Demi biaya perawatan sang ayah, Alana rela meminjam uang mantan kekasihnya. Menekan rasa malunya dalam-dalam. Ia tidak punya pilihan lain lagi selain meminta tolong pada Dave. Semua teman-temannya sudah didatangi, tetapi tidak ada satu pun yang bisa membantunya. Tapi, ada harga mahal yangl harus dibayar Alana. Yaitu pernikahan. Permintaan itu membuat Alana bingung. Haruskah ia menikah dengan Dave demi pengobatan ayahnya?
ดูเพิ่มเติมAlana membulatkan matanya. Ia tidak menyangka jika Akram akan memanggilnya. Alana pikir, ia sudah berhasil menghindar dari Akram, tapi pria itu sepertinya tidak melepaskannya dengan mudah. Alana mengikuti langkah manajernya dengan perasaan waswas. Hanya bisa berharap jika Akram memanggilnya perihal pekerjaan, bukan perihal masalah pribadi. Sebelum masuk, manajer mengetuk pintu lebih dulu dan berdeham. “Ini Alana, Pak.”Di dalam, Akram duduk di kursinya dengan tenang, menatap ke arah pintu.Alana menatap manajer dan Akram secara bergantian. Tentu saja ia bingung, ada apa ini? Apa ada masalah yang Alana buat, sampai manajer mengantarkan sendiri Alana ke ruangan Akram. “Terima kasih, Pak. Anda bisa meninggalkan kami.” Akram tersenyum tipis. Manajer mengangguk dan berlalu pergi. Alana semakin bingung. Kenapa ia ditinggalkan sendiri?“Duduklah,” pinta Akram. “Kenapa Pak Akram meminta saya untuk ke ruangan Anda? Saya harap ini terkait pekerjaan.” Alana menatap Akram penuh curiga. Ak
Alana membeku. Perlahan, ia berbalik dan mendapati Dave berdiri di sana, entah sejak kapan. Dave tidak menatapnya. Matanya yang tajam dan posesif terkunci lurus pada Akram.Sekalipun Dave tersenyum pada Alana, senyuman itu tidak mencapai matanya, seolah Dave sedang mengintimidasinya.Akram, yang tadinya ramah, kini menatap Alana dengan kening berkerut, jelas meminta konfirmasi.“Apa benar jika dia suamimu?” tanya Akram, suaranya terdengar ragu. Sebelum Alana bisa menjawab, sebuah tangan melingkar erat di pinggangnya. Dave menarik tubuh Alana hingga merapat ke sisinya. Tangan itu terasa panas, bahkan melalui lapisan bajunya, dan genggamannya begitu erat.Sebuah klaim kepemilikan yang tak terbantahkan di depan umum.“Jawablah, Sayang,” bisik Dave, suaranya lembut namun terdengar seperti desisan di telinga Alana. “Katakan pada atasanmu siapa aku.” Lalu, Dave menatap Alana dengan senyum penuh arti. Alana beralih pada Akram, tersenyum tipis. “Iya, Dave adalah suamiku.”Wajah Akram seketi
Kata-kata Dave yang kejam itu menggantung di udara. Alana menatap tajam Dave, rasa tak percaya perlahan berubah menjadi amarah dingin. “Apa maksud dari ucapanmu, Dave?” desis Alana, suaranya bergetar.Dave hanya menatapnya sejenak, lalu membuang muka, seolah Alana tak lagi layak mendapatkan perhatiannya. Ia berbalik hendak pergi.“Tidak.” Alana menyambar lengan Dave sebelum pria itu sempat melangkah. “Katakan apa maksud dari kata-katamu tadi?” tanyanya memastikan. Matanya terus menelisik untuk mendapatkan jawaban dari apa yang dikatakan Dave. Dave menatap tangan Alana yang mencengkeram lengannya, lalu kembali menatap wajah Alana dengan dingin. Dengan satu sentakan pelan, ia melepaskan cengkeraman itu. “Pikirkan saja sendiri,” katanya, sebelum akhirnya benar-benar melangkah keluar dan menutup pintu apartemen di belakangnya, meninggalkan Alana dalam keheningan dan kebingungan yang mengudara.Malam itu, Alana menunggunya. Ia duduk di kursi makan, memeluk lututnya, menatap pintu yang t
Tubuh Alana menegang. Ia belum siap Dave bertemu dengan Akram sekarang. Terlebih lagi, ia belum menjelaskan baik-baik pada Dave perihal Akram. Alana bisa merasakan bahaya dari nada bicara Dave. “Dave, aku bisa jelaskan.”Sebelum Alana sempat menjelaskan, sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangan ALana dengan kasar. Dave menariknya tanpa sepatah kata pun, mengajaknya pergi dari kantor ketika melihat Akram sedang berjalan ke arah mereka. Urusan dengan Alana belum selesai, dan mereka perlu bicara berdua lebih dulu.“Dave, pelan-pelan!” rintih Alana, nyari tersandung karena sepatu hak tingginya. Genggaman Dave begitu kuat, terasa menyakitkan.Pria itu seolah tuli. Kemarahan yang terpancar dari punggungnya yang tegap terasa begitu nyata. Ia terus menyeret Alana melewati lobi yang ramai, tak peduli tatapan-tatapan kaget dari karyawan lain. Dari sudut matanya juga, Alana bisa melihat ekspresi tertegun di wajah Akram yang ditinggalkan begitu saja.Sampai di sisi mobilnya, Dave membuka p
“Terima kasih, Pak Akram, sudah membantu membuktikan jika itu desain saya,” ucap Alana tulus, menatap pria itu lekat-lekat. Perasaan lega dan bahagia menjalari seluruh tubuhnya.“Aku tidak hanya terima ucapan terima kasih,” balas Akram, tatapannya kini berubah intens. “Sudah kukatakan tadi, kamu masih ingat janji kamu ‘kan?” Alana terdiam sejenak. Mentraktir Akram. Mengingat statusnya sekarang, rasanya mustahil. Tapi, ia berutang budi. “Saya ingat, Pak.” Senyum Akram melebar. “Kalau begitu. Nanti malam datanglah ke di restoran Star. Jangan terlambat.” Itu bukan lagi permintaan, melainkan perintah halus. Akram segera masuk ke lift tanpa menunggu jawaban Alana. Alana segera kembali ke ruangan kerjanya. Di sana ia disambut baik oleh karyawan-karyawan lain. Para karyawan yang awalnya tidak bersikap baik, akhirnya sekarang berubah. Dampak dari terbongkarnya ini semua membuat Alana senang. Dengan begini, ia akan bekerja dengan tenang. Sore hari, saat jam kerja usai, Alana merapikan me
“Baik sekali atasanmu.” Dave menarik sudut bibirnya, tetapi matanya terus menatap Alana. Tatapan Dave itu seolah penuh kecurigaan. Alana buru-buru menjelaskan. “Atasanku tahu jika desain yang diperebutkan adalah desainku. Jadi dia memberikan makanan sebagai permintaan maaf karena memintaku membuat desain baru.” Dave tidak merespons, namun rahangnya terlihat sedikit mengeras. Ia kembali fokus pada jalanan.Alana berusaha tetap tenang. “Apa kamu sudah makan?” tanya Alana. “Sudah,” jawab Dave, singkat. Alana mengangguk. Suasana di dalam mobil kembali hening. Namun, kali ini sedikit mencekam. Dave tampak masih tidak percaya dengan Alana. Sampai di apartemen, tidak ada pembicaraan lagi. Dave dan Alana sama-sama diam. Alana lebih fokus untuk membersihkan dirinya. Beberapa hari Alana lembur. Dave yang diminta tidak menjemput pun akhirnya benar-benar tidak menjemput Alana. Setiap malam Alana selalu pulang dengan naik bus. Selama lembur, kiriman makanan dari Akram terus datang. Alana s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น