All Chapters of Kutukan Sang Alpha: Chapter 71 - Chapter 80

Pemakaman Pietro diselenggarakan pada akhir pekan di gereja lokal. Waverly menaiki tangga dan melewati banyak sekali orang yang berkumpul di luar, berduka dan membicarakan pemuda itu semasa hidupnya. Diikuti Sawyer, Waverly memasuki pintu kayu besar dan segera disambut oleh foto besar Pietro di puncak altar dan dikelilingi bunga-bunga. Sebuah buku tamu diletakkan di meja tepat di pintu masuk di sebelah foto Pietro bersama kedua orangtuanya serta nenek-kakeknya di luar restoran keluarga mereka.Sawyer meletakkan tangannya di punggung bawah Waverly dan memandunya menuju duduk di bangku gereja. Mereka duduk bersama dan mata Waverly menyaksikan anggota-anggota Kawanan Bayangan Merah mengikuti di belakang mereka, mengambil tempat duduk masing-masing. Ketika semua orang telah duduk, Sang Pastor mengangguk kepada Sawyer untuk mengisyaratkan mulainya pelayanan. "Halo semuanya," Pastor itu mulai berbicara. "Hari ini kita berkumpul di sini atas kejadian yang sungguh tragis. Sebelum kita mul

Mia? Waverly terdiam. Tunggu, bagaimana dia bisa tahu namanya? Pernahkah mereka bertemu sebelumnya?"Kau terlihat lebih sakit daripada saat terakhir kali kita bertemu," katanya sambil menjatuhkan bunga itu. "Lagi-lagi, kutebak kehamilan memang berdampak seperti itu bagi manusia serigala, ya, 'kan? tapi yah, tahu apa aku." Benak Waverly berputar, tapi dia menelan ludah untuk menahan seluruh emosinya. "Siapa kau?" ulangnya.Mia menatapnya dan mendesah. "Kau tahu, sebagai seorang Luna, sopan santunmu sangat mengesankan." Terlepas dari kurangnya kemampuan penyembuhan dan berubah wujudnya, Waverly bersyukur dia masih dapat merasakan bahaya yang ada di dekatnya dan meski ketakutan, dia menjaga dirinya tetap siaga. "Kau telah mengikutiku ke sekeliling pemukiman selama berminggu-minggu. Aku berhak untuk mengetahui siapa kau."Mia tertawa. "Mengikutimu? Jangan terlalu percaya diri. Aku hanya datang ke lingkungan ini untuk menemui seorang teman."Teman? Mungkinkah Waverly salah? Ta

Beradaptasi dengan kehidupan normalnya ternyata lebih sulit daripada yang Waverly pikirkan. Sementara pekan terus berlalu, yang harus ia hadapi bukan hanya penyakitnya yang bertambah parah, melainkan juga Sawyer yang nyaris tidak pernah berbicara padanya kecuali sepatah kata ketika Waverly memulai percakapan atau sambil lalu. Selama setahun pernikahan mereka, dan bahkan sebelum itu, dia tidak pernah melihat Sawyer semarah ini padanya seperti sekarang. Rasanya akan menjadi lebih tidak menyakitkan jika pria itu benar-benar mengabaikannya - namun alih-alih, dia masih berkomunikasi dengan Waverly dengan sikap acuh dan entah bagaimana, hal itu membuatnya lebih buruk. Mereka duduk bersama di meja makan untuk melakukan makan malam. Mata Waverly mencuri pandang ke tempat Sawyer duduk. Pria itu tetap terdiam dan memakan makanannya tanpa melakukan kontak mata. Waverly mengaduk-ngaduk makanan di piringnya menggunakan garpu, mengacak-ngacaknya berharap untuk menarik perhatian Sawyer. Ketika

Waverly mengerjapkan matanya. Ini hanya ilusi - palsu. Tidak ada satu pun yang nyata dari ini. Hanya saja, ketika ia terus berkedip dan sosok itu masih ada, dia semakin kesulitan untuk meyakinkan dirinya. Pietro berdiri diam, tapi rasa takut memenuhi matanya. "Kau harus menghentikannya." Suaranya muram dan parau, sementara Waverly duduk membeku di tempatnya, benar-benar dilumpuhkan. "Kau tidak bisa membiarkannya pergi." Mulut Waverly kering, dan butuh seluruh kekuatannya untuk menemukan secercah suaranya. "A - P - Pietro ...? Kau tidak - kau tidak nyata. Kau sudah ... mati." Pietro melanjutkan seolah tidak mendengarnya. "Dia tidak bisa pergi ke bawah sana - Sawyer, kalau dia pergi, dia akan menghadapi bahaya besar." Mendengar ini, insting Waverly mengambil alih, rasanya seolah seluruh tubuhnya melepaskan diri dari rantai rasa takut dan berpindah gigi. "Bahaya? Bahaya macam apa?""Bahaya yang sangat besar, yang akan membahayakan semuanya. Tapi hanya kau yang dapat menghent

Pelukan Sawyer di sekitar tubuh Waverly semakin erat ketika dia membenamkan wajahnya ke tubuh Sawyer untuk meredam suara tangisannya agar tidak mengganggu perayaan. "Ayo keluar dari sini." Waverly mengangguk di dalam pelukan Sawyer, masih menutupi wajahnya. Darren menatap Sawyer penuh pertanyaan, yang Sawyer jawab dengan anggukan untuk meyakinkan pria tua tersebut bahwa semuanya baik-baik saja, sebelum mengikuti Waverly keluar restoran. Begitu pintu tertutup dan mereka dihalangi oleh dinding dari etalase restoran, Waverly menghadap ke arah Sawyer. Air mata telah membuat maskaranya berantakan sementara hidungnya memerah, sangat mencolok jika dibandingkan dengan warna kulitnya. Sawyer mengulurkan tangan untuk mengusap tangan Waverly."Apa yang terjadi?"Waverly terisak. Dia tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat. Yang bisa dia pikirkan hanyalah ucapan Finn sebelumnya: "Mereka tidak tahu apakah ayah bisa bertahan atau tidak." Waverly paham risiko menjadi seorang Alpha, te