All Chapters of Kubayar Setiap Tetes Kesedihan Ibuku Dengan Kesuksesan: Chapter 11 - Chapter 20

Seperti biasa, Ratna bangun pagi-pagi karena harus mencuci pakaian miliknya dan memasak sarapan untuk keluarga kecilnya. Saat hendak keluar kamar, Ratna melihat Robi sedang membuka pintu rumah. Tapi terlihat seperti mengendap-ngendap."Robi ngapain subuh-subuh gini keluar rumah?" tanya Ratna dengan membuka pintu kamarnya sedikit, untuk mengintip memastikan Robi keluar rumah atau tidak.Karena penasaran, Ratna akhirnya mengikuti Robi yang keluar rumah. Ternyata laki-laki itu membuka warung milik Rodhiah yang masih terkunci. Entah dapat kunci darimana, dengan mudahnya Robi masuk ke warung tersebut.Ratna mencoba menghapus pikiran negatifnya. Bagaimanapun Robi adalah menantu dari Rodhiah, jadi wajar kalau dia masuk ke warung mertuanya, terus apa yang harus di curigai. Ratna yang tadi mengintip di balik pintu, kembali masuk dan memilih pergi ke belakang untuk mencuci baju.Waktu terus berjalan, cucian baju Ratna sudah di jemur dan masakan untuk sarapan pun sudah siap. Jam menunjukkan jam

Robi pergi ke warung kopi langganannya. Laki-laki itu begitu bahagia, karena dirinya hari ini punya uang banyak, hasil mengambil dari warung mertuanya."Mbak, biasa kopinya satu," pinta Robi pada penjual kopi di warung tersebut."Minta kopi terus tiap hari, tapi nggak bayar-bayar," sindir sang penjual."Tenang saja Mbak, hari ini aku bayar hutangku semua.""Serius nggak?" tanya sang penjual.Robi pun mengeluarkan uang satu bendel yang sudah di ikat dengan karet, dan tunjukkan ke penjual. "Lihat dong ini. Masih lebih ini kalau cuma untuk bayar kopi.""Oke deh, aku buatkan kopi sekarang," ucap sang penjual."Lagi banyak duit nih Rob," sindir salah satu temannya."Biasalah, uang buat bulanan istri.""Dapat dari mana Rob? Bagi-bagi tips nya dong. Aku juga pusing, mau cari uang kemana lagi untuk kasih ke istri. Pengangguran gini, pusing!" keluh teman Robi yang dulunya satu kerjaan dengan Robi dan sama-sama di pecat."Susah Bro dapetinnya. Kamu nggak bakal bisa. Dah mending pasang togel aja

Andini begitu kaget ketika melihat ibunya sedang memungut ayam yang berserakan di bawah. Entah apa yang sudah terjadi, kenapa ayam yang ia beli berserakan di bawah. Nasib baik, nasinya utuh, masih dalam bungkusan.“Ibu,” panggil Andini sambil membantu ibunya memasukan ayam ke dalam tempatnya. Ia pun membantu ibunya untuk berdiri setelah semua beres.Semua keluarga ayahnya hanya menatap Andini dan ibunya yang memunguti ayam.“Ada apa Bu?” tanya Andini pada ibunya yang sudah meneteskan air matanya.Ratna bukannya menjawab, wanita itu justru semakin menangis. Sesak di dadanya, sehingga tidak bisa berkata-kata.“Ibu mu mencuri uangku!” tuduh Bu Rodhiah dengan suara lantang. “Cepat kembalikan sekarang!”“Uang apa?” tanya Andini tidak paham.“Uang yang ada di warung,” jawab Bu Rodhiah. “Sini, mana uangnya?”“Ibuku nggak mungkin ambil uang nenek,” bantah Andini dengan tegas. Ia yakin seyakin-yakinnya, kalau ibunya tidak mungkin melakukan hal jahat seperti itu. “Nggak mungkin katamu Andini.

Andini terus menatap Robi yang keluar dari warung bersama teman-temannya. Andini tidak menyangka, ternyata laki-laki itulah yang mencuri uang neneknya, dan diam saat melihat ibunya di fitnah satu keluarga. Sayangnya, Andini tidak punya bukti untuk membuktikan ke keluarga yang lain. Jika Andini mengatakan sebenarnya, pasti semua tidak akan ada yang percaya."Bu, itu rombongan para sales ya?" tanya Andini pada penjual di warung tersebut."Dulunya mereka sales, tapi sekarang mereka pengangguran Mbak," jawab penjual tersebut."Pengangguran?" tanya Andini bingung. Setau Andini, omnya itu seorang sales dan masih bekerja."Nggak mungkin lah Mbak. Pakaiannya rapi-rapi begitu, masa pengangguran," ujar Andini mencoba mencari informasi."Iya Mbak. Mereka itu nganggur. Minum kopi aja seringnya utang kok," jawab sang penjual.Tiba-tiba ada pembeli yang harus penjual layani, sehingga obrolan mereka pun terhenti. Andini sambil memakan mie rebus, memikirkan ucapan penjual tadi. Apa benar om nya itu s

"Kalau kamu nggak mau, lebih baik kita cerai saja,” ucap Robi dengan nada dingin.Linda terhenyak. Ucapan itu seperti tamparan keras di wajahnya. Bercerai? Tidak mungkin. Selama ini mereka hidup dan bahagia bersama. Linda yang selalu mengandalkan Robi, dan tiba-tiba akan berpisah? Linda tidak mau dan tidak bisa."Apa maksudmu, Mas?" tanya Linda dengan suara bergetar. Matanya pun sudah berkaca-kaca."Aku serius, Lin. Kalau kamu nggak bisa bantu aku, aku nggak tahu kita bisa jalan bareng lagi atau nggak,” jawab Robi tegas.Air mata Linda mengalir. Dia merasa terpojok. Meski dia tahu itu salah, rasa takut kehilangan Robi membuatnya mengangguk perlahan.“Baiklah, aku akan mengambil sertifikat itu. Tapi kamu janji, harus bayar setiap bulannya ke bank.”“Kamu tenang saja Lin. Dari hasil hutang ke bank, nanti kan ada sisa. Bisa aku pakai buat usaha, dan hasilnya bisa untuk membayar bank setiap bulan.”Dengan terpaksa, Linda pun menuruti keinginan suaminya. Semua ini ia lakukan demi mempertah