Semua Bab Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin: Bab 11 - Bab 20

Sepulang dari kantor, Alana pergi ke toko perhiasan terlebih dahulu. Ia menaiki bus menuju ke toko perhiasan. Toko perhiasan ada di dalam mal. Toko perhiasan itu adalah salah satu toko perhiasan mewah yang ada di kota. Banyak orang kaya membeli perhiasan di toko tersebut. Dulu mama Alana adalah pelanggan tetap di toko perhiasan itu. Beliau sering membeli perhiasan di toko tersebut. Dulu harga yang mahal bukan masalah bagi keluarga Alana. Terlebih lagi, mereka punya banyak uang. Berbeda dengan sekarang. Setelah mama Alana meninggal, perhiasan milik Alana dijual satu per satu untuk bertahan hidup. Hingga menyisakan satu kalung saja. Yang akan segera Alana jual juga. Sebelum masuk ke dalam toko, Alana meyakinkan dirinya sekali lagi, jika keputusannya tidaklah salah. Semua ini didasari demi ayahnya. “Selamat datang.” Seorang pegawai wanita menyambut saat Alana masuk. “Ada yang bisa kami dibantu?” “Saya mau menjual perhiasan,” ucap Alana lirih. “Baik, silakan.” Pegawai itu mengarahk

Dave turun ke lantai bawah untuk menemui seseorang yang mengirim pesan. Dari kejauhan, ia melihat orang tersebut.Sebelum menghampiri, ia melihat sekeliling, memastikan tidak ada yang melihatnya.“Ini, Pak.” Evan-asisten Dave memberikan sebuah kotak pada Dave.Dave menerima kotak tersebut dan membukanya perlahan. Dilihatnya kalung platinum dengan satu berlian kecil di tengah. Kalung yang sama persis dengan yang sering dilihatnya dipakai oleh Alana.Tadi siang, setelah Evan memberitahu jika Alana menjual kalungnya, ia segera meminta Evan membeli kalung tersebut.Kini kalung milik Alana itu berada di tangannya. Ia tidak akan membiarkan barang milik Alana lepas begitu saja.“Bawa dan berikan padaku besok.” Dave menyerahkan lagi kotak berisi kalung.Sejujurnya ia meminta Evan untuk datang, hanya ingin memastikan jika kalung tersebut adalah milik Alana.Ia tidak akan menyimpan kalung tersebut di apartemennya, karena Alana bisa saja menemukan kalung itu.“Baik, Pak,” ucap asisten seraya men

Mahesa membulatkan matanya mendengar bahwa Dave sudah menikah. Tidak ada pernikahan yang didatanginya. Tentu saja ia tidak percaya dengan ucapan Dave itu.“Apa kamu sedang bercanda, Dave?” tanya Mahesa.“Apa aku terlihat bercanda, Kek?” Dave menatap sang Kakek. Wajahnya tenang, tetapi serius.“Bagaimana bisa kamu menikah tanpa kakek?” Rahang Mahesa mengeras. Sorot matanya dipenuhi kemarahan.Sebagai kakek, seharusnya ia datang di acara pernikahan cucunya.“Saat itu kondisinya tidak memungkinkan, Kek.” Dave tetap tenang menjelaskan pada kakeknya.“Tidak memungkinkan bagaimana? Kamu digerebek?”Pertanyaan kakeknya itu membuat Dave memicingkan mata. “Mana ada seorang Davendra Putra Tanuwijaya menikah karena digerebek.” Ia menekuk bibirnya kesal.“Lalu kondisi apa yang membuat kamu tidak mengundang Kakek?”Dave memutar bola matanya. Berpikir alasan yang tepat untuk diberikan pada sang Kakek. “Aku harus mengetahui lebih dulu bahwa wanita yang kunikahi ini benar-benar mencintaiku atau hanya

Dave yang sedang melepaskan sabuk pengaman, segera mengalihkan pandangan pada Alana.“Jika aku tidak punya, apa kamu mau memberikan aku uang?” Tatapan Dave begitu dingin.Alana seketika langsung bungkam. Tak bisa menjawab.Tak ada jawaban dari Alana, Dave segera keluar dari mobil. Langkahnya diayunkan ke restoran.Sepanjang jalan setelah Dave membeli bubur, Alana menyandarkan tubuhnya di kursi. Matanya terus terpejam. Tubuhnya masih terasa lemas, belum sepenuhnya kuat. Jadi, ia tidak sanggup untuk membuka matanya.Mobil sampai di apartemen. Dave menarik tuas rem tangan dengan mantap, lalu memarkirkan mobilnya di tempat biasa dia parkir.Saat mesin mobil mati, ia mengalihkan pandangan ke arah Alana yang duduk di kursi sebelahnya.Alana masih tampak tertidur pulas. Wajahnya masih sedikit pucat, tetapi sudah lebih baik dari tadi pertama kali Dave membawa ke rumah sakit.Dave melepaskan sabuk pengaman, lalu membuka pintu dengan perlahan. Setelah keluar, ia menutup pintu, kemudian berlalu

Alana begitu terkejut sekali mendengar ada pesanan makanan untuknya yang disampaikan oleh resepsionis. “Baiklah, saya akan ke sana.” Buru-buru Alana turun ke lobi. Saat sampai di lobi, Alana melihat makanan di meja resepsionis. “Ini untuk aku, Kak?” tanya Alana memastikan. “Iya, itu untuk kamu. Kamu tidak lihat namanya tertera namamu.” Alana segera melihat nama yang berada di goodie bag yang ada di atas meja. Memang benar itu adalah namanya. Sayangnya, tidak ada nama pengirimnya. “Cepat bawa, kenapa diam saja?” Resepsionis menatapnya. Buru-buru Alana mengambil makanan tersebut setelah mengucapkan terima kasih. Kemudian membawanya ke ruangannya. Saat sampai di ruangannya, semua orang sudah tidak ada. Hal itu sering sekali terjadi. Karena memang Alana tidak pernah makan di luar, jadi hanya ia yang tinggal. Aroma makanan yang menguar ke udara membuat Alana segera membuka goodie bag tersebut. Sebuah kotak makan berada di dalamnya. Rasa penasaran Alana mengantarkannya untuk me