirinya hendak memberi kejutan pada sang calon suami. Namun, ketika ia sampai di apartemen Rio, ia malah mendapati Rio yang sedang bercumbu dengan teman Rio sendiri yang bernama Vina. Sudah sering kali, Ayu tidak suka dengan kedekatan Rio dan Vina. Namun, Rio selalu mengatakan jika mereka tidak mempunyai hubungan spesial, mereka hanya teman biasa yang sudah berteman sejak masih duduk di bangku SMA. Dan benar saja, semalam semua yang ia khawatirkan terbukti. Merasa sangat kecewa dengan tindakan tunangannya, Ayu memutuskan pergi ke klub malam dan minum-minum di sana. Dan sepertinya, tanpa sadar ia menyeret pria yang sedang tertidur di sebelahnya untuk menghabiskan malam bersamanya. Ayu segera memaki dirinya di dalam hati, merutuki semua yang telah ia lakukan. Menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, Ayu bangkit dari tidurnya, mencari keberadaan baju miliknya yang entah di mana. Setelah menemukannya, Ayu dengan segera mengambilnya dan memakai bajunya. Ayu menghela napas pelan setelah memakai bajunya. Ia akhirnya mengambil tas, mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompet lalu menaruhnya di atas nakas. "Terima kasih karena sudah menemaniku semalam, aku harap kita tidak akan bertemu lagi," ucap Ayu sangat pelan. Setelah itu, ia keluar dari dalam kamar itu dengan perlahan. Ia kemudian berjalan dengan cepat, meninggalkan tempat itu. Namun, karena terlalu terburu-buru, Ayu tanpa sengaja menabrak seseorang sampai ia mundur beberapa langkah. "Maafkan saya, Nona. Apa Nona tidak apa-apa?" tanya pria di hadapan Ayu dengan raut wajah cemas. Ayu mendongak, menatap pria di hadapannya sesaat, sebelum menggeleng dengan cepat. "T-tidak, saya tidak apa-apa," jawab Ayu yang kemudian segera pergi dari sana, meninggalkan pria yang ia tabrak sendirian dengan tatapan bingung. —oOo— Ayu menangkup wajahnya frustasi. Ia lalu meremas rambutnya dengan kuat sambil merutuki tindakannya. Niatnya yang hanya ingin melupakan pengkhianatan tunangannya, malah berujung bermalam dengan seorang gigolo. "Sekarang aku harus bagaimana? Bagaimana aku menjelaskan semuanya pada Papa dan Mama? Bagaimana kalau mereka tahu kalau aku udah tidak perawan lagi?" Ayu mendesah berat kemudian menatap jalanan yang masih terlihat lengang dan sepi. Ya, bagaimana tidak lengang dan sepi, kondisi di luar sana masih gelap. Cahaya matahari pun masih enggan untuk terlihat yang ada hanya sinar lampu jalan dan sinar lampu taksi yang ia tumpangi. Beberapa saat kemudian, taksi yang Ayu tumpangi berhenti. "Kita sudah sampai, Mbak," ucap si sopir taksi ketika Ayu hanya diam. Ayu yang masih sibuk dengan pikirannya segera tersadar. Ia kemudian mengambil uang dan memberikannya pada sang sopir. Setelah itu, ia keluar dari dalam taksi dan berjalan ke arah pintu gerbang rumahnya. "Baru pulang, Nona?" tanya Pak Budi, satpam kediamannya. "Iya, Pak. Tolong bukain, Pak." Pak Budi mengangguk. "Mobilnya mana, Non? Kok pulang pakai taksi?" tanyanya lagi sembari membukakan pintu gerbang. "Ada di bengkel, Pak," jawab Ayu yang kemudian berjalan meninggalkan Pak Budi. Sampai di depan pintu utama rumahnya, Ayu menarik napas dalam. Ia berharap belum ada orang yang bangun dan menyadari dirinya yang baru pulang. Ia lalu membuka pintu rumahnya dengan perlahan dan merasa lega ketika rumah masih sepi. Dengan segera, Ayu berjalan ke arah tangga menuju kamarnya. Ia mengendap-endap, berusaha tidak menimbulkan bunyi sedikit pun. “AYU!” Langkah Ayu seketika terhenti. Ia menelan salivanya dengan susah payah. Dengan keberanian setipis tisu, Ayu berbalik dan menatap ayahnya yang saat ini tengah berdiri di bawah anak tangga dengan tatapan tajam.Langit sore di pinggiran Desa Danu merona lembayung.Nayra duduk di tepi danau, menatap pantulan dirinya di air.Satu matanya biru lembut seperti langit, satu lagi merah seperti bara.Ia sering bertanya-tanya kenapa ia berbeda.“Kenapa semua orang menatapku seolah aku kutukan?” bisiknya.Angin berhembus pelan, membawa suara samar, seolah ada seseorang yang menjawab dari kejauhan:> “Karena kau bukan dari dunia ini, Nayra.”Nayra menoleh cepat. Tapi tak ada siapa pun. Hanya gemericik air.---Sejak kecil, Nayra sering bermimpi.Dalam mimpinya, ia berjalan di dunia hitam putih, dengan dua sosok berdiri di kejauhan: seorang pria berjas hitam dan seorang wanita bergaun putih.Mereka memanggilnya dengan suara lembut namun penuh duka.> “Nayra… jangan biarkan cahaya padam.”Suatu malam, saat hujan deras mengguyur, Nayra terbangun dengan darah di telapak tangannya.Di dinding rumahnya, muncul simbol kuno bercahaya merah, simbol segel yang sama yang dulu digunakan untuk mengurung Bayangan Asa
Tiga tahun telah berlalu sejak ledakan cahaya yang menghancurkan Bayangan Asal.Dunia tampak damai, tapi Ashraf tahu — itu hanya di permukaan.Setiap malam, ia bermimpi melihat Rio berdiri di antara bayangan dan cahaya.> “Ayah… jangan berhenti. Belum semuanya berakhir.”Mimpi itu bukan sekadar mimpi.Ashraf mulai mendengar bisikan di dinding markas lamanya — suara Rio yang memanggil dari antara dua dimensi.Suatu malam, sistem keamanan markasnya mendeteksi anomali energi — gelombang yang identik dengan tanda vital Rio.Koordinatnya: Greenvale, kota kecil yang dulu menjadi laboratorium bawah tanah milik Arman.Ashraf tahu ia harus kembali ke sana, meskipun berarti membuka luka lama.---Saat Ashraf tiba di Greenvale, ia menemukan tempat itu terbengkalai.Tapi di ruang paling dalam, dinding penuh coretan simbol dan mantra kuno.Di tengah ruangan, berdiri sosok remaja dengan mata setengah merah, setengah biru.> “Kau siapa?”“Aku… Rio.”Ashraf hampir tak percaya. Ia memeluk anak itu, ta
Langit pecah menjadi dua: separuh merah hitam penuh bayangan, separuh lagi retakan cahaya yang rapuh. Seluruh dunia berhenti—waktu seolah membeku, hanya tersisa suara bisikan dari Bayangan Asal yang menggema di setiap hati manusia.> “Bersujudlah. Akhir sudah tiba.”Namun di tengah keheningan itu, hanya Rio dan Ayu yang berdiri di dimensi bayangan. Tubuh mereka menyala oleh cahaya dan bayangan yang bertabrakan.Arman berdiri di sisi Bayangan Asal, wajahnya dipenuhi kegilaan.> “Anakku… lihatlah. Kita adalah pewaris sejati. Dunia ini milik kita. Bergabunglah, atau musnah bersamaku.”Rio menggeleng pelan, memandang ibunya.“Aku tidak ingin dunia milik kita. Aku hanya ingin keluarga yang utuh… bukan kerajaan bayangan.”---Ashraf di dunia nyata menyaksikan tubuh Rio dan Ayu yang tergenggam dalam pusaran bayangan. Tentara internasional, pengikut Maya, bahkan Arya hanya bisa terpaku.Ashraf meraung, berusaha masuk ke dalam pusaran itu, tapi Arya menahannya.“Kalau kau masuk, kau akan hancu
Retakan di langit semakin meluas, memancarkan cahaya merah kehitaman. Dari celah itu, muncul lengan raksasa yang terbuat dari bayangan murni, menjulur ke bumi.Orang-orang di seluruh dunia panik. Gempa bumi, badai, dan kegilaan massal merebak. Semua orang tahu: ini bukan perang biasa, ini adalah akhir zaman.Ayu menggenggam Rio erat. “Apa itu…?”Arya terisak, wajahnya pucat. “Itulah… Bayangan Asal. Entitas yang bahkan Arman sendiri ingin bangkitkan.”Ashraf mengepalkan tinjunya. “Kalau begitu kita harus menghentikannya sebelum keluar sepenuhnya.”Rio menatap langit dengan sorot mata kosong. Ia tahu, entitas itu memanggilnya.---Arya akhirnya mengungkap rahasia terakhir: leluhur mereka dulu pernah menyegel Bayangan Asal menggunakan darah keluarga. Namun, Arman menemukan cara membalikkan segel itu—dengan mengorbankan pewaris darah, yaitu Rio sendiri.“Kalau segel terbuka penuh, dunia akan habis. Tapi…” Arya terdiam.“Tapi apa?” Ayu menuntut.Arya menunduk. “Hanya darah Rio juga yang bi
Sejak kebangkitan Rio, dunia mulai merasakan sesuatu yang aneh. Kota-kota besar dilanda kekacauan, orang-orang mengalami mimpi buruk massal, dan bayangan hitam muncul di tempat-tempat suci.Pemerintah rahasia internasional mulai memburu Rio, menandainya sebagai “Anomali Kelas Omega”. Bagi mereka, Rio bukan lagi manusia biasa—ia adalah ancaman global.Ashraf menyadari bahaya itu. “Kalau mereka berhasil menangkap Rio, mereka akan menjadikannya senjata. Dunia akan hancur.”Ayu hanya bisa menggenggam tangan anaknya erat-erat. “Tidak ada yang akan menyentuhmu, Nak. Kita akan melawan semua orang jika perlu.”---Rio mulai kehilangan kendali. Di malam hari, ia bangun dengan tangan berlumuran darah—meski ia tak ingat melakukan apa-apa. Bayangan Arman sering muncul di cermin, menertawakan setiap kegagalannya.“Aku bilang padamu,” suara itu bergema. “Semakin kau menolak, semakin aku tumbuh.”Rio meremukkan kaca cermin dengan tinjunya. “Diam! Aku bukan kau!”Namun jauh di lubuk hatinya, ia tahu—
Rio terbaring di ranjang darurat. Tubuhnya penuh lebam, darah kering menempel di wajahnya. Di sampingnya, Ayu terus menggenggam tangannya, sementara Ashraf berdiri dengan ekspresi keras, meski hatinya dilanda kekhawatiran.“Dia sudah tidak sama lagi,” kata Ashraf lirih. “Aku bisa merasakannya. Setiap kali dia bernapas… ada sesuatu yang bergetar di udara.”Ayu menoleh, matanya merah karena menangis. “Dia anak kita. Kita tidak boleh menyerah padanya.”Rio membuka mata. Pandangannya kosong, tapi suaranya berat. “Aku… aku masih aku. Tapi aku juga… sesuatu yang lain.”---Malam itu, Rio bermimpi. Ia berdiri di padang pasir hitam, langit merah darah. Dari kejauhan, Arman muncul, tubuhnya diselimuti bayangan.“Aku selalu bersamamu,” suara Arman bergema. “Kau tidak bisa menyingkirkan aku. Kau bisa melawanku, tapi kau hanya melawan dirimu sendiri.”Rio menjerit, mencoba meninju Arman, tapi tangannya menembus udara kosong. Bayangan itu hanya tertawa.Ketika Rio terbangun, matanya memerah. Di di






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen