Setiap brankas bisa dibuka… tapi tidak setiap hati bisa tetap terkunci.Hujan malam menusuk Belegrive, menetes di atap seng dermaga tua.Gudang B-12 berdiri di pinggir pelabuhan, pintunya karat, lampunya berkelip seolah kehabisan nyawa.Di dalam, napas dingin bercampur dengan bau besi lapuk.Brankas di pojok ruangan sudah setengah terbuka—jarum digitalnya patah akibat alat retas Dendy Alexander.Jemarinya mantap, cepat, presisi. Ia menarik map tebal dan sebuah flashdrive hitam dari dalamnya, menyelipkannya ke balik jas.Debora Alexander berdiri satu meter di belakangnya.Jas hujan hitamnya masih basah, rambutnya menempel di pelipis. Matanya tak bisa berhenti melirik pintu, seolah bayangan Caspian Montgomery bisa muncul kapan saja.“Cepat,” bisiknya, suaranya gemetar.“Kalau dia tahu aku bawa kau ke sini…”“Dia tahu,” potong Dendy datar, matanya tetap fokus pada isi brankas.“Pertanyaannya hanya… kapan ia memilih muncul.”Seolah menjawab kalimat itu, derap sepatu terdengar dari luar. B
Last Updated : 2025-09-15 Read more