Semua Bab Malam Terakhir di Singgasana: Bab 31 - Bab 40

Angin dingin menderu di luar pintu. Roni segera masuk dan menutup pintu dengan cepat, mengambil lilin dari tangannya, dan menyalakannya dengan tongkat api.Cahaya redup menerangi ruangan kecil itu. Roni mengerutkan kening perlahan, tetapi hanya berkata, "D sini dingin sekali. Cepat kembali ke ranjang, duduklah."Lyra duduk kembali di tempat tidur dengan patuh, dan langsung bertanya dengan isyarat, "Bagaimana keadaannya?""Dia baik-baik saja." Roni menjawab ringan, "Dia nggak sabar menunggumu dan mau masuk ke istana untuk melihatmu, tapi aku mencegahnya. Aku membawanya menemui Yang Mulia. Tapi Yang Mulia sedang kesal karena urusanmu, jadi dia hanya bicara sebentar dan menyuruhnya pulang. Dia pasti sudah kembali dengan keluarganya sekarang. Dia bilang supaya kamu nggak usah khawatir, dia akan mencari jalan keluar."Hidung Lyra terasa perih, air mata menggenang di pelupuk matanya, dia berusaha keras untuk tidak menangis. Roni memang membuatnya terdengar mudah, tetapi dengan temperamen or

Farida memutar bola matanya dan memarahi Dita, "Masih belum pergi? Cepat kerjakan tugasmu sendiri!"Dita tidak punya pilihan selain membungkuk dan pergi tanpa bersuara.Lyra berjongkok, mengambil sepotong pakaian dan menaruhnya di baskom.Luka bakar di punggung tangannya bersentuhan dengan air dingin yang menggigit, dan dia menggertakkan giginya kesakitan.Farida mendengus dingin, "Benar begitu, nggak peduli kamu bekerja di mana sebelum ini, saat kamu datang ke sini, kamu harus tahu diri dan bekerja dengan giat. Nggak usah bilang kamu itu pernah jadi dayang kamar tidur. Ada banyak dayang muda yang bekerja di sini. Tapi kalau dihukum, akan menjadi pelayan yang paling rendah. Apa gunanya sombong? Bahkan nggak bisa dapat roti kukus."Meskipun kata-katanya kasar, tapi itu bukanlah tanpa alasan.Lyra mendengarkan dalam diam, tidak berani menghentikan gerakan tangannya sedetik pun.Melihat bahwa dia tidak berani membantah, Farida berkata dengan bangga, "Hati-hati, kamu harus mencuci pakaian

Namun, pria setampan itu terlahir dengan hati yang dingin. Dia membunuh ayah dan saudara laki-lakinya, membantai istana dengan darah, dan naik tahta dengan menginjak tulang-tulang yang tak terhitung jumlahnya. Dia sangat menakutkan.Toni telah melayaninya sejak dia berusia tiga tahun. Sekarang, dia adalah orang yang paling dekat dengannya, tetapi dia masih tidak berani menatap matanya.Pada saat itu, dia merasa ketakutan oleh tatapan matanya, jantungnya berdetak kencang, dan keringat dingin membasahi punggungnya."Ini salah hamba. Hamba akan mengambil jubah itu sekarang." Dia berkata dengan gemetar, diam-diam mengangkat kelopak matanya untuk mengamati reaksi Kaisar.Kaisar tidak bereaksi.Dia tidak mengatakan setuju atau menolak, hanya mengambil pena lagi untuk memeriksa dokumen itu.Toni merasa tertekan hingga ingin mati.Dengan temperamen Kaisar yang seperti ini, dia tidak tahu lagi bagaimana cara melayaninya. Kaisar begitu tidak sabar saat memeriksa dokumen itu hingga saat dia memb

Kaisar melirik Damian dan mengiyakannya.Damian pun berlari dengan gembira.Lyra sedang tidur nyenyak ketika dia terbangun oleh ketukan cepat di pintu.Mendengar suara itu, itu pasti bukan Roni. Dia segera mengeluarkan belati dari bawah bantal dan memegangnya di tangan."Nona Lyra, buka pintunya, ini aku." Sebuah suara melengking terdengar di luar pintu, dan itu jelas seorang kasim.Ketika Lyra memikirkan Kasim Agam, bulu kuduknya langsung berdiri.Jika itu benar-benar Kasim Agam, dia akan tetap dapat masuk ke kamar bahkan jika dia tidak membukakan pintu. Tidak ada tempat baginya untuk bersembunyi di kamar kecil ini.Pada saat itu, seseorang memanggil lagi dari luar, "Lyra, buka pintunya. Ini aku, Damian."Lyra tertegun. Setelah mendengar dengan saksama, itu memang suara Damian.Dia terlalu takut tadi, jadi tidak mendengarnya dengan jelas.Apa yang sedang dilakukan Damian saat ini?Jangan-jangan dia datang untuk membujuknya agar menuruti Kaisar lagi?Lyra tidak ingin membuka pintu, tet

Wajah Lyra tiba-tiba berubah, dia lalu menatap Kaisar dengan perasaan ngeri.Dia tahu Kaisar tidak bercanda, dia benar-benar bisa melakukannya.Dia selalu menjadi orang yang akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya.Dia bisa melakukan apa saja.Lyra berlutut di atas salju, bersujud padanya berulang kali, memohon padanya untuk menunjukkan belas kasihan.Kaisar hanya menatapnya dengan dingin, menolak untuk mengatakan sepatah kata pun.Lyra menguatkan hati dan memberi isyarat kepadanya, "Kalau ibuku mati, aku juga nggak ingin hidup lagi."Kaisar mengerutkan kening, dan hatinya dipenuhi dengan kemarahan."Aku akan menunggu hari saat kau datang untuk memohon padaku!"Dia mengatakan hal itu, berbalik dan pergi tanpa menoleh sedikit pun, seolah-olah orang yang tiba-tiba menunjukkan kehangatan tadi bukanlah dirinya.Seolah-olah dia tidak pernah memeluk gadis itu, dan tidak pernah memberinya kehangatan sesaat pun.Lyra berlutut membeku, mendengarkan suara derit sepatu bot kulitnya di at