All Chapters of Gairah Liar Sahabat Suamiku: Chapter 121 - Chapter 130

“Brengsek! Kau tak bisa menghina istriku seperti itu! Dia adalah Ibu dari anakku! Kau tak punya hak untuk menghina wanitaku. Aku tak peduli seperti apa keluarganya dan latar belakangnya! Aku mencintainya dan aku akan bersamanya! Aku tak peduli dengan restumu atau pendapatmu tentang istriku! Jadi jangan pernah menghinanya! Kalau aku memang salah di hadapanmu, bagaimana denganmu? Bukankah kau juga sama sepertiku? Bukankah kau bodoh? Karena itu kau menyembunyikan siapa Ibuku yang sebenarnya, karena Ibuku bukan berasal dari keluarga yang diinginkan oleh keluargamu. Bukankah begitu? Lalu apa bedanya aku denganmu? Apakah Ibuku juga wanita rendahan dan murahan?” tanya Alan dengan berani membuat Charlie marah.Rahangnya mengeras bahkan Charlie sampai melempar gelas ke arah Alan. Pria itu menolak, tetapi gelas tersebut sempat mengenai pelipis Alan sedikit sehingga membuat pelipisnya berdarah. Tetapi Alan tak peduli

“Maaf,” lirih Zwetta dengan mata yang berkaca-kaca.Zwetta langsung saja mendorong trolly bayinya beserta dengan kantung plastic yang di bawanya karena baru saja selesai belanja. Zwetta berjalan dengan cepat meninggalkan Alan. Sedangkan Alan benar-benar menyesal karena sudah melakukan hal itu.Alan berusaha mengejar istri dan anaknya itu yang sudah berjalan menuju lift. Alan mengambil kantung plastic yang ada di tangan Zwetta. Alan tak bisa mengatakan apapun di dalam lift karena ada orang lain juga di sana.Setiba di lantai mereka, Zwetta langsung saja keluar dari lift dan segera menuju unit apartement mereka. Alan menyusulnya dengan berlari berusaha mengejar.“Baby, maafkan aku. Aku salah sudah bicara kasar padamu dan aku emosi, maaf Baby,” mohon Alan lagi.

“Ya, aku benar-benar melupakan hal itu. Aku tersadar ketika kita mau datang ke sini. Aku pikir bisa memakai alasan itu untuk menemuinya. Aku pikir dia akan bisa menerimamu dan putra kita karena itu. Tapi ternyata aku salah. Daddy menginginkan cucu seorang Putra juga karena menginkan penerus keluarga. Karena menurutnya hartanya tak akan diberikannya kepada anak perempuan. Maka itu Daddy sangat ingin aku yang meneruskan perusahaan.”“Kenapa kau tak menginginkannya?” tanya Zwetta.“Karena aku tak mau menikah dengan wanita pilihannya. Itu akan menjadi syaratnya, karena itu aku menolaknya.”“Seandainya Daddymu tak menginginkan hal itu, apa kau akan menerima tawaran tersebut? Apa kau akan mengelola perusahaan keluargamu?” tanya Zwetta lagi.“Apa kau akan membiar

Sebelum pulang ke rumah, Alan dan Zwetta memilih untuk makan malam di luar saja. Alan memilih tempat yang dulu sering dikunjunginya karena ingin memberitahu Zwetta bahwa ia suka makan di situ karena enak.“Gimana menurut kamu tempatnya, nyaman?” tanya Alan.“Lumayan,” jawab Zwetta sambil melihat sekitar untuk menilai tempat tersebut.“Dulu aku sering makan di sini karena tempatnya enak dan makanannya enak. Nanti coba saja, pasti makanannya enak. Semoga tidak berubah rasanya,” kata Alan dengan semangat.Tak lama dari itu, pesanan mereka datang. Alan sangat bersemangat sekali ketika makanan tersebut sudah datang. Sudah lama rasanya ia merindukan tempat serta makanan tersebut. Zwetta juga jadi penasaran ingin memakan makanan tersebut.&ldqu

“Tapi pandangan mereka tadi berbeda,” lirih Zwetta.“Tak perlu pikirkan. Di saat semua orang menolakmu, ada aku yang akan selalu menerimamu. Kau akan cantik pada orang tepat. Tak semua orang bisa melihat kecantikanmu. Mereka hanya melihat kecantikan sekilas saja, buktinya di luar sana juga masih banyak yang menginginkanmu. Banyak juga yang mengatakan kau sangat cantik. Mereka saja yang tak paham bahwa kau cantik. Jadi jangan seperti itu oke? Kau cantik untukku, cukup pandanganku saja tak perlu orang lain. Jika teman-temanku tak bisa menerimamu, aku tak akan berteman dengan mereka lagi.”“Kenapa seperti itu?” tanya Zwetta.“Karena mereka tak bisa menerimamu. Aku tak akan berteman dengan orang-orang yang tak bisa menerimamu. Jika mereka tak bisa menerimamu, maka mereka juga tak bisa menerimaku. Kita adalah