Pagi itu, rumah terasa lebih hening dari biasanya. Burung-burung masih berkicau di luar jendela, tapi tak satu pun dari suaranya bisa menembus lapisan berat di dada Aurelie.Di meja makan, sarapan sederhana sudah terhidang, ada roti panggang, telur rebus, dan susu coklat hangat. Tapi tak ada yang menyentuhnya.Mami Nadira duduk diam, mencoba menyembunyikan air matanya dengan sibuk mengoleskan mentega ke roti, meski tangan gemetar halus.Aurelie berdiri di ambang pintu dapur, jaket jeans terlipat di lengan, koper kecil di sisi tubuhnya.“Mi … aku berangkat ya,” ucapnya pelan, seperti takut menyentuh luka sendiri.Nadira hanya menoleh. Senyumnya tipis, tapi matanya merah. Ia bangkit lalu memeluk Aurelie erat—erat sekali. Tak banyak kata.“Kalau kamu sampai sana … langsung kabari Mami. Dan kalau mulai merasa terlalu sepi … ingat, pintu rumah ini selalu terbuka untuk kamu.”Aurelie mengangguk di pelukannya. “Iya, Mi.”“Sarapan dulu ya sayang ….” Mami Nadira menggeser piring berisi
Terakhir Diperbarui : 2025-07-20 Baca selengkapnya