All Chapters of Kutukan Sang Alpha: Chapter 81 - Chapter 90

"Pengangkatan!?" Isadore berteriak. "Pengangkatan apa? Ayah masih berkuasa - terakhir kali aku memeriksanya, dia masih hidup!""Kapan terakhir kau memeriksanya?" tanya Finn tak acuh, menyebabkannya mendapat pukulan lagi dari Sawyer."Bagaimana kau bisa begitu tenang dan santai?" tanya Waverly.Finn mengangkat pandangan dari kukunya ke arah Waverly. "Aku telah berlatih untuk ini sepanjang ingatanku. Kita semua sudah tahu hal ini akan terjadi suatu hari nanti.""Namun, bagaimana dengan Ayah?" kejar Isadore. "Belum pernah terdengar terjadi pengangkatan di saat Alpha sebelumnya masih hidup.""Ya, ini jarang. Namun, bukan sepenuhnya tidak pernah terjadi," ujar Aviana. "Bagaimanapun juga, ayahmu ingin melaksanakan pengangkatan Finn. Jika ini merupakan pilihan yang diambil secara rasional, tidak ada hukum yang bisa melawannya."Ibunya benar. Seorang Alpha tidak selalu harus sudah meninggal sebelum penerusnya mengambil alih posisi tersebut. Jika seorang Alpha memutuskan untuk menye

"Dikutuk?!" ulang Waverly. Tangannya bergetar dan dia merasa seperti berada dalam sebuah mimpi buruk. Tidak mungkin hal ini kembali terjadi."Apa yang sedang kau bicarakan?" tanya Sawyer. Tangannya diletakkan di atas pangkuan, dan dia mencondongkan tubuh ke depan, mendengarkan apa yang akan dikatakan Harold dengan saksama."Saat aku masih kecil, ada sebuah mitos - lebih semacam legenda urban - mengenai siren danau." Mata Harold melebar dan pandangannya terarah pada Waverly. Cahaya dari api menyinari satu sisi wajahnya."Kami tidak tahu banyak mengenainya ... semuanya dirahasiakan. Yang kami ketahui hanyalah para pria yang memasuki Hutan Pengembara dan tidak pernah kembali. Mereka yang kembali mengisahkan pertemuan mereka dengan siren tersebut; seekor putri duyung yang tinggal di sungai timur dan menyanyikan nada yang manis, menggoda para pria untuk menemuinya di suatu tempat, kemudian menjerat mereka dalam genggamannya dan membunuh mereka."Waverly terlonjak di tempat dan Sawye

"Apa maksudmu, 'tiada'?" tanya Waverly panik. Dia tahu apa yang Katia maksud, tetapi dia tidak ingin mengakuinya. Matanya mulai berkaca-kaca dan setetes air mata turun.Katia menatapnya dan mengangguk kecil. Dia mulai menangis dan menggigit bibir untuk menghentikannya jadi ratapan. Mereka berdiri diam bersama untuk beberapa saat, kemudian Katia menarik napas untuk menenangkan diri sebelum mengalihkan perhatian ke kerumunan yang menanti dengan sabar untuk mengetahui apa yang terjadi, berusaha menenangkan kawanan.Waverly bersumpah dia merasakan bumi bergetar di bawah kakinya. Ini tidak mungkin terjadi - segalanya baik-baik saja sebelumnya, semuanya baik-baik saja sebelumnya, dan sekarang ...Dia akhirnya menemukan keberanian untuk bergerak dan memaksakan diri menerobos ke depan kerumunan. Karena suara-suara di sekelilingnya, Waverly tidak bisa mendengar apa pun; meski demikian, lewat jendela kaca, dia bisa melihat Sawyer sedang berbicara pada petugas gawat darurat. Punggung pria i

Sinar matahari menyelinap masuk lewat celah dari gorden yang menutupi jendela, membangunkan Waverly. Dia mengangkat kepala dan memutarnya untuk meredakan ketegangan di belakang lehernya yang dia dapatkan sepanjang malam. Sawyer mendengkur pelan di sampingnya, masih duduk di kursi kerjanya. Kepala pria itu tergeletak di atas meja dan gelas serta botol kosong terletak di dekatnya.Waverly merenggangkan tubuh dan mengambil kedua benda tersebut. Dia berdiri dan mengecup kepala Sawyer, kemudian meninggalkan kantor. Gelas berdentang ketika beradu saat dia berjalan masih separuh mengantuk ke dalam dapur, dan meletakkan gelas di atas meja."Hei," sapa Katia ketika dia memasuki ruangan tersebut. Wanita itu mengenakan celana khakinya yang biasanya juga kaus tank-top dan membawa dokumen kerja di tangan."Pagi," sahut Waverly sambil menguap. "Apa itu?"Dia menghela napas. "Laporan otopsi Darren.""Dan?""Seperti yang sudah kita perkirakan," jawabnya tanpa mengangkat kepala dari laporan

Sawyer duduk di atas sandaran sofa saat Waverly menjelaskan percakapannya bersama Katia pagi itu padanya. Kepala pria itu berulang kali mengangguk."Jadi kau bilang, cara membunuh wanita ini, atau siren ini, atau makhluk apalah ini, adalah dengan menghancurkan suaranya?""Aku tahu, aku tahu, ini memang terdengar gila.""Gila bahkan tidak cukup untuk mendeskripsikannya.""Tetapi, kalau kau pikirkan lagi," lanjut Waverly. "Dia menyihir para pria dengan lagunya dan mengutuk para wanita juga dengan cara yang sama. Jika kita menghancurkan sumber kekuatannya, dia tidak akan memiliki apa pun yang tersisa."Sawyer menghela napas, tidak sepenuhnya teryakinkan. "Dan bagaimana rencanamu untuk melakukannya?" tanya Sawyer sambil menyilangkan kaki di atas lutut."Kaset itu," jawab Waverly. "Jika dihancurkan, seharusnya itu cukup melemahkannya hingga kau bisa membunuhnya. Hanya itu jawaban paling logis tanpa harus merenggut paksa pita suaranya."Mendengar hal ini, pria itu terkekeh. "Be