All Chapters of Sang Kekasih Berambut Merah: Chapter 161 - Chapter 170

Hotel Kabut berdiri dengan gagahnya seperti sebuah kue pengantin putih besar bertingkat-tingkat yang menjulang tinggi di pinggiran distrik bisnis Lenmont.Sebagai salah satu bangunan tertinggi—nomor dua setelah menara es dari gedung kantor utama Grup Loller yang menyentuh langit —tingkat tertingginya dapat dilihat dari mana saja di Lenmont, seperti kue berlapis fondant putih yang melayang di langit.Pemilik hotel membanggakan diri mereka sebagai penyelenggara pernikahan. Hotel itu sendiri telah menyelenggarakan pernikahan bertema yang tak terhitung jumlahnya dengan persiapan yang luar biasa. Apa pun yang diinginkan sebuah pasangan, pihak hotel pasti akan menyediakannya...Tentunya dengan harga yang mahal."Pegunungan bersalju?" Maria terkesiap. Mata zamrudnya melebar di belakang wanita tua yang duduk di depannya. "Di dalam ruangan? Bagaimana mereka melakukannya?"Sophie mengangkat bahu. "Saya tidak tahu, Nona."Si cantik berambut merah melirik kagum pada p

Semua orang, termasuk Maria dikejutkan oleh kebenaran brutal yang dihadapkan oleh pria beringas itu dalam pembukaan pidatonya.Apa yang pria itu coba lakukan? Sebagian besar tatapan dan ekspresi terkejut mereka seolah bertanya, "Apakah dia gila? Apakah dia terlalu banyak minum?"Mata zamrud Maria tidak pernah sebesar itu. Pria yang berdiri di atas panggung tidak pernah bersinar seterang ini. Untuk sesaat, Maria merasakan dorongan kuat untuk berada di sisinya. Kakinya maju selangkah ketika suara itu berbicara lagi dengan ketenangan dan kefasihan seorang raja."Kita semua tahu bahwa agar laporan palsu dapat diterima sebagai kebenaran, laporan itu harus berisi beberapa kebenaran.""Ini berarti bahwa kebenaran, begitu diungkap dalam konteks palsu, akan kehilangan keaslian dan bobot yang dibawanya."Sarkon berhenti sejenak dan melanjutkan. "Sebenarnya saya telah merencanakan untuk melamar Nona Maria Davis bahkan sebelum berita itu keluar."Dia berhenti lagi. Ka

Maria terpaku saat Sarkon mengambil tangannya. Dia menaruh tangan itu di atas rahang seraya membelainya pelan. Sarkon kemudian mencium jari-jemari Maria.Dia melihatnya.Ada cincin berkilau hijau di jari manisnya.Maria terbangun lalu menatap lekat lelaki rupawan yang juga balik menatapnya.Janji yang pernah mereka ucapkan bergema di telinganya.Bersama selamanya. Maria pernah bersumpah setia maka dari itu Sarkon akan melamarnya kelak.Sarkon khawatir kalau Maria tidak menyukainya dan menjauh darinya lagi. Mengetahui hal itu, Maria mengiba.Tangan besar Sarkon membelai pipi Maria perlahan. Dia kemudian menjatuhkan sebuah ciuman yang singkat namun begitu berarti."Jangan menangis, kekasihku," suara berat Sarkon membujuk seraya mengusap pipi Maria.Saat itulah Maria merasakan panas di sekitar mata dan hidungnya, serta air mata membasahi pipi. Dia terisak. Sarkon merengkuh Maria dalam dekapa

Sarkon kembali ada di kamar tidurnya, dan hari sudah hampir siang. Dia menatap langit-langit kamar yang putih dan berkedip beberapa kali untuk menghilangkan kabut di pandangannya. Dia mulai merasakan napasnya lagi.Itu adalah mimpi buruk. Lagi.Mengambil tegukan besar dengan pelan, dia memaksa detak jantungnya yang liar untuk sedikit melambat. Dia menoleh ke kiri dan menangkap pemandangan mempesona dari wajah damai tunangannya yang tertidur.Sambil tersenyum hangat, Sarkon mengulurkan sebuah jari untuk menyelipkan ikal-ikal berwarna api yang longgar ke belakang telinga tunangannya yang lembut. Dia mencondongkan tubuh ke depan dan menempelkan bibirnya ke dahinya.'Aku mencintaimu.'Tiga kata itu adalah kutukan. Alisnya yang tebal berkerut tanda tidak setuju."Mmm..." Maria mengerang dengan manis dan meringkuk lebih dekat padanya. Matanya masih terpejam, dan dia masih tertidur lelap.Sarkon terkekeh ringan dan m

"Pantas saja staf harus mengikuti kode etik," pikir Maria sambil terus terpana menatap pria menarik yang berdiri di depannya."Aku tidak pernah memberitahumu karena...." Sarkon berhenti dan menundukkan pandangannya. "Ini adalah masa lalu yang ingin aku hapus."Maria menelan ludah dengan susah payah."Kau benar." Mata biru itu kembali mendongak menatap mata Maria. "Aku malu karenanya. Aku... membencinya. Jadi aku mengubah semuanya.""Kau melegalkan seluruh bisnis keluargamu." Maria meremas tangan yang memegang tangannya.Maria melihat ekspresi terkejut Sarkon dan menjelaskan sambil tersenyum. "Aku tidak sengaja mendengarnya ketika Paman Karl dan Albert berdebat di taman."Sarkon membuang muka dengan tatapan tajam. "Dasar mereka berdua...." dia mengerang dalam hati. "Mereka sudah pantas jadi kakek-kakek, tapi masih saja bertengkar seperti anak TK."Sarkon terkejut lagi ketika Maria tiba-tiba melingkarkan lengan di pinggangnya dan memeluknya erat.S