“Saya akan menikahi Asha.” Asha, gadis berumur dua puluh dua tahun tiba-tiba dipilih Akash anak dari majikan ibunya untuk dijadikan istri. Akash Menikahi Asha untuk menghindari perjodohan yang diatur keluarganya. Tadinya itu dilakukan untuk membuat kakeknya marah, tapi diluar dugaan ternyata kakeknya setuju dan bersedia membiayai semua biaya pernikahan Akash dan Asha. Bahkan setelah itu Akash mendapat jabatan penting di kantor setelah dia menikah. Meskipun terpaksa, Asha tetap berusaha menjalankan tugasnya sebagai seorang istri meskipun Akash tidak pernah menanggapinya. Meskipun mereka tinggal di rumah dan kamar yang sama, Akash mengatakan kalau mereka tidak perlu saling memperhatikan, mereka akan menjalani kehidupan mereka masing-masing. Apakah pernikahan mereka akan berlangsung lama tanpa cinta dan menjadi hubungan platonis, atau takdir membawa mereka pada kehidupan yang berbeda?
View MorePintu ruang keluarga terbuka. Akash membawa masuk Asha–anak IRT yang sedang membersihkan ruangan sebelah ke hadapan keluarga besarnya yang sedang membicarakan rencana pertunangannya dengan Amora–seorang anak pengusaha besar yang juga sahabat ayahnya.
Semua mata menatap tajam ke arah mereka, terutama pada tangan Akash yang memegang pergelangan tangan Asha dengan erat. Tatapan mata mereka seolah menelisik penuh tanya.
“Aku akan menikahi Asha.” Satu kalimat meluncur dari mulut Akash membuat suasana hening berubah jadi tegang. Aura dalam ruangan itu terasa mencekam, terutama untuk Asha yang tidak tahu apa-apa tapi malah harus masuk dalam situasi yang ia yakini akan berakhir menjadi masalah baru untuknya.
“Jangan bercanda Akash, bercandamu keterlaluan dan Ayah tidak suka.” Sandy–ayah Akash sontak berdiri dan bicara dengan nada tinggi.
“Aku gak bercanda, aku akan menikah dengan Asha, bukan dengan perempuan pilihan Ayah!”
Asha mengepalkan kedua tangannya di sisi badan, dia ingin berteriak, ingin menolak, tapi mulutnya kelu.
“Bisa-bisanya kamu lebih memilih anak pembantu dibanding Amora, apa lebihnya dia?” hardik Sandy. “Amora jauh lebih baik dari perempuan ini, dia cantik, terpelajar, dari keluarga terhormat dan sebentar lagi akan menjadi CFO di perusahaan ayahnya. Sementara perempuan ini? Dia hanya anak pembantu Akash!” teriakan Sandy menggema di ruang keluarga yang dihadiri banyak orang itu.
“Dia jauh lebih terhormat dibanding Amora gadis pilihan Ayah itu, aku lebih tahu siapa dia dan aku tidak menyukainya.” Akash kembali menjawab.
“Tapi gak dengan anak pembantu juga Kash, kamu mau mempermalukan keluarga besar kita?” tanya Maha–salah satu kayak Akash.
“Aku tidak perduli dengan nama baik keluarga ini, yang jelas kalau kalian ingin melihat aku menikah sekarang, maka yang akan aku nikahi adalah Asha.”
Kedua tangan Asha mengepal makin erat, dia ingin berteriak mengutarakan penolakan, tapi lagi-lagi suaranya tercekat. Berdiri di tengah keluarga besar Kurniawan seperti saat ini sudah membawa ketakutan tersendiri untuknya.
“Kamu mau menikah dengan Akash?” Cakra–orang yang paling dituakan di rumah itu membuka suara, dan pertanyaan itu ditujukan pada Asha.
Asha menggeleng pelan, dia tahu apapun jawaban yang dia berikan, dia akan tetap dihardik. Tapi dari hati kecilnya yang paling dalam, dia sangat ingin menolak.
“Saya tidak pantas untuk tuan muda,” jawab Asha pelan. Cakra mengangguk-anggukan kepalanya lalu beralih pandang pada Akash.
“Kamu serius dengan pilihanmu Kash?” Akash mengalihkan pandangan pada Kakeknya.
“Serius,” jawab Akash.
“Ayah tidak setuju, ayah tidak akan mengizinkanmu menikah dengan anak pembantu apapun alasannya,” ucap Sandy sambil berdiri.
“Tapi Asha anak yang baik Mas, meskipun dia hanya anak pembantu tapi dia juga telah menempuh pendidikan tinggi,” bela Amerta–Mama Akash.
“Tetap saja dia tidak setara dengan kita, dia cuma anak pembantu.” Sandy hampir meninggalkan ruangan itu saat Cakra kembali buka suara.
“Kalau ayahmu tidak mau menikahkan kalian, maka aku yang akan melakukannya.”
Langkah Sandy terhenti.
Tidak hanya satu dua orang yang kaget mendengar perkataan Cakra. Bahkan Akash sendiri pun ikut kaget. Sejujurnya apa yang dia sampaikan tadi hanya untuk menghindar dari rencana pertunangannya dengan Amora. Siapa sangka sekarang Cakra malah mewujudkannya.
“Kakek jangan bercanda! Kakek mau menikahkan cucu kakek dengan anak pembantu?” Arjuna–kakak pertama Akash sontak berdiri dan ikut buka suara setelah cukup lama jadi penonton.
Namun Cakra tidak menanggapinya.
“Bima!” Seorang laki-laki berperawakan tinggi besar dengan pakaian serba hitam masuk ke ruangan setelah mendengar Cakra memanggil. “Siapkan pernikahan Akash dan Asha, segera!” perintahnya.
“Baik Tuan,” jawab Bima.
“Kek, pikirin dulu baik-baik, kakek gak malu menikahkan Akash dengan Asha?” lagi-lagi penolakan kembali hadir dari anggota keluarga yang lain.
“Aku tidak akan mengubah keputusanku kecuali kalau Akash mau mundur, bagaimana Kash?” Akash bergeming, sesungguhnya bukan ini yang dia inginkan, tapi kenapa…
“Kalau kamu serius, Kakek akan menaikkan jabatanmu setelah kalian menikah.” Akash mengerjap.
Apa-apan itu? Selama bertahun-tahun ikut bekerja di perusahaan keluarga Akash tidak pernah punya kesempatan untuk naik jabatan, tapi kenapa setelah memutuskan akan menikahi Asha, tawaran naik pangkat itu malah hadir, seolah Cakra memang menunggu pernikahan ini terjadi.
“Bagaimana?” tanya Cakra sekali lagi.
“Aku akan menikahi Asha.”
Akash tidak menunggu lebih lama untuk menjawab. Tidak ada ruginya untuknya, dengan menikahi Asha dia bisa melepaskan diri dari rencana perjodohan dengan Amora dan sebagai bonusnya dia akan naik jabatan. Dimana letak kerugiannya?
“Tuan, saya tidak pantas untuk tuan muda, pernikahan ini tidak baik Tuan.” Cakra bangun dari duduknya dan berjalan mendekat pada Asha, menelisiknya dalam-dalam dan berkata…
“Saya yang memutuskan apakah kamu pantas untuk cucu saya atau tidak, dan menurut saya, kamu pantas.” Asha menggigit bibirnya ragu.
“Tapi Tuan,” kalimat Asha terpotong.
“Kalau kamu menolak, saya akan minta Amerta untuk memecat ibumu sekarang juga.” Asha mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk–kaget.
Apa lagi ini? Sudahlah dipaksa menikah, dan sekarang diancam akan dipecat? Hati Asha mencelos mendengar ancaman itu.
“Pilihanmu hanya menikah dengan cucuku atau keluar dari rumah keluarga Kurniawan.” Asha kembali menunduk.
Asha tidak punya pilihan lain, dia tidak mungkin meninggalkan rumah keluarga Kurniawan saat ini, dia baru saja mengetahui kalau ibunya memiliki hutang yang nilainya sangat besar pada keluarga ini. Kalau dia memutuskan keluar dari rumah ini, bagaimana caranya mereka akan membayar hutang?
“Bagaimana?”
“Baik Tuan, akan saya lakukan,” jawab Asha pasrah.
Tidak ada yang bisa diperbuatnya lagi.
Dia tahu apapun pilihannya dia tetap akan mendapat masalah. Baik dia menerima atau menolak pernikahan ini, dia tetap akan berurusan dengan keluarga ini, Asha hanya berharap dia tidak salah mengambil keputusan kali ini.
***
Kinasih–ibu Asha memukul pundak Asha berkali-kali saat keduanya ada di dalam kamar. Kinasih menyayangkan keputusan Asha yang menerima permintaan tuan besar mereka.
“Kenapa kamu terima? Kita akan jadi musuh keluarga ini nantinya Sha.” Puas memukul pundak anaknya yang sedari tadi diam, kali ini Kinasih menepuk-nepuk dadanya. “Kamu tahu bagaimana keluarga ini Sha, kita akan dikira macam-macam Nak, astagfirullah Sha.”
Kinasih tidak tahu harus berkata apa lagi.
Dia tahu Asha tidak punya banyak pilihan saat itu, tapi Kinasih lebih memilih untuk melepaskan pekerjaannya dibanding harus menyerahkan Asha pada keluarga Kurniawan. Apalagi dengan Akash yang terkesan dingin dan tidak ramah. Bagaimana anaknya nanti akan menjalani kehidupan bersama orang seperti Akash.
“Ibu akan bicara dengan Tuan besar, ibu akan memohon untuk membatalkan pernikahan ini.”
Kinasih berniat bangun tapi Asha menahan tangannya.
“Gak usah Bu, Tuan akan marah besar nanti,” ucap Asha. “Kalau ini dibatalkan dan Ibu dipecat, kemana kita harus cari uang untuk melunasi semua hutang kita? Sampai sekarang Asha belum dapat pekerjaan, kita gak punya pegangan apapun untuk hidup di luar Bu.”
Kinasih menghela nafas, Asha benar. Saat itu rasa sesal memenuhi dadanya, kenapa dia memaksakan diri untuk membiayai kuliah Asha dengan pinjaman uang dari Cakra, padahal Asha tidak pernah meminta kuliah.
Maafin Ibu Nak, ini semua terjadi karena Ibu.
“Erik?”Mendengar nama itu disebut, sontak membuat Indira menoleh pelan, melihat suaminya yang sedang melihat ke arah ponselnya. “Mas, tadi sebut nama siapa?” tanyanya memastikan.“Erik,” jawab Rama.“Siapa? Erik siapa?” tanya Indira.“Aku juga gak tahu sayang, ini Akash yang kirim pesan.” Rama menunjukkan ponselnya ke arah Indira.[Kenal Erik?]Indira spontan mundur perlahan, bayangan beberapa tahun lalu bermain di kepalanya. Rama kaget melihat sikap Indira yang berubah. Wanita itu bahkan terus berjalan mundur bahkan ia abai pada panggilan suaminya, hingga punggungnya membentur dinding.
Erik menoleh, sosok Akash berjalan pelan menghampiri. Melihat Akash datang Gara dan Esa memilih memindahkan food tray milik mereka ke meja lain sambil terus memperhatikan Akash. Berjaga-jaga kalau Erik mencari masalah dan Akash terpancing.“Anda siapa?” tanya Erik dengan tatapan tajam.Akash menarik satu sudut bibirnya, mengulurkan tangannya yang langsung diraih oleh Asha. Melihat itu Erik mengerutkan keningnya, lalu menatap Akash yang menarik pelan Asha ke arahnya.“Seharusnya Pak Arjuna sudah mengatakan apa posisi Asha di CPM, dan kalau anda menganggap kerjasama dengan CPM penting, harusnya anda berhenti membuat ulah dan mengganggu istri saya.”Erik bergeming, matanya menelisik Akash dari ujung rambut ke ujung kaki. Seperti sedang menghitung sia
“Asha,” sapaan halus itu membuat Asha menoleh pelan pada sumber suara. Ternyata, di seberang meja yang ia pilih sudah lebih dulu duduk Rama, Indira dan Anna dengan tiga mangkuk es krim yang menggugah selera.“Hei!” Asha yang menyadari kehadiran keluarga Rama begitu senang dan lekas menghampiri mereka.“Gabung sini aja ante Asha, ini banyak kursi kosong nih,” ajak Anna.Belum juga Asha menjawab, Atha lebih dulu mengambil tempat duduk di samping Anna. Mau tidak mau Akash dan Asha pun di meja yang sama dengan Rama dan Indira.Obrolan ringan tercipta begitu saja, ada canda yang hadir dari obrolan Anna dan Atha. Lalu sedikit mengarah ke haru ketika mereka membicarakan tentang kehamilan Indira dan Asha yang berdekatan waktunya.“Berarti nanti, Anna bakal punya dua adik sekaligus ya. Satu dari Bunda Dira, satu lagi dari Ante Asha.” Mata Anna berbinar ketika mengucapkan hal itu, ia bisa membayangkan akan menggendong dua bayi kecil sekaligus.Asha dan Indira hanya bisa mengulum senyum melihat
Asha merasa seluruh tubuhnya seperti kehilangan tenaga sore itu. Ia menundukkan kepala sebentar, menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan sisa energi yang tersisa setelah seharian penuh rapat dan koordinasi proyek.Tangannya terulur ke belakang leher, memijat pelan bagian yang terasa kaku. Sesekali ia menggeleng kecil, berusaha mengusir rasa pening yang mulai merayap dari pelipis ke belakang kepala.“Ternyata kerja sendiri secapek ini ya?” gumamnya pelan.Ini memang pertama kalinya dia mengurus pekerjaan sendiri tanpa Akash. Biasanya, rasa lelah itu bisa ditepis dengan melihat wajah Akash yang menyungging senyum, tapi hari ini… jangankan senyum, bahkan melihat wajah Akash saja tidak bisa.Asha merapikan tasnya, menatap layar ponsel sekilas&mda
Sepanjang rapat berjalan, Asha berusaha fokus pada presentasi dan data pendukung yang ditampilkan di layar. Saat semua orang fokus pada pembahasan kerjasama, Erik justru malah mencari celah—melempar komentar yang terlalu personal, menggodanya dengan nada bercanda yang sama sekali tidak pantas untuk suasana formal.“Kamu gak pernah berubah ya Sha, selalu serius dan… tetap cantik dan menarik,” ucapnya setengah berkelakar. Arjuna yang mendengar itu belum menunjukkan reaksi apapun, justru beberapa rekan kerja Erik yang memberi teguran kecil.Sayangnya, dia tidak mengindahkan teguran dari rekan kerjanya itu dengan dalih, dia sudah mengenal Asha sebelumnya.Asha menegakkan badan, menatapnya dingin dari ujung meja dan berkata, “tolong jaga batasan Anda tetap profesional, Pak Erik.”Erik menyungging senyum tipis. “Jangan terlalu serius Sha,” ucapnya dengan senyum licik yang dibuat-buat.Arjuna, yang duduk tak jauh dari mereka, sudah sejak awal memperhatikan perubahan ekspresi Asha. Ia mungkin
Mood Akash hampir saja berantakan saat melihat Esa dengan kejahilannya.Beruntung saat itu Asha mengambil alih kedua piring dan meletakkannya di hadapannya. Ia menyendok satu sendok makanan dan menyuapi Akash, hingga pria itu mengulas senyum. Lupa sudah dia pada kesalnya pada Esa.Esa dan Yudha hampir tersedak melihat tingkah atasan mereka, ingin tertawa tapi melihat tatapan tajam Asha pada mereka, membuat keduanya akhirnya memalingkan muka dan menahan tawa.Masalahnya, yang melihat kejadian itu bukan satu dua orang, tapi seisi kantin memperhatikan bagaimana Akash bertingkah seperti anak-anak di hadapan istrinya.Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar, tapi kali ini Asha menuliskan telinganya. Ia memilih melayani suaminya yang sedang mode manja dan clingy. Tidak peduli dengan tatapan dan bisikan orang-orang di sekitarnya.“Lagi?” tawar Asha saat melihat piring pertama sudah kosong.Akash menggeleng, tapi piring di hadapan Asha ditarik mendekat ke arahnya. “Sekarang biar Mas yang suapi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments