All Chapters of Kutukan Sang Alpha: Chapter 21 - Chapter 30

"Astaga," pekik Darren. "Apa yang sedang kau lakukan di sini?" katanya ketika ia dan Sawyer saling menghampiri di tengah bar dan berpelukan.Sawyer menepuk punggung pria itu sambil memeluknya kemudian mundur, kedua tangannya masih di lengan atas Darren. "Yah, seseorang meyakinkanku untuk keluar rumah sesekali." Dia memberi isyarat kearah Waverly, yang melambai kecil pada Darren."Sudah kuduga aku akan bertemu kembali denganmu," ujar Darren, menggoyang-goyangkan jarinya ke arah Waverly. "Bagaimana caramu melakukannya?"Waverly tertawa. "Agak sulit meyakinkannya, tapi aku mengatakan padanya betapa Kawanan Bayangan Merah membutuhkannya dan kurasa mengunjungi pemukiman dapat membantu mengatasi itu."Sawyer menatapnya. "Kau menipuku."Waverly menyeringai dan mengangkat bahu. Darren kembali menghadap Sawyer, wajahnya merenung."Namun dia benar, Sawyer. Banyak yang berubah tanpamu. Kami bersama-sama, disatukan oleh kesetiaan kami padamu, tapi kami membutuhkan Alpha kami. Sebuah ka

Waverly duduk di meja makan, piringnya diisi salmon dan ubi. Dia menggigit makanannya sementara Sawyer mengamatinya dari kursi di sebelahnya. Setiap malam dalam beberapa hari terakhir, mereka bertemu untuk menyusun rencana menghadapi Gerhana Bulan yang akan tiba. Meskipun Waverly belum dapat melupakan percakapannya dengan Christopher minggu lalu, dia masih belum menceritakan kekhawatirannya pada Sawyer. Apakah Sawyer juga mengetahui kematian macam apa yang akan dia hadapi jika ini tidak berhasil? Bagaimana kalau dia juga tidak tahu? Bukankah lebih baik untuk tidak membebaninya dengan hal itu saat ini?Waverly menatap balik pria itu, mencoba mencari jawaban dalam matanya, namun tidak ada."Bagaimana makanannya?" tanya Sawyer.Waverly menatap makanannya dan mengambil sepotong daging dengan garpunya. "Dalam setiap makan malam yang kita lalui, kita selalu berbincang soal Gerhana Bulan, dan kali ini kau ingin membicarakan makanan?"Sawyer mengelap sudut bibirnya dengan serbet kemudi

Kali berikutnya Waverly terbangun, matahari telah terbenam dan ruangannya gelap, kecuali cahaya kecil yang ada di meja nakasnya. Dia terduduk di ranjangnya perlahan-lahan dan rasa nyeri menyentak di sekujur lengannya yang telah dipakaikan penyangga, membuatnya meringis. Dia mengangkat tangannya yang lain dan menyentuh perban di wajahnya, menutupi luka dan goresan yang dalam."Kau sudah bangun," sebuah suara berkata, agak terkejut. Di sebelahnya duduklah Sawyer di kursi berlengan, yang sedang memandanginya dengan seksama. "A-apa yang terjadi?" kata Waverly, mengangkat tangan untuk menyentuh dahinya, yang berdenyut nyaris separah lengannya. Sawyer menunduk di atas nakas dan memberikan obatnya serta segelas air. "Kau tidak sadarkan diri setelah pertarungan. Salah satu rogue menyerangmu dan lenganmu patah. Minum ini." Waverly meminum pil tersebut bersama segelas air. Dia menjulurkan tangan untuk meletakkan cangkir kembali di atas meja. "Aduh, kepalaku." Lalu hampir seketik

Sawyer duduk di kursi yang sama dengan yang ia tempati selama beberapa hari ketika Waverly dalam masa pemulihan dari cederanya yang baru beberapa minggu yang lalu. Sekarang lagi-lagi di sinilah ia, terbaring di kasurnya, berkeringat hebat untuk menyingkirkan racun dari tubuhnya. Sawyer mengambil lap di atas meja dan menyeka kening Waverly, membuat Waverly bergerak-gerak dalam tidurnya. Matanya terbuka perlahan ketika ia terbangun, dan ia bertatapan mata dengan Sawyer"Hmm ... Sawyer?" "Ssst," Sawyer berbisik. "Tidurlah lagi. Kau perlu beristirahat." Dia menepuk-nepuk lembut seluruh wajah Waverly untuk menyingkirkan sisa keringat, lalu kembali meletakkan lap itu di meja nakas. Waverly pindah menghadap sisi lain dan mengerang akibat tekanan yang ia rasakan di perutnya. "Jangan terlalu banyak bergerak. Penyembuh itu bilang akan lebih baik jika kau membiarkan antibiotiknya bekerja." Waverly setuju dan kembali merebahkan kepalanya di bantal. "Aku sangat ... berkeringat," dia m

Setelah menghabiskan sorenya di pemukiman, Waverly masuk melalui pintu depan rumah, rambutnya dipenuhi oleh serpihan tanah, yang ia singkirkan di keset sepatu. Dia mengambil ikat rambut dari pergelangan tangannya dan menarik rambut ikalnya, mencepolnya dengan cepat. Beberapa helai rambutnya lolos dari ikatan karetnya dan membingkai wajahnya. Waverly melepas sepatunya dan berlari kecil menaiki tangga menuju kamarnya, tempat ia mengambil sebuah novel dan selimut sebelum kembali menuju ke ruang duduk.Matahari sedang terbenam di balik gunung yang terlihat dari luar jendela besar seukuran tembok yang menghiasi ruang duduk, menciptakan semburat jingga dan kuning di lantai kayu. Waverly membentangkan selimut di atas sofa yang menghadap jendela itu kemudian berbaring di dalamnya., kakinya terlipat di dadanya. Dia membuka halaman tempat pembatas bukunya berada dan meletakkan buku di pangkuannya, namun tak lama kemudian, Waverly mendapati dirinya memandang sisi gunung yang tersapu sinar matah