All Chapters of PERNIKAHAN PELUNAS HUTANG: Chapter 241 - Chapter 250

Kedatangan Rama, Indira dan Anna siang itu tidak sekedar untuk menyambung tali silaturahmi, tapi juga untuk berbagi kabar gembira. Setelah menunggu kurang lebih tiga tahun, pada akhirnya Indira akhirnya bisa hamil.“Maa syaa Allah, selamat ya Dir.” Asha memeluk sahabatnya yang baru saja berbagi kabar bahagia. “Aku sebenarnya sudah nebak kamu lagi hamil pas kamu bilang ada kabar gembira, tapi aku takut tebakanku salah. Dan ternyata, sekarang terbukti benar… sekali lagi selamat ya.”Indira tersenyum bahagia. Sudah lama dia menantikan keajaiban ini hadir dalam hidupnya, dan saat ini, semua menjadi kenyataan. “Terima kasih, Sha.”“Sebentar lagi, Anna bakal jadi kakak ya?” tanya Kinasih pada Anna yang selalu setia duduk di samping ibu sambungnya.

Kondisi Akash pagi itu sudah jauh lebih baik dibanding semalam. Tapi hal itu tidak membuat Asha mundur dari niatnya untuk mengajak suaminya ke dokter. Selepas sholat subuh, Ia mendatangi suaminya dan mulai membujuknya untuk ke dokter.“Mas udah sehat Sha, jadi nggak perlu ke dokter,” ucap Akash saat mendengar Asha kembali mengajaknya ke dokter.Asha menghela nafas pelan. “Mas, semalam kamu tidurnya gelisah loh. Aku khawatir ini, kita ke dokter ya biar kita sama-sama tenang,” ajak Asha sekali lagi.Tapi pria di hadapannya justru tersenyum lebar dan berkata, “nggak usah ya sayang, aku cuma perlu istirahat.” Ia menatap lekat manik mata Asha dan kembali bicara. “Mumpung masih hari, gimana kalau kita masak bareng di dapur, tiba-tiba aku pengen makan lontong sayur hari ini.”Asha mengerjap pelan saat suaminya mulai mengalihkan pembicaraan. “Semalam kamu muntah-muntah Mas, masa sekarang mau makan lontong sayur, apa gak tambah mual nanti?”Akash menggeleng. “Nggak dong, justru Mas yakin bakal

“Sayang, kamu… hamil?”Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Akash, seolah meminta penegasan dari istrinya.Asha tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Anggukan itu, disambut pelukan dan air mata haru yang tiba-tiba menetes dari pelupuk mata Akash. “Alhamdulillah,” lirihnya pelan. “Terima kasih,” tambahnya.Asha membalas pelukan itu. “Maaf ya, mungkin memang Mas sekarang ngalamin couvade syndrome karena aku hamil.”Pria itu menggeleng, menolak permintaan maaf yang diutarakan istrinya. “Jangan minta maaf sayang, gak papa kalau aku yang ngalamin mual dan muntahnya, gak papa banget, aku ikhlas lahir batin.”Cakra dan anggota keluarga yang lain hanya bisa

Bima meninggalkan rumah Amora dan Intan setelah menyampaikan amanah Pak Cakra. Tugasnya selesai, saatnya untuk menikmati sisa liburannya yang terganggu oleh tugas dadakan.Sementara itu, di tempatnya berdiri, Amora menatap kejauhan. Ia masih terus melihat mobil Bima yang melaju meninggalkan kediamannya, meninggalkan rasa sesak yang menggantung atas berita yang baru didengarnya.Asha, anak pembantu yang menikah hanya untuk melunasi hutang ibunya itu ternyata sekarang punya tempat spesial di tengah keluarga Kurniawan. Dia benar-benar menjadi Cinderella dan hidup di istana yang pernah dia impikan.Dalam tatapan kosongnya, ia berkelana ke masa lalu. Masa dimana dia pertama kali memiliki ketertarikan pada Akash, anak sahabat ayahnya yang tampan, pintar, tapi kurang kasih sayang. Sejatinya, bukan hanya Akash yang kurang kasih sayang, Amora pun begitu.Meski dia anak tunggal, kedua orang tuanya jarang menunjukkan rasa sayang lewat perhatian. Mereka lebih menunjukkan lewat uang dan fasilitas.

Akash spontan maju selangkah dan membaw Asha berdiri tepat di belakangnya. “Mau apa?” tanyanya dingin pada Amora yang masih bergeming di depan pintu.“Bisa bicara sebentar?”Akash melirik ke belakang, melihat reaksi Asha. Lalu ia kembali menatap tajam pada Amora. “Dengan saya?”“Dengan kalian berdua kalau boleh.” Suara Amora terdengar sedikit bergetar, seperti ada nada khawatir kalau akan ditolak.Akash tidak lekas menjawab, dia terus menatap tajam pada Amora, mencoba mencari tahu apa lagi yang direncanakan wanita itu padanya dan istrinya. Tapi kemudian…“Masuk dulu yuk Mas, gak enak di depan pintu gini, nanti karyawan yang lain jadi kepo.”Akash mengangguk membenarkan. Ia meminta Amora menyingkir agar Asha bisa lewat dan membuka pintu lebih dulu. Dan ya, Amora menurut. Ia bergeser pelan, Asha maju membuka pintu, lalu Ia mengajak Akash dan Amora ikut masuk.“Silahkan duduk, biar saya buatkan minum,” ucap Asha.“Nggak usah buat minum Sha.” Akash menahan Asha melangkah dan menariknya du